Mohon tunggu...
Andi Affandil Haswat
Andi Affandil Haswat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kusimpan, agar kelak dibaca oleh putra putriku Agar mereka mengerti kemana bapaknya berpihak

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sebab Kalahnya PSM dan Stadion Dari APBD

2 November 2022   11:03 Diperbarui: 2 November 2022   20:14 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik tidak boleh mengganggu olahraga. Dan olahraga harus berdampak pada politik." - (Vladimir Putin)

Beberapa bulan yang lalu awal tulisan opini ini mulai dibuat, sebagai bentuk kekecewaan sebagai seorang suporter karena kekalahan tim kesayangannya akibat tindakan buruk yang tidak seharusnya dilakukan. namun karena satu dan lain hal belum dapat diselesaikan. kemudian dilanjutkan lagi setelah puncak keprihatinan penulis atas tragedi sepak bola dunia yang menimpa para suporter Aremania di Stadion Kanjuruhan Malang. 

Rabu, 24/8/2022 PSM Makassar gagal menjuarai AFC Cup zona ASEAN setelah dikalahkan dalam partai final oleh Kuala Lumpur FC dengan skor 2-5 di Stadion Kuala Lumpur, Malaysia. Kenyataan pahit diatas penulis terima sebagai konsekuensi didalam pertandingan olahraga akan ada yang menang dan ada yang kalah. 

Tapi sebab kekalahan pertama dari 7 (tujuh) pertandingan yang telah dilakoni, penulis anggap perlu di utarakan, agar bisa menjadi bahan evaluasi bagi kita semua insan olahraga khususnya sepakbola untuk tidak melakukan hal yang sama saat akan menghadapi pertandingan ataupun di kompetisi yang akan datang. 

Penyebab utamanya ialah ada di Bernardo Tavares, pelatih berambut plontos asal Portugal ini telah melakukan kesalahan fatal, keliru besar bahkan hal paling buruk untuk dilakukan oleh orang yang berlisensi tinggi. Yaitu menyatakan dihadapan wartawan bahwa tim Juku Eja (PSM Makassar) mengalami kelelahan, tindakannya itu dilakukan di konferensi pers saat sehari sebelum pertandingan dimulai.  

Adapun alasannya karena masa istirahat yang sedikit, laga terakhir sangat ketat serta perjalanan yang panjang. pernyataan yang disampaikan ke ruang publik itu tentu akan diketahui oleh pihak lawan serta para pemain itu sendiri. Pembicaraan tersebut akan menguntungkan pihak tim Kuala Lumpur FC karena telah mengetahui kelemahan tim lawannya.

Dan yang terburuk sangat merugikan bagi mental, psikologi para pemain PSM itu sendiri, yang alih-alih membutuhkan dan mengharapkan dorongan semangat, namun yang didapatkan justru sebaliknya. Tidak ada nilai juang dalam pernyataan tersebut, sebagai maniak bola pertama kali dalam sepengetahuan penulis, kejadian ini bisa-bisanya dilakukan di ajang final bergengsi. 

Jika seandainya saat itu pelatih mengatakan, "kami PSM dan Indonesia sangat siap dan telah lama menanti pertandingan ini, telah melalui perjuangan panjang untuk sampai pada final tersebut, walaupun kami kecewa atas pihak AFC karena pertandingan dilakukan di Stadion Malaysia, kami akan tetap mengeluarkan seluruh tenaga serta kemampuan terbaik kami di pertandingan besok, memenangkan pertandingan dan keluar sebagai juara" mungkin hasilnya akan jauh berbeda dan harapan diatas dapat bisa diraih, tapi nasi telah menjadi bubur. 

Terlepas dari kekecewaan tersebut, penulis tetap hormat dan berterimakasih kepada keseluruhan pemain yang telah mencatatkan sejarah baru, sebagai satu-satunya klub sepakbola Indonesia yang telah sampai pada fase tersebut.  

Sepak bola adalah salah satu olahraga yang paling populer di masyarakat. Sepak bola bukan hanya olahraga yang diminati banyak orang dari segala lapisan, tetapi juga bisa menjadi bisnis yang menguntungkan bagi banyak konglomerat. Tren bisnis ini terjadi di banyak klub-klub besar dunia, dari kepemilikan oleh para borjuasi sampai sultan dari timur tengah pun turut ambil bagian. 

Kondisi yang sama juga terjadi di Indonesia, tidak sedikit klub-klub top Indonesia dimiliki/dikuasai oleh para konglomerat, ada dari kalangan artis, jenderal militer, pejabat daerah, menteri bahkan anak presiden. Sayangnya, keterlibatan para orang tajir di dunia sepakbola Indonesia, tidak serta merta mendorong/mendongkrak secara mandiri pembangunan infrastruktur dibidang olahraga, baik itu sarana dan prasarana, salahsatu yang penting ialah stadion. 

Hampir semua klub liga 1 masih menggunakan stadion milik pemerintah, dengan status sewa yang terbilang cukup murah. hal lain semisal sarana pendukung, renovasi, faktor pemeliharaan, keamanan serta kebersihan yang menghabiskan anggaran yang tidak sedikit, sebagian besar masih dibiayai APBD setempat. APBD yang merupakan dana publik dengan tujuan mulia untuk kesejahteraan masyarakat, secara tidak langsung telah banyak digunakan untuk menfasilitasi bisnis konglomerat.

Dalih adanya multiplier effect untuk masyarakat sekitar khususnya pedagang kecil, umkm, atau jasa parkiran/ojek, saat event pertandingan berlangsung memang patut disyukuri sebagai berkah. Tapi bagi penulis hal tersebut ialah remah-remah roti didalam sistem ekonomi yang kapitalistik. Dimana roti sesungguhnya masuk diperut para pembesar dan keuntungan terbanyak masuk dikantong para pemilik bisnis. 

Hal tersebut juga mendorong terjadinya privatisasi atas ruang-ruang publik, akibatnya rakyat tidak dapat lagi mengakses stadion secara cuma-cuma alias berbayar, adanya pembatasan-pembatasan dalam menggunakan/memanfaatkan fasilitas stadion, termasuk untuk aktifitas keolahragaan dengan alasan sterilisasi, Padahal dari uang rakyat-lah stadion ini dibangun, dari kumpulan uang pajak atau retribusi yang mereka bayar dengan harapan dapat dirasakan manfaatnya oleh keseluruhan masyarakat 

Sebaiknya, pengelolaan APBD betul-betul diprioritaskan untuk bagaimana menyelesaikan tugas/ urusan wajib pemerintahan, yang sudah diatur jelas didalam undang-undang. Yaitu pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan, penataan ruang dll yang masih banyak mengalami masalah. 

Hampir tiap tahun bahkan per semester mahasiswa/pelajar melakukan aksi demonstrasi mengenai biaya pendidikan yang memberatkan, praktek-prektek transaksional, keterlambatan gaji atau tunjangan, begitupun di bidang kesehatan, persoalan upah tenaga kesehatan yang masih di bawah upah minimun, pelayanan yang masih menerapkan praktik-praktik bisnis, keluhan tentang jalan yang berlubang dan gelap, lapangan pekerjaan yang sedikit, pupuk yang mahal dan langka serta penegakan hukum termasuk didalamnya pemberantasan korupsi, dst.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun