Mohon tunggu...
Andhita Nur Jaya Oktaviana
Andhita Nur Jaya Oktaviana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Jember University

Mahasiswa Jurusan Ekonomi Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dalam Genggaman Fluktuasi: Peran Nilai Tukar Rupiah dalam Perekonomian Indonesia

11 November 2024   21:58 Diperbarui: 11 November 2024   22:15 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nilai tukar rupiah memainkan peran sentral dalam perekonomian Indonesia, sebuah negara yang memiliki ketergantungan tinggi pada perdagangan internasional dan investasi asing. Di tengah ketidakpastian global, fluktuasi nilai tukar menjadi isu yang semakin signifikan dan berdampak luas pada stabilitas ekonomi Indonesia. Meski Bank Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang yang terkelola/managed floating exchange rate, nilai rupiah tetap berfluktuasi dipengaruhi oleh arus modal asing, kondisi ekonomi global, dan kebijakan domestik. Sejauh mana peran nilai tukar ini memengaruhi perekonomian Indonesia, dan bagaimana pemerintah mengelola risiko dari volatilitas ini?

Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkelola: Antara Kebebasan dan Pengendalian

Indonesia mengadopsi sistem nilai tukar mengambang terkelola sejak krisis finansial Asia 1997-1998, yang memaksa banyak negara di kawasan ini, termasuk Indonesia, untuk beralih dari sistem nilai tukar tetap ke nilai tukar yang lebih fleksibel. Dalam sistem ini, nilai tukar rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar, namun Bank Indonesia tetap memiliki kendali untuk melakukan intervensi guna mencegah fluktuasi yang terlalu drastis. Intervensi ini biasanya dilakukan melalui operasi pasar terbuka, seperti pelepasan cadangan devisa, atau penyesuaian suku bunga untuk mengendalikan inflasi dan menjaga daya tarik instrumen investasi dalam rupiah.

Sistem mengambang terkelola memungkinkan fleksibilitas dalam merespons dinamika global, tetapi juga menuntut perhatian ekstra, mengingat setiap perubahan besar dalam kurs dapat mengganggu keseimbangan ekonomi. Ketika rupiah terdepresiasi secara tajam, misalnya, Bank Indonesia biasanya turun tangan agar volatilitas tidak mengganggu sektor riil maupun sektor keuangan.

Peran Nilai Tukar dalam Stabilitas Ekonomi dan Sektor Riil

Nilai tukar berperan penting dalam beberapa aspek perekonomian, terutama dalam hal inflasi, neraca perdagangan, dan daya beli masyarakat. Berikut adalah beberapa dampak signifikan dari fluktuasi nilai tukar:

1. Dampak pada Inflasi dan Daya Beli

Nilai tukar yang berfluktuasi memengaruhi harga barang-barang impor, khususnya barang modal dan bahan baku yang masih banyak didatangkan dari luar negeri. Saat rupiah melemah, biaya impor meningkat, yang berdampak pada harga produk akhir di pasar domestik. Kenaikan harga ini dapat memicu inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat, terutama mereka yang berada dalam kelompok berpenghasilan rendah. Dalam situasi ini, Bank Indonesia sering kali menaikkan suku bunga untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi. Namun, langkah ini membawa konsekuensi lain bagi dunia usaha yang bergantung pada pembiayaan berbunga rendah.

2. Dampak pada Ekspor dan Neraca Perdagangan

Depresiasi rupiah sebenarnya bisa menguntungkan sektor ekspor, karena harga produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar global. Namun, manfaat ini sering kali dibatasi oleh ketergantungan tinggi pada bahan baku impor. Produk ekspor seperti barang-barang manufaktur masih mengandalkan impor bahan baku, sehingga depresiasi rupiah juga menaikkan biaya produksi. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mendorong industri yang memiliki kandungan lokal tinggi agar manfaat dari pelemahan rupiah bisa lebih maksimal dirasakan oleh eksportir domestik

3. Dampak pada Investasi Asing dan Arus Modal

Fluktuasi nilai tukar rupiah memengaruhi persepsi investor asing terhadap risiko berinvestasi di Indonesia. Ketika rupiah mengalami pelemahan tajam, investor mungkin merasa waswas dan menarik dananya untuk dialihkan ke mata uang yang dianggap lebih aman, seperti dolar Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan tekanan tambahan pada cadangan devisa nasional dan menciptakan siklus volatilitas nilai tukar yang semakin sulit dikendalikan. Untuk menarik investor asing, Bank Indonesia sering kali menaikkan suku bunga acuan, tetapi langkah ini berdampak pada sektor bisnis domestik yang harus menanggung beban bunga yang lebih tinggi.

Langkah Strategis untuk Meminimalkan Risiko Volatilitas Rupiah

Dalam menghadapi tantangan tersebut, beberapa strategi yang bisa diterapkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia meliputi:

1. Memperkuat Fondasi Ekonomi Domestik

 Pemerintah perlu mengurangi ketergantungan pada impor, terutama untuk bahan baku dan energi. Peningkatan produksi domestik dan diversifikasi ekonomi dapat membantu mengurangi dampak negatif depresiasi rupiah terhadap harga barang dalam negeri. Pemerintah juga bisa memperkuat sektor industri yang memiliki nilai tambah tinggi untuk mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan.

2. Meningkatkan Kerja Sama Regional dan Penggunaan Mata Uang Lokal

 Melalui kerja sama dengan negara-negara di ASEAN dan Asia Timur, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi perdagangan. Mekanisme Local Currency Settlement (LCS) dengan negara-negara mitra bisa menjadi cara untuk mengurangi dampak fluktuasi nilai tukar dan menjaga stabilitas ekonomi regional.

3. Menciptakan Iklim Investasi yang Stabil dan Kompetitif

Kebijakan yang konsisten dan transparan dapat meningkatkan kepercayaan investor asing, meskipun rupiah mengalami volatilitas. Dengan iklim investasi yang lebih stabil, investor cenderung mempertahankan investasinya di Indonesia walaupun terjadi fluktuasi nilai tukar. Ini bisa dicapai melalui regulasi yang berpihak pada investasi jangka panjang dan memberikan insentif bagi sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi.

4. Penguatan Kebijakan Moneter yang Fleksibel 

Bank Indonesia perlu mengembangkan kebijakan moneter yang adaptif dan fleksibel untuk menghadapi perubahan global. Kebijakan seperti suku bunga acuan dan operasi pasar terbuka harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi domestik dan tekanan eksternal, tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi jangka panjang. Penggunaan instrumen makroprudensial, seperti pengaturan rasio loan-to-value (LTV) atau persyaratan cadangan, dapat membantu menjaga stabilitas sektor keuangan.

Dalam sistem nilai tukar mengambang terkelola, rupiah akan selalu berada dalam tekanan fluktuasi pasar global, namun dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat meminimalkan dampak negatifnya. Sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar sangat krusial untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan domestik dan tekanan global. Dengan memperkuat pondasi ekonomi, mengurangi ketergantungan pada impor, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif, Indonesia dapat membangun ketahanan ekonomi yang lebih kokoh dan siap menghadapi dinamika nilai tukar di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun