Mohon tunggu...
Andi Gusti Makkarodda
Andi Gusti Makkarodda Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Potensi Wajo dan Ancaman Danau Tempe

22 Juni 2019   12:16 Diperbarui: 22 Juni 2019   12:36 1204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingginya curah hujan beberapa minggu terakhir yang mengguyur pulau Sulawesi mengakibatkan banjir pada beberapa kabupaten, seperti Soppeng, Sidrap, Wajo dan Bone propinsi Sulawesi Selatan. Hal sama terjadi di popinsi Sulawesi Tenggara, viralnya berita gambar dan video tentang kondisi banjir yang terjadi di kabupaten Konawe Utara menurunkan level kesedihan dan membuat permakluman masyarakat Sulawesi Selatan, akan tetapi permakluman atas situasi yang lebih ringan dibandingkan kondisi propinsi tetangga tersebut, tidak cukup memberi jaminan bahwa banjir yang kini melanda dan menimbulkan kerugian materil tersebut, tidak akan menjadi ancaman pada tahun mendatang, terkhusus banjir akibat luapan air danau Tempe.

Luapan Danau Tempe

Potensi Danau Tempe yang terletak disebelah barat kota Sengkang (ibukota kabupaten Wajo), tampak indah dan akan mempesona, saat anda berdiri memandangnya dari atas gunung Pattirosompe atau "Bulu alauna Tempe" (baca: Gunung Pattirosompe  atau Gunung yang berada dibagian Timur Danau Tempe). Pontensi sumberdaya diperairan air tawar ini, dengan berbagai keanekaragaman hayatinya diperkirakan memiliki luas pada kondisi normal 8.240,76 Ha, menyusut dari 17.611,87 Ha. pada tahun 1989. _(Sumber; LIPI)._ Pada kondisi banjir, luas genangan  diperkirakan mencapai 30.000 Ha. hingga 60.000 Ha. Sementara kedalaman  terus berubah dari puluhan meter berubah menjadi 1,5 meter. 

Presiden pertama republik Indonesia, Ir. Soekarno pernah meminta produksi ikan Danau Tempe dikirim ke pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhan pasar dan sebagai menu makanan pada Lembaga Permasyarakatan di DKI. Jakarta atas melimpahnya produksi dan beragamnya spesies air tawarnya.

Danau ini disebut unik karena merupakan danau tektonik dan posisinya berada ditengah aliran sungai, menampung limpahan air dari beberapa sungai kecil serta dari dua sungai besar, yakni Sungai Cenranae Kab. Soppeng dan Sungai Bila kabupaten Sidrap. Tampungan air Danau Tempe pun hanya terbuang melalui sungai Cenranae kabupaten Bone yang mengalir dan bermuara ke Teluk Bone.

Penyelamatan Rawa dan Danau

Danau Tempe hanya salah danau dari 38 rawa dan danau yang dimikili oleh kabupaten Wajo. Danau dan rawa tersebut tersebar di kecamatan Sabbangparu, Belawa, Majauleng, Pammana, Bola.

 Tingginya curah hujan di tetangga kabupaten Wajo, seperti Enrekang dan Sidrap, serta Bone dan Soppeng akan berpotensi meluapnya Danau Tempe dan menggenangi kecamatan Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo, Belawa serta sebagian Majauleng dan Pammana.

Jika curah hujan tinggi di kab. Wajo maka ancaman banjir di kota Sengkang dan bagian utara kabupaten Wajo seperti Siwa kecamatan Pitumpanua akan mengulang kejadian pada tahun 2014 dan 2017 lalu.

Menyelesaikan masalah banjir di kabupaten Wajo, wajib menjadi pekerjaan utama bagi pemerintah daerah dan harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah propinsi dan pusat karena masalah ini melibatkan berbagai kabupaten yang berada di daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Bila dan Walennae. Pemerintah daerah wajib duduk bersama menyusun agenda aksi.

Proyek multiyears berupa pembuatan sembilan pulau dikawasan Danau Tempe dengan cara mengeruk sedimentasi untuk mengembalikan kedalaman, tentu tidak bisa berdiri sendiri. Proyek dari pemerintah pusat dengan anggaran 1,8 triyun rupiah tersebut diperkirakan selesai tahun 2019, perlu didukung dengan program lain seperti: pertama; Penataan dan penertiban aktivitas tambang golongan C, penanaman pohon dan penghentian penebangan kayu disepanjang DAS Bila dan DAS Walennae. kedua; Menghalangi masuknya sedimentasi dengan cara pembuatan Dam di DAS Bila kab.Sidrap dan Walennae kab. Soppeng, ketiga; penentuan dan penetapan tapal batas kawasan danau tempe dan tidak boleh dikelola untuk aktivitas tambang dan pertanian. 

Proses pendangakalan Danau Tempe, bisaja lebih cepat terjadi dibandingkan masa tiga tahun pembuatan puluan yang sementara menelan biaya trilyunan rupiah terssebut jika tanpa program pembenahan lingkungan dan ekosistem di hulu DAS.

Infrastruktur dan Potensi Pertanian

Kabupaten Wajo dikenal sebagai penghasil gabah terbanyak setelah kabupaten Karawang. Namun taukah kita?  Pemerintah hanya mampu menyiapkan irigasi kisaran 25% dari total 100.774 Ha. lahan persawahan yang tersebar di empat belas kecamatan.

Total produksi petani kab. Wajo mencapai 0,91 juta ton per tahun 2018 atau setara dengan Rp.
4.91 Trilyun dengan harga Gabah Kering Giling (GKG) Rp. 5.400 per Kg. Artinya kemampuan produksi petani adalah tiga kali lipat dibandingkan kemampuan APBD  kab. Wajo yang hanya berkisar Rp. 1.4 triliun per tahun, apalagi jika membandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah yang hanya 125 Milyar per tahun. 

Namun dengan data itu, apakah petani kita merasakan kesejahteraan? Bagi para penikmat angka-angka kesejahteraan, maka jawabannya tentu sejahtera. Tetapi fakta lain menunjukkan bahwa biaya produksi petani pada musim galuh dan musim rendeng sangat jauh berbeda. Mayoritas lahan persawahan adalah tadah hujan dan sangat tergantung pada pompanisasi air tanah (sumur bor). 

Fakta lain menunjukkan harga GKG ditingkat petani tidak pernah sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Tradisi menanam, panen, mengeringkan, menyimpan hingga mengolah gabah menjadi beras telah berubah total. Pada umumnya petani hanya bercocok tanam hingga panen, sehingga pada umumnya para petani kembali membeli beras.

Hilangnya diversifikasi usaha tani

Jika dulu, petani melakukan praktik diversifikasi usaha seperti beternak dan bertani. Hari ini sulit ditemukan, berubahnya mekanisasi alat pertanian adalah salah satu faktor penyebab. Dulu menggunakan sapi - kerbau untuk membajak dan menggunakan kuda untuk mengangangkut hasil panen. Kini semua tergantikan oleh mesin-mesin pertanian, dengan hadirnya mesin transplanter (mesin tanam), combine  harvester (mesin panen), singkat kata, teknologi berhasil mempersemoit ruang para buruh tani. 

Hilangnya diversifikasi pangan

Jika bukan nasi maka bukan kegiatan makan namanya. Persepsi ini pun berkembang dan  menjadi dijadikan alat ukur kelas sosial. 

Perepsi tersebut membuat masyarakat gagal paham sehingga masyarakat menjadi tak bersemangat menanam pisang dan umbi-umbian. Memakan masakan nasi tanpa campuran umbi atau pun pisang diidentikkan dengan kesejahteraan. 

Padahal pisang, sereal, umbi dan sagu adalah bahan makanan pokok masyarakat nusantara dan lebih identik dengan makanan sehat.

Gas Untuk Petani

Jika pemerintah mampu menyiapkan air untuk 75% lahan persawahan tadah hujan di Wajo. Maka bisa dipastikan bahwa biaya produksi petani di Wajo akan lebih murah. 

Kemampuan produksi pun bisa berkali lipat karena memungkinkan panen sebanyak lima kali dalam dua tahun. 

5 MMBTU produksi gas alam cair dari blok Sengkang adalah jatah pemda yang tidak pernah dimanfatkan. Semestinya jatah gas tersebut dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk memompa air Danau Tempe ke daerah ketinggian yang ada di Tanasitolo dan Majauleng. 

Kelurahan Paria, Cinnongtabi, Uraiang, Macanang, Wajoriaja, Palippu dan Mario, adalah daerah ketinggian dengan ratusan hektare cerukan yang berpotensi diubah menjadi DAM kering sebagai tampungan air Danau Tempe.

Diversifikasi sumber pendapatan daerah seharusnya tidak ditumpuhkan pada pendapatan daerah yang memberatkan masyarakat seperti retribusi dan pajak daerah. 

Perencanaan BUMD membangun pembangkit untuk menjual produksi listrik kepada PT. PLN seharusnya bukan pilihan utama, disamping PT. Energi Equipty Sengkang telah melakukan jenis usaha yang sama lebih dahulu dan ribetnya mekanisme penjualan jika ingin mendapat harga jual yang sama. 

Pilihan BUMD seharusnya menyiapkan listrik murah untuk Perusahaan Daerah yang bergerak untuk menyiapkan air minum dan perusahan daerah yang bergerak dalam penyiapan air untuk pertanian. 

Pemda seharusnya berpikir memberikan peluang energi tersebut untuk petani, membangun pembangkit listrik untuk pompanisasi air Danau Tempe demi tersedianya air murah untuk pertanian Wajo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun