Selain tanggapan peneliti LIPI lainnya, Asvi Warman Adam seperti dikutip Kompas.com pada selasa (17/5/2016) juga sangat masuk akal meski Fadli Zon, Wakil Katua DPR RI Â bersikeras mendukung pengusulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.
Menurut Asvi, Golkar bisa saja megusulkan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional, tetapi yang menjadi persoalan adalah tanggapan masyarakat yang tampaknya Fifty-fifty antara mendukung dan menolak usulan tersebut. Masyarakat yang mendukung menganggap bahwa Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Nasional. Tetapi disisi lain Soeherto adalah perusak sepanjang sejarah Orde Baru terkait kasus pelanggaran HAM berat.
Sehingga solusi yang ditawarkan pun beragam tetapi hal yang paling penting adalah bagaimana kita harus lebih bijaksana dalam melihat kepentingan dibalik usulan petinggi Partai Golkar tersebut.
Kepentingannya adalah meredam dan menyelamatkan orang-orang yang tersangkut dalam pengusutan kasus-kasus pelanggarab HAM berat dan korupsi Yayasan Supersemar. Jika hal ini benar maka yang terjadi selanjutnya adalah menaruh harapan kepada siapa pun yang bertanggung jawab akan hal ini harus lebih bijaksana dan behati-hati mengambil keputusan. Sekali terlena maka sejarah kelam bangsa ini tidak akan pernah hilang dan terutama tidak dapat diperbaiki untuk kemudian diketahui anak cucu Bangsa Indonesia kedepan.
Pada akhirnya pertanyaan akan syarat-syarat menjadi seorang pahlawan Nasional pun secara tidak langsung meluncur begitu saja dari mulut siapa pun yang benar-benar bingung atas sandiwara yang disajikan dipanggung politik nasional kita.
Menurut Fadli Zon seperti dilansir Kompas.com pada Selasa (17/5/2016) secara terang-terangan memyatakan setuju jika Soeharto menjadi Pahlawan Nasional menurutnya seorang dikatakan menjadi pahlawan jika yang bersangkutan memiliki kontribusi dalam perjuangan bangsa dalam merebut atau mempertahankan kemerdekaan.
Soeharto dinilai pantas karena berhasil menumpas komunisme pada 1965 dan menjadi eksekutor serangan umum pada 1 Maret 1949 yang membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia ada.
Apakah itu cukup? Hanya anda yang paham sejarah yang tahu jawabannya.
Surabaya, 18 Mei 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H