Namun dalam karya tersebut tiap orang harus menyesuaikan diri dengan kebersamaan, spirit-spirit individualitas merupakan ancaman bagi pulau utopia tersebut, di samping itu perbincangan mengenai politik di luar lembaga politik diharamkan, jika kedapatan adanya adu gagasan politik di luar lembaga yang bersangkutan tak segan-segan maka balasan yang diberikan adalah dipersekusi dengan hukuman mati, meskipun tidak ada pemimpin yang menonjol di Negeri itu saya merasa utopia ala More tersebut terdapat sensasi yang indah sekaligus sensasi yang gelisah.Â
Lantasan terdapat distopia dalam tataran masyarakat utopia tersebut karena menjadi tak nikmat sekali apabila perbincangan politik tak patut lagi diucapkan di luar lembaga politik karena dianggap dapat menggeserkan tatanan kesejahteraan yang telah dirumuskan. Meskipun di pulau utopia urusan makan dan tidur telah tersedia  namun  Ruang-ruang individu menjadi terhimpit karena kebersamaan menjadi landasan kekuatannya. Â
Gagasan More dikritik pula oleh Marx sebagai bentuk sosialisme yang tidak ilmiah karena More hanya menjelaskan kesimpulan-kesimpulan keindahan yang ada di pulau itu, bagi Marx yang perlu dibangun adalah bagaimana cara mencapai tujuan itu. Â
Marx sendiri  melihat bahwasannya para filsuf sibuk memikirkan dan menafsirkan dunia tugas kita adalah bagaimana cara untuk merubahnya, adapun cara merubahnya telah dirumuskan beliau dengan pisau analisis Materialisme Dialektika Historis-nya atau dapat disingkat menjadi MDH.Â
Marx meyakini dengan mengikuti MDH sosialisme ataupun komunisme akan dapat tercapai karena kapitalisme akan mati karena sedang menggali liang lahatnya. Dalam menuju kematian kapitalisme itu perlu adanya perlawanan-perlawanan dari kelas-kelas proletar sebagai jalan menuju kejayaan dan kesempurnaan cita-cita sesuai dengan hukum-hukum dialektika sejarah.
Menjadi terbenak pula dalam pikiran ku yang jauh dari kata sempurna ini bukankah Marx juga menciptakan utopianya, utopia yang tidak terletak pada hasil yang diidamkan Yakni masyarakat sejahtera tanpa kelas melainkan dengan cara-cara MDH masyarakat kapital pasti akan terjun menuju liang lahatnya. Apa yang menggaransi mempraktikan MDH benar-benar bisa terciptanya kesejahteraan seperti yang didambakan?Â
Bagiku Banyak penulis-penulis yang mansyur yang membangkitakan gairah maupun harapan akan keindahan dimassa depan yang perlu diperjuangkan dengan merelakan masa kini lalu bertindak secara militan untuk dipraktikkan dengan dilandaskan oleh pikiran para penulis-penulis handal.
Entah mengapa selalu terbenak dalam diriku ketika mencoba menikmati narasi-narasi ideologi emansipasi ataupun pembebasan terdapat interupsi dengan pertanyaan apakah benar hal-hal sempurna sebagaimana yang dikonsepsikan itu benar-benar sesempurna Ketika hal yang dianggap sempurna itu dijalankan?
Terlebih lagi narasi-narasi tersebut kerap menjadi alasan untuk merelakan masa kini demi masa depan yang brilian, sebagaimana Komunisme klasik meyakini untuk mendapatkan kesejahteraan dapat ditempuh dengan jalan revolusi, namun cara tersebut tak sedikit tumpahan darah yang harus bercucuran, begitu juga dengan gagasan ekonomi kapitalisme yang menggaungkan tentang kesejahteraan dapat ditempuh melalui pasar bebas untuk mendapat kesejahteraan yang pada akhirnya pandangan itu Ketika dipraktikan justru menimbulkan penghisapan dan ketimpangan.
Lebih parah lagi perbincangan akan ideologi dewasa ini kerap menjadi landasan untuk mempersekusi pikiran dengan dalih mendapatkan keadilan. Sentralisasi-sentralisasi gerakan maupun pemikiran dengan dalih kemanusian justru menjadi kontradiksi karena langkah-langkah yang ditempuh kerap mensayat nilai-nilai kemanusaian. Â
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendalami narasi kiri maupun kanan. Tulisan ini juga tidak bermaksud untuk menguliti pemikiran Thomas More maupun Karl Marx  jadi saya tidak perlu untuk melanjutkannya lebih jauh lagi.Â