Alokasi Subsidi
Tahun 2018 pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi sebanyak Rp. 218,9 trilliun, tahun 2019 sebanyak Rp. 212,3 trilyun, sementara tahun ini hanya sebanyak Rp.199,7 trilliun. Artinya pemerintah memangkas Rp. 12 Trilliun, dan dari tahun ke tahun anggaran subsidi menunjukkan trend menurun sebanyak 3,5 - 5%.
Pemerintah mengelompokkan anggaran subsudi dalam dua kategori; Â subsidi energi sebanyak Rp. 137,5 trilliun terdiri dari (subsidi BBB & Elpiji, Subsidi Listrik) dan subsidi non energi sebanyak Rp. 62.2 trilliun (subsidi pupuk, public service obligation (PSO), DP perumahan, pajak, dll.
Lima tahun masa pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla yang fokus pada infrastruktur jalan, jembatan dan pembangkit listrik serta pembangunan bendungan. Masa lima tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dinyatakan akan fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Akankah pemangkasan anggaran subsidi dialihkan pada sektor pengembangan sumber daya manusia.?
Pada prinsipnya, negara-negara maju selalu unggul pada bidang industri dan jasa, yang menjadi pertanyaan adalah jalan mana yang Indonesia pilih untuk menjadi negara maju? Sebagai negara agraris dan maritim maka seharusnya Indonesia fokus mengembangkan industri dan jasa pada dua sektor ini.
Pada tahun ini, pemerintah mengalokasikan subsidi BBM dan subsidi pupuk, subsidi listrik. Selain itu, juga meluncurkan berbagai bantuan modal usaha untuk UMKM, menyiapkan KUR dan bantuan sosial melalui berbagai program pengentasan kemiskinan seperti Program Keluarga Harapan, program bantuan bedah rumah dll. yang tentu dengan anggaran ratusan trilliunan rupiah.
Dengan alokasi subsidi dan bantuan tersebut, apakah signifikan mengeluarkan petani dan nelayan dari daftar keluarga tidak mampu, dan akankah meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga Indonesia akan menjadi negara maju.?
Berpihak pada kebutuhan prioritas
Keberpihakan alokasi subsidi dan bantuan sosial oleh pemerintah dan pemerintah daerah semestinya diarahkan pada kebutuhan dasar (baca; prioritas) para petani. Seorang petani Indonesia kini, terlalu banyak menikmati subsidi dan bantuan sosial tetapi sama sekali tidak menyelesaikan masalah utamanya yakni kebutuhan akan infrastruktur pengairan / irigasi (air).
Tahun 2020 ini, pemerintah mengalokasikan subsidi BBM sebanyak Rp. 18.8 trilliun, subsidi LPG Rp. 52 trilliun, subsidi pupuk Rp. 26,6 trilliun dan subsidi listrik sebanyak Rp. 62.2 trilliun.
Jika anggaran subsidi sebanyak ratusan trilliun tersebut dialihkan untuk membangun infrastruktur bendungan, berikut jaringan irigasi dan pompanisasi untuk menjamin ketersediaan air bagi petani maka sesungguhnya petani tidak lagi membutuhkan subsidi BBM, subsidi pupuk, bantuan alsintan serta bantuan bibit.
Selama ini, penyiapan program KUR oleh pemerintah cenderung menjadi beban bagi petani akibat gagal panen karena lahan pertanian kekurangan air dan curah hujan yang tidak menentu.
Kedepan, saat air tersedia dan anggaran subsidi pupuk (kimia) dicabut maka pemerintah dan pemerintah daerah sudah harus berpikir mengalihkan keberpihakan pada pelatihan pertanian organik guna mendorong daya saing hasil petani pada pasar global. Anggaran subsidi tersebut akan lebih bermanfaat jika dialihkan menjadi program pelatihan pembuatan pupuk organik, bio gas dan mendorong produksi bahan baku energi terbarukan.
****
Semuanya tak semudah membalikkan telapak tangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H