Mohon tunggu...
Andi Chairil Furqan
Andi Chairil Furqan Mohon Tunggu... Dosen - Menelusuri Fatamorgana

Mengatasi Masalah Dengan Masalah Baru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BUMN Bergerak Cepat, BUMD dan BUMDes Bagaimana?

19 April 2020   21:25 Diperbarui: 19 April 2020   21:43 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa saat sebelum pandemi COVID-19 melanda Indonesia, sejak dilantik pada tanggal 23 Oktober 2019 silam, Erick Thohir yang dipercayakan memimpin Kementerian BUMN oleh Presiden Jokowi pada kabinet Indonesia Maju (2019-2024) telah menunjukkan beberapa gebrakan yang membuat publik Indonesia kesengsem.

Hal ini salah satunya dapat dilihat dari hasil Survei Indonesia Political Opinion (IPO) yang dirilis pada Bulan Februari 2020 (dalam rangka evaluasi 100 hari kabinet Indonesia Maju) yang menempatkan Erick Thohir sebagai menteri yang paling dipersepsikan positif oleh publik (tervaforit), diatas Retno L.P. Marsudi (Menlu), Mahfud MD (Menkopolhukam), Tito Karnavian (Mendagri) dan Sri Mulyani (Menkeu).

Selain restrukturisasi organisasi kementerian BUMN secara besar-besaran, Erick Thohir juga telah berani mengungkap dan sekaligus membenahi segala permasalahan mendasar yang terjadi pada BUMN selama ini satu persatu.

Bukan hanya terkait struktur organisasi BUMN yang masih kaku, birokratif, dan inefisiensi (banyak memiliki anak dan cucu perusahaan), pembenahan yang dilakukan oleh Erick Thohir juga terkait permasalahan terkait aktivitas bisnis masing-masing BUMN (seperti kegagalan mengelola keuangan dan aktivitas anak/cucu perusahaan yang tidak sesuai dengan core business), sampai kepada permasalahan mindset, kompetensi dan akhlak para Bos dan karyawan BUMN (termasuk lifestyle BOS BUMN). 

Bahkan, disaat pandemi COVID-19 ini, dibalik prestasi gemilang BUMN yang dengan sigap menyiapkan sarana dan prasarana mendesak untuk penanganan pandemi COVID-19 (seperti pembangunan rumah sakit darurat, penyediaan APD, obat-obatan, alat kesehatan dan akomodasi kepada tenaga medis), Erick Thohir juga membongkar kepada publik tentang masih banyaknya Bos BUMN yang tidak berkompeten (tidak mengerti laporan keuangan), dan adanya "mafia"  dibalik perdagangan Alat kesehatan dan obat-obatan (selain perdagangan Migas, Beras dan bahan pangan lainnya sebagaimana yang telah menjadi rahasia umum dan perbincangan publik selama ini). 

Atas permasalahan ini, komitmen Erick Thohir pun semakin menjadi-jadi. Selain restrukturisasi organisasi, peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan penerapan good governance, penguatan industri hulu pun sepertinya akan menjadi strategi prioritas pengembangan aktivitas bisnis BUMN di masa kini dan akan datang.

Erick Thohir sepertinya akan bergerak lebih cepat lagi untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan peran "dua sisi mata uang" BUMN, yaitu peran ekonomi dan sosial yang memang semestinya wajib dijalankan secara tepat dan seimbang oleh BUMN. 

Memang harus disadari bahwa menjalankan misi sosial BUMN, tidak cukup hanya dengan merealisasikan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) semata. Sudah saatnya BUMN harus berpikir strategis untuk meningkatkan kemandirian Bangsa/Negara, sekaligus membasmi "mafia perdagangan", yang salah satunya dengan cara mengembangkan industri dari hulu sampai ke hilir, terutama pada sektor-sektor strategis (seperti pertahanan, energi, ketahanan pangan dan kesehatan).

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah menempatkan kembali posisi BUMN sebagai "agen pembangunan" atau perpanjangan tangan Pemerintah, sehingga dalam menjalankan aktivitasnya, seluruh BUMN harus tetap berorientasi pada upaya peningkatan pelayanan publik dan penyediaan barang/jasa yang lebih berkualitas, merata dan terjangkau untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Lantas bagaimana dengan BUMD/BUMDes?  Apakah langkah BUMN untuk berbenah dan bergerak cepat tersebut bisa diikuti oleh BUMD/BUMDes di Indonesia?

Sebelum menjawabnya, mari kita lihat bagaimana profil singkat BUMN, BUMD dan BUMDes di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa Jumlah BUMN di Indonesia sebanyak 114, dengan total Aset sebesar 8.201,97 triliun rupiah, ekuitas sebesar 2.819,16 triliun rupiah, dan laba bersih sebesar 190,49 triliun rupiah. 

Masih dari data BPS, Pada tahun 2018, BUMD di Indonesia berjumlah sekitar 795, dengan total Aset sebesar 675,17 triliun rupiah, ekuitas sebesar 133,88 triliun rupiah, dan laba bersih sebesar 12,55 triliun rupiah.

Sementara berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pada tahun 2018, Jumlah BUMDes di Indonesia telah mencapai 45.549.

Jika melihat data diatas maka dapat dikatakan bahwa walaupun ada beberapa BUMD/BUMDes yang berhasil dan dapat memberikan sumbangsih pendapatan (deviden) bagi Pemerintah Daerah/Desa, namun demikian permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar BUMD dan BUMDes tentunya jauh lebih besar dibandingkan dengan BUMN.

Karena selain permasalahan kompetensi SDM, tata kelola dan struktur organisasi, baik BUMD maupun  BUMDes tersebut juga diperhadapkan pada modal dan pasar yang terbatas serta aktivitas bisnis yang terkadang telah jauh menyimpang dari prinsip dan fungsi utamanya sebagai Badan Usaha Milik Pemerintah. 

Oleh karena itu, agar seluruh Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN/BUMD/BUMDes) dapat menjalankan peran sebagaimana mestinya, maka sebaiknya langkah dan kebijakan Erick Thohir dalam membenahi BUMN juga diikuti oleh Kemendagri dan Kemendes PDTT dalam membenahi BUMD dan BUMDes. 

Disatu sisi, misalnya untuk memajukan industri strategis di tanah air, sebaiknya BUMN tidak hanya berfokus pada upaya peningkatan kerjasama dengan kementerian/lembaga negara, perguruan tinggi dan pihak swasta lainnya saja, namun juga harus membuka peluang kemitraan dengan BUMD/BUMDes di Indonesia.

Sementara di sisi lain, sebagai pembina BUMD/BUMDes di Indonesia, baik Kemendagri maupun Kemendes PDTT juga harus melihat kondisi ini sebagai peluang untuk lebih meningkatkan kualitas pengelolaan BUMD/BUMDes. 

Kemitraan yang terjalin antara BUMN dengan BUMD/BUMDes ini harus dilihat sebagai strategi nasional dalam rangka meningkatkan peran, kapasitas dan kualitas pengelolaan seluruh Badan Usaha Milik Pemerintah secara umum, bukan untuk melakukan monopoli pada sektor bisnis tertentu.

Karenanya, tidak hanya bicara tentang profitabilitas semata,  kemitraan ini harus dibangun dengan semangat menciptakan transfer pengetahuan dan sumber daya serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan peran ekonomi dan sosial BUMN/BUMD/BUMDes di seluruh Indonesia.

Mimpi sederhananya adalah:

Dengan berdasarkan pada potensi sumber daya yang tersedia di setiap daerah masing-masing, terjadi sinergitas antara BUMN/BUMD/BUMDes seperti: 

Pada bidang industri (sektor tertentu) misalnya, harapannya tercipta suatu kondisi dimana BUMN memproduksi/mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, BUMD memproduksi/mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadinya, sementara BUMDes menyiapkan/menyuplai bahan baku/penunjangnya. 

Begitupula pada bidang jasa (sektor tertentu), harapannya seluruh BUMN/BUMD yang memiliki produk jasa dengan konsumen sampai kepada masyarakat desa (terutama yang bergerak pada lembaga keuangan ataupun penyediaan kebutuhan dasar masyarakat, seperti Bank, Asuransi, Pegadaian, PLN, PT. POS, PDAM/BUMD), dapat bermitra dengan BUMDes, sehingga menciptakan pelayanan yang lebih efektif dan efisien.

Atau sebagaimana dalam masa pandemi (sulit) seperti yang terjadi sekarang ini, alangkah indahnya jika selain BUMN (PLN) memberikan potongan beban listrik, BUMD (PDAM) juga memberikan potongan beban air bersih, kemudian ada BUMDes yang memberikan potongan harga kebutuhan pangan kepada masyarakat di daerahnya (khususnya atas barang yang diproduksi oleh BUMDes tersebut). 

Apakah mimpi ini dapat terwujud? 

Walaupun sebagian kecil dari mimpi tersebut sudah ada yang terwujud (katanya), namun bisa dipastikan bahwa upaya peningkatan kualitas, kapasitas, peran dan sinergitas Badan Usaha Milik Pemerintah ini tidak akan terwujud secara ideal dan masif di Indonesia jika masih ada "mafia" diantara kita.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun