Â
Pertama dari pandangan Ilmu Astonomi dan pemahaman mengenai jagat raya, manusia hanyalah salah satu makhluk kecil yang berada di planet bumi nebula, berada di tepi kosmik jika di bandingkan dengan luasnya keberadaan jagat raya.Â
Berdasarkan logika Darwin kita dapat memahami, manusia marupakan makhluk yang mampu bertahan dari seleksi alam dan mampu membentuk peradaban yang dimana proses itu terjadi dimulai dari beberapa dasawarsa terakhir ini, hingga manusia berada pada rantai makanan tertinggi.Â
Berdasarkan ilmu biologi historis yakni mengacu pada Genomnya Kita dapat mengatakan manusia sebagai makhluk homo sapiens yang belum lama telah banyak melakukan banyak hal yang sebelumnya belum pernah kita lakukan, ada banyak hal yang tidak diketahui oleh umat sapiens tentang rahasia dari  alam semesta ini.Â
Namun dari ketidaktahuan itulah muncul banyak pertanyaan-pertanyaan di dalam konpleksitivitas volume otak yang dimiliki homo sapiens untuk mencari tau dan menciptakan sesuatu yang belum pernah diciptakan sebelumnya dengan kemampuan berifikir, mencari tau hingga melakukan revolusi kognitif.
Jauh pada masa pemburu pengumpul, homo sapiens sebenarnya sudah banyak menciptakan suatu gebrakan besar dalam menciptakan suatu hal. Salah satu faktornya adalah kemampuan kognitif yang dimiliki. Dengan itulah kita dapat merasakan apa yang sedang kita rasakan.Â
Di abad ke-21 ini, kita hidup di zaman teknologi informasi tanpa batas Mungkin apa yang kita rasakan pada abad-21 ini seperti dapat mengakses pesan melalui perangkat yang disambungkan akses internet yang pesan dapat terkirim secepat mungkin tanpa harus membuat surat yang dituliskan di selembar batang kayu yang diukir dengan tulisan aksara untuk dikirim yang belum tentu mendapatkan balasan sebagaimana yang terjai pada zaman dahulu, begitu juga dengan menaiki benda bermuatan logam dan besi untuk menjelajah daratan yang sering kita sebut dengan nama mobil, benda yang dapat terbang melewati melaui udara dengan menyeberangi dataran dan lautan yang sekarang kita  sebut dengan pesawat.Â
Tidak hanya itu berdasarkan perkembangan sains dan teknologi dengan kemampuan kognitif, manusia mampu ciptaan sebuah benda yang dapat terbang ke atas yang dapat mendarat di satelit bumi yaitu bulan bahkan menjelajahi luar angkasa yang sekarang kita kenal dengan pesawat luar angkasa seperti Viking, Volyager, dan Rocket.Â
Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang mungkin hanya ada pada khayalan pada umat sapiens di era zaman batu atau bahkan lebih jauh lagi pada zaman pemburu pengumpul. Bahkan hal itu bisa jadi  merupakan suatu hal yang di anggap  mustahil atau utopis untuk terjadi bagi pandangan kaum pemburu pengumpul.
Namun, pada realitanya apa yang mungkin dikhayalkan oleh umat zaman batu maupun pemburu pengumpul dapat terealisasikan oleh umat homo sapiens pada abad ke 21 ini dengan kemampuan koknitif yang diimiliki dengan memanfaatkan perkembangan sains dan teknologi. Yang jadi pertanyaan ialah bagaimana dengan tingkat kebahagiaannya? Apakah dengan adanya teknologi tanpa batas, umat sapiens bisa jauh lebih bahagia dari pada masyarakat pemburu pengumpul? Apakah para pencipta teknologi itu telah memikirkan secara matang hal-hal kemungkinan apa saja yang mungkin terjadi ke depannya pada akhir abad ke-21?
Secara sekilas mungkin seseorang akan berpikiran bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi tampa batas dan meningkatkan kecanggian kehidupan di dunia dunia maka semakin bahagialah seseorang karena dapat membantu kehidupan manusia secara cepat dan gampang. Hampir semua umat sapiens di abad ke-21 ini secara mayoritas memiliki smartphone canggih dan kita lebih sering menatap pada layar monitor dengan sistem yang di kenal dengan sebutan algoritma.Â
Di era sekarang ini tidak sedikit umat sapiens banyak melakukan komunikasi sosial ataupun berdialektika di dalam monitor genggaman pribadi daripada berdialektika secara nyata dengan adanya pertemuan fisik.Â
Umat sapiens menjadi tidak bisa di jauhkan dengan teknologi algoritma yang dimilikinya seperti halnya smartphone, hal itu membuat kehidupan manusia seperti hidup di dunia artifisial dan virtual. Memang Mark Zuckerberg pernah memiliki keinginan untuk menyatukan manusia secara global dengan akses yang mudah untuk saling berteman, beromunikasi sosial, berdialektika dengan pesan singkat  tanpa harus berjumpa secara fisik dengan suatu sistem algoritma yang kita kenal dengan nama Facebook, dengan mudahnya kita memberi informasi-inforamsi kita berikan kepada algoritma seperti hal-hal kecil yakni mengisi biodata diri dan lain lain tampa kita mengetahui sebenarnya data yang kita berikan itu kemana dan untuk siapa data itu di dapatkan.Â
Kita pun sangat menikmati hidup di bawah sistem algoritma, karena memberi kenyamanan menghabiskan beberapa jam waktu untuk menatap layar monitor meskipun yang ditatap terkadang bukanlah sesuatu hal yang penting.Â
Bahkan yang terjadi pada era ini adalah dimana algoritma itu jauh lebih mengetahui tentang diri kita dari pada kita sendiri seperti halnya dengan kita sering menonton youtube berulang kali yang dimana ketika suatu saat kita ingin menonton lagi youtube terkadang dapat memberikan rekomendasi yang tepat untuk kita tonton berdasarkan historis apa yang pernah kita tonton sebelumya, memang hal ini terlihat sempele tetapi secara tidak langsung terjadi karena adanya akses data yang di dapatkan oleh kemampuan algoritma.Â
Yang jadi pertanyaan lain iyalah Apakah kita telah mengkhianati fisik manusia untuk menjalani kehidupan secara nyata tampa terlalu banyak hidup di kehidupan artivsial? Masyarakat pemburu pengumpul walau tidak di bawah genggaman teknologi algoritma tetapi mereka dapat menjalani kehidupan secara nyata, menikmati nilai kekeluargaan yang memiliki harapan dengan berkumpul bersama saling melengkapi tanpa harus tunduk ke bawah berjam-jam untuk menatap layar smartphone.
Pada zaman dulu, sebelum ditemukan teknologi internet untuk mengirim pesan singkat, seseorang menulis pesan di atas kertas dengan penuh hikmat dan berhati-hati dengan harapan agar pesan tersebut dapat dibalas juga dengan hikmat dan kata yang hati-hati dengan mengharapkan jawaban pesan yang penuh kebahagiaan pula.Â
Namun, bagaimana dengan di era sekarang? Bukannya kita menulis pesan dengan harapan dapat menerima balasan cepat tanpa menulis dengan memperkirakan hikmat dan hati-hati seperti masyarakat pemburu pengumpul. Tidak sedikit pesan yang dituliskan di media sosial akhirnya merujuk kepada subuah ajang pembulian.Â
Kita telah hidup di era dengan penuh pengetahuan ada banyak hal yang kita ciptakan di abad ke-21 ini. Ilmu-ilmu baru pun terus berkembang seperti pengembangan dunia artificial intelegence, bio teknologi dengan banyak melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya seperti melakukan rekayasa genetika yang telah diterapkan pada makhuk hidup bahkan pada manusia yang pertama kali dilakukan di Amerika Serikat oleh Brian Madeux  dari Arizona.
Manusia telah dapat merancang dan merekayasa genetikanya sendiri, untuk melakukan percobaan itu tentunya membutuhkan modal yang besar dengan memanfaatkan ilmu sains.Â
Bukan tidak mungkin bagi seorang yang memiliki banyak modal untuk melakukan eksperimen untuk mengembangkan percobaan-percobaan dengan ilmu bio teknologi untuk menghasilkan makhluk super genetik atau manusia superior dengan memanfaatkan ilmu sains oleh para sainstis.Â
Bagaimana dengan orang yang tidak memiliki modal yang juga ingin memiliki super genetic? Akankah terjadi ketimpangan di bumi ini antara umat super genetik dan umat genetik alamiahnya? Tidak hanya itu, pengembangan artificial intelegence pun semakin terus dikembangkan di era abad ke-21.Â
Tingkat kebenaran pun tidak lagi berdasarkan pemikiran tapi sering mengacu berdasarkan google, amazon, explore yang lebih banyak memahami suatu hal seperti informasi daripada manusia itu sendiri dengan kemampuan menginput data. Mungkin sekarang kita masih pada tahap seperti itu.Â
Bukan tidak mungkin kedepannya pengembangan artificial intelegence, robotik, dan lain-lain dapat lebih unggul dari manusia dan bukan tidak mungkin kita akan diperintah secara tidak langsung oleh apa yang dibuat oleh manusia itu sendiri, karena mereka jauh lebih pintar daripada kita yang dimana sudah cukup banyak robotic yang diciptakan yang kemampuannya bisa menyetarai manusia dalam bebrapa hal atau bahkan lebih.Â
Pekerjaan pun bisa diambil alih seperti pengacara dengan kemampuan sensorik dan data-data yang tersimpan di memori chips untuk menganalisa psikologis para hakim. Albert Eistein telah menemukan bom atom yang dimana bisa dikembangkan untuk membentuk bom nuklir yang jika itu diluncurkan dapat menjadi bom bunuh diri dan memusnahkan separuh makhluk di bumi.
Jadi apakah perkembangan teknologi tanpa batas merupakan suatu keuntungan atau justru menjebak peradaban umat manusia? mungkin hal ini bisa saja di anggap merupakan suatu narasi dengan ketakutan yang bersifat utopis. Tetapi bukan tidak mungkin hal akan terjadi dengan perkembangan sains yang melesat cepat dan tidak di kendalikan dengan perhitungkan aspek-aspek apa yang akan terjadi, hingganya yang terjadi si pembuat rantai makanan tertinggi adalah robotik algoritma itu sendiri yang dimana diciptakan oleh manusia itu sendiri.
Referensi
1. Â Noah Harari, Yuval. 2017. Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
2. Â Noah Harari, Yuval. 2017. Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia. Jakarta: Alvabet
3. Â Noah Harari, Yuval. 2017. 21 Lessons: 21 Adab Untuk Abad Ke 21. Jakarta: Global Indo Kreatif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H