Mohon tunggu...
Andhika Dwijayanto
Andhika Dwijayanto Mohon Tunggu... -

Alumni Teknik Nuklir UGM, staf Departemen Multimedia Komunitas Muda Nuklir Nasional (Kommun). Melanjutkan kehidupan Islam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Chernobyl dan Amoralitas Media

24 Mei 2016   10:12 Diperbarui: 24 Mei 2016   10:20 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sikap amoral media massa ini patut disayangkan. Media yang seharusnya menyajikan informasi yang benar (tidak hanya berimbang), malah jadi arena penyesatan publik melalui informasi-informasi menyesatkan yang tanpa henti disuapkan pada warga masyarakat. Bukannya mencerdaskan, media malah menjadi corong pembodohan massal. Padahal, konsekuensinya tidak ringan. Opini publik yang tersesatkan oleh propaganda negatif nuklir seringkali membuat arus politik berubah. Jerman, misalnya. Jepang, yang juga mengalami kecelakaan nuklir lima tahun lalu, mendapat tekanan besar dari publik untuk tidak lagi menggunakan reaktor nuklir karena dianggap ‘berbahaya’. Meski untungnya, pemerintah Jepang masih lebih logis daripada masyarakatnya, dan memutuskan untuk mulai menyalakan kembali reaktor nuklir mereka.

Di Amerika Serikat, opini anti nuklir sedikit atau banyak berpengaruh terhadap ditutupnya PLTN Yankee Vermont. Begitu pula tekanan untuk menutup PLTN Diablo Canyon, meski lisensi operasinya masih tersisa cukup lama. Peran siapa lagi kalau bukan media massa, yang terus menakut-nakuti masyarakat dengan berbagai dampak yang berlebihan?

Padahal, ditutupnya PLTN akan berakibat buruk pada kondisi bumi. Energi nuklir merupakan penyumbang listrik bebas karbon terbesar dunia, jauh di atas energi terbarukan. Penutupan PLTN tidak akan dikompensasi oleh energi terbarukan, semua itu hanya mitos. Pada akhirnya, PLTN itu akan diganti dengan sumber energi fosil, baik batubara ataupun gas alam. Seperti Jepang yang lima tahun terakhir sangat tergantung pada gas alam untuk mengompensasi dimatikannya PLTN mereka. Padahal, keduanya adalah penyumbang terbesar pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi di bumi ini. Partikel CO2 yang dilepaskannya ke udara tidak bisa ditanggulangi—gas itu akan lepas begitu saja dan mencemari atmosfer. Lebih dari 30 ribu orang mati tiap tahunnya di Amerika Serikat saja karena partikulat dari PLTU batubara, dan berkali lipat lebih banyak korbannya di Cina. Sikap anti nuklir mengancam usaha pengendalian pemanasan global, dan malah membuat pemanasan global jauh lebih buruk dari sekarang.

Apakah para awak media pernah berpikir sejauh itu? Tentu saja tidak.

Apa yang dilakukan media massa amoral ini jauh lebih banyak berdampak buruk daripada baik. Jelas saja, dampak baik apa yang bisa didapatkan dari informasi sesat dan menyesatkan? Jika media massa terus bersikap seperti ini, maka kita tahu siapa yang hidungnya harus ditunjuk jika PLTN banyak ditutup akibat tekanan politik dan pembangunan PLTN di negeri ini terus mangkrak gara-gara tekanan warga masyarakat terhadap penguasa yang merasa takut akan ‘ancaman’ PLTN, yang sebenarnya tidak ada wujudnya.

Menilik dari reaksi berlebihan media dan kemudian publik pasca kecelakaan Chernobyl (juga Fukushima), lalu dampak kolateral yang diakibatkan reaksi tersebut (ribuan orang meninggal di tempat relokasi, dan meninggalnya atas alasan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan nuklir), bisa dikatakan bahwa ketakutan yang dibuat-buat terhadap energi nuklir membunuh lebih banyak orang daripada teknologi nuklir itu sendiri.

Tulisan ini pertama dirilis untuk menanggapi 30 tahun kecelakaan Chernobyl pada 26 April 2016 lalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun