Mohon tunggu...
Andi Ansyori
Andi Ansyori Mohon Tunggu... advokat -

selalu ingin belajar, bersahabat, menambah pengetahuan " Tidak ada salahnya baik dengan orang " dan lebih senang mendalami masalah hukum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengalaman Dokter di Sebuah Kota Terpencil di Lereng Bukit Barisan Pulau Sumatera

10 Februari 2016   19:31 Diperbarui: 11 Februari 2016   16:53 1994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dokter penipu,“ ujarnya setengah membentak, seraya tangan kanannya menyodorkan sisa obat obatan yang yang pernah diresepkan dokter Arman kepada Anita

“Coba lihat obat ini, penipu “ tambahnya.

“Ini kan hanya vitamin, bukan obat-obatan penggugur kandungan,“ katanya lagi.

Lelaki berambut cepak itu sempat menanyakan surat izin praktek dokter Arman. Dari hasil pembicaraan dengan lelaki itu, sekarang barulah dokter Arman mengerti duduk persoalan sebenarnya .

Rupanya tanpa sepengetahuan Anita, walaupun Anita tidak memberi tahu keluarganya, ternyata selama ini diam diam keluarganya menyetujui rencana Anita untuk menggugurkan kandungannya.

Namun sekarang yang terjadi malahan sebaliknya.

Anita melahirkan bayinya putri cantik dengan selamat dan sehat. Itu rupanya yang membuat kerabat Anita menjadi "bingsal".

Orang tua Anita adalah tokoh adat yang "terpandang". Di samping tokoh adat, orang tua Anita termasuk salah satu orang berpunya di kampungnya.

Bila ada anak perempuan melahirkan tanpa suami seperti yang dialami Anita "aib besar" bagi keluarganya.

Dokter Arman paham benar bila ia melakukan “Abortus“ sebagaimana permintaan Anita maka ia akan diancam sanksi empat tahun pidana.

Untunglah kasus lelaki cepak yang mengaku keluarga dekat Anita yang sempat mengancam dokter Arman diketahui dan diselesaikan secara adat oleh tua tua adat dan perangkat kampung setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun