Desa Buana yang terletak di sebelah timur Pantai Hiji, berbatasan dengan Desa Puyung dan Teludo merupakan salah satu wilayah yang makmur dan sejahtera. Sebuah anugerah akan keindahan alamnya, maka tak heran desa ini disebut sebagai desa bayang-bayang nirwana. Begitupun dengan Puyung, hal yang memiliki nilai tambah tersendiri yaitu akan corak agraris yang masih dipertahankan  di samping hamparan pasir pantai, oleh karena itu disebut unik. Berbeda halnya dengan kedua desa tersebut, Teludo ialah wilayah yang tertinggal. Masyarakatnya yang berkecukupan dan minimnya infrastruktur yang menunjang desa itu, terutama hal aksesibilitas pendidikan dan bangunan sekolah yang layak pakai.
Ini adalah sebuah kisah tentang seorang anak yang visioner, jujur, bertekad baja dan atensinya yang menggelora untuk mengubah nasib desanya menjadi lebih baik. Ia adalah Zuhri lahir di Teludo dan sekarang menanjak usia 10 tahun. Â Sepetak ruang yang beralaskan keramik retak yang sebagiannya lagi telah memerah karena tanah, beratapkan triplek dan bambu yang diterangi dengan lampu minyak menjadi sandaran dan tempat berlabuh bagi Zuhri. Hal yang sederhana itu baginya segalanya.
Setiap Minggu pukul delapan pagi hari, saat zuhri membantu orang tuanya. Ia bersiap bergegas membantu pekerjaan Ayah di ladang, Puyung bagian selatan. Mengambil hasil bumi yang siap panen, ditimbang beratnya yang kemudian dijual ke pengepul ladang. Hasil yang diperoleh itu kemudian diserahkan kepada pemilik ladang, dan Ayah diberi upah setengah dari hasil penjualan.
Lantas bila akan keluar dari halam rumah, tak lupa ia membaca niat Allahuma Yassir Wala Tu'assir. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ayahnya, doa tersebut bertujuan agar segala aktivitas yang kita kerjakan hari ini menjadi mudah dan ringan. Sekitar tiga kilometer jarak tempuh menuju Puyung, Zuhri dan Ayahnya berjalan bersama sambil menenteng cangkul dan karung serta persiapan logistik untuk makan siang. Dengan melewati hutan yang tidak begitu rimba, dan bila terlihat rangkaian talud yang berjajar rapi di sisi kiri dan kanan menandakan sebentar lagi akan sampai disana.
Setibanya, Zuhri pun terpesona dengan sekelilingnya. Akan keindahan alam, kicauan burung yang bersenandung, dan lahan-lahan hijau yang siap panen. Ia tak lupa untuk segera membantu pekerjaan Ayahnya di ladang. Disana ia mengumpulkan hasil tanaman seperti jagung, kacang, kentang, dan singkong yang telah diambil oleh Ayah, lalu dimasukkan kedalam setiap karung yang telah dipisah jenisnya.Â
Beberapa jam perut terasa lapar setelah menempuh perjalanan tadi, Zuhri menginisiatif untuk mempersiapkan makan siang. Orang-orang yang sedang berladang juga melakukan hal yang serupa. Ketika matahari tepat di atas kepala menunjukkan waktu sudah siang, mereka pun bersantap bersama-sama.
Pukul tiga sore sepulangnya dari ladang, Zuhri bergegas mencuci kaki di kran yang berada di samping rumahnya dan membersihkan badan di bilik umum yang dekat dengan belakang rumah. Setelah terasa segar, bersiap untuk melanjutkan tugas sekolahnya yang diberikan guru  pekan lalu. Saat itu  memang sedang cuti tanggal merah, SD Harapan Teludo diliburkan maka tugas sekolah diberi kelonggaran tenggat waktu pengumpulan.
Bila membahas sekolah, Zuhri kerap dikenal sebagai siswa laki-laki yang berprestasi, rajin bertanya dan aktif menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru-guru yang mengajarnya. Dalam hal olahraga, ia juga disenangi oleh teman-temannya. Ada suatu cerita, ketika bermain bola ia mempunyai strategi cemerlang dan yang memacu semangat rekan satu timnya di lapangan yang pada saat itu lawan tandingnya ialah satu tingkat kelasnya dibanding mereka.Â
Zuhri yang berposisi sebagai playmaker penyerang mampu mendobrak pertahanan lawan dan membalikkan keadaan. Alhasil ia dan teman-temannya berhasil menang. Begitupun dalam pergaulannya di masyarakat, ia memiliki kepedulian dan empati terhadap semua orang. Seperti halnya, ia diminta tolong oleh tetangganya yang sedang sakit untuk pergi ke apotek membelikan obat.
Tahrim subuh yang menggema dari surau dan kokokan ayam yang saling bersautan, membangunkan Zuhri yang terlelap dari tidurnya. Lantas melangkah ke kran untuk mengambil wudhu dan menuju ke Surau bersama Ayahnya. Mengawali hari senin yang cerah, sebelum berangkat ke sekolah ia berpamitan dengan orang tuanya. Ayahnya lanjut kembali ke ladang, sedangkan Ibunya ke pasar untuk keperluan sehari-hari. Sang Ibu menitip pesan agar Zuhri belajar dengan sungguh-sungguh agar kelak menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam perjalanan menuju sekolah, ia harus melewati jalan setapak dan kerikil, jembatan yang sudah lama, dan menyisiri lahan terbuka yang belum ada budidaya tanaman. Tiga puluh menit untuk sampai kesana, bila hanya berjalan kaki. Sedangkan jika menggunakan sepeda, waktu yang dibutuhkan lebih hemat dua kali dari sebelumnya.
Sampai di gapura sekolah yang berbahan bambu dan coran semen, seperti biasa ada upacara pada senin pagi. Selesainya, Zuhri langsung menuju ke kelas untuk mendapatkan materi pelajaran. Ia tidak bersandar pada keluhan terhadap sekolahnya, tapi etos kerja dan semangat dalam menimba ilmu inilah yang membuat setiap guru yang akan mengajarkannya menjadi tersanjung. Seakan bercerita pada gurunya, bahwa suatu saat nanti lewat pendidikan, ia akan mampu menjadi pribadi yang bernilai, sukses, dan bermanfaat. Dalam hal ini ia percaya bahwa akan ada waktunya ia akan membangun suatu tatanan masyarakat yang sejahtera dan makmur. Itulah hakikat pendidikan, kelak akan membawa suatu kemajuan bagi orang yang bertekad dan berkemauan untuk belajar.
Ohh ya, Teludo ini hanya memiliki satu bangunan sekolah yang berluaskan 50km2 dan lapangan seluas 10m2. Sekolah yang sederhana tetapi memiliki andil yang besar untuk menyebarluaskan pengetahuan bagi masyarakat. Di kelas, Zuhri aktif dalam menulis. Melalui untaian kata, menurutnya cara yang efektif untuk memberikan pesan dan informasi kepada seseorang. Apabila diperhatikan seksama, tidak ada yang salah darinya. Seorang anak sekolah dasar yang mempunyai ambisi dan ingin membangun suatu perubahan yang lebih baik, dan itu patut diapresiasi. Terlebih, diusianya yang begitu muda, ia sudah berpikir jauh kedepan. Itulah yang unik dari Zuhri.
Melihat sesuatu yang tidak biasa dari desanya, yaitu kurangnya kesadaran bagi masyarakat untuk bersekolah. Apakah ini karena faktor kurangnya penyediaan akses sekolah dan infrastruktur sosial sebagai penunjangnya? Tentu jawabannya bisa iya, bisa tidak. Seberapa pun kondisinya, mengenyam pendidikan dibangku sekolah itu hal yang utama. Bersyukur, bangunan yang menjadi sandaran dan harapan untuk mendapatkan secercah cahaya ilmu yang kelak akan berguna bagi pemiliknya.
Jika membahas hal ini, Zuhri tentu merasakan hal yang sama. Baginya, sebuah pengorbanan yang berarti, terletak pada orang tuanya yang telah membesarkan dan membimbingnya. Maka, tak patut bagi seorang anak yang enggan untuk mengabdi dan berbakti pada orangtuanya, juga halnya mendengarkan nasihat yang kemudian dijalankan. Orang tua zuhri memang hanya lulusan sekolah dasar, yang sekarang tempat zuhri bersekolah. Perkiraan sekolah itu sudah berusia lebih kurang tigapuluh tahun lamanya, dan perlahan bangunan itu terlihat sudah ingin dipensiunkan.
Zuhri sehari-harinya bermain bersama teman-temannya di seberang Desa Buana. Layang-layang menjadi kegemarannya, karena angin disana cukup kencang dan mudah untuk menaiki sebuah layangan. Dalam perjalanannya menuju kesana, ia merasakan ada sedikit perbedaan antara kondisi Teludo dan Buana. Dari bangunan-bangunannya yang corak pedesaannya ada, tetapi terlihat begitu rapih dan kokoh. Jarang ditemukan jalan yang usang, atau hal-hal yang biasanya ditemukan di Teludo.
Menjelang akhir semester, tentu sekolah akan diliburkan. Terlebih dahulu akan ada pelaksanaan ujian yang wajib diikuti oleh siswa SD Harapan Teludo. Zuhri yang telah belajar dengan giat, dapat mengerjakan soal itu dengan jujur dan tepat waktu. Saat pengumuman, ia mendapat nilai-nilai yang memuaskan dan naik tingkat menjadi kelas enam. Kedua orang tuanya bersyukur bahagia dan bangga atas putranya yaitu Zuhri.
Waktu liburan, inilah saat Zuhri mulai merenung dan mencoba menggali apa yang akan terjadi di masa depan. Ia mengelukan secarik kertas untuk mengeluarkan curahan hatinya. Dalam tulisan-tulisannya, memuat akan cita-cita, harapan, tujuan kedepan, dan pesan-pesan yang ingin ia sampaikan kepada semua orang. Pesan yang mendalam itu, layak menjadi juara apabila dilombakan. Tentu yang membaca akan ikut terasa apa yang dirasakan Zuhri. Bila dilihat seperti inilah secarik kertas dari Zuhri.
Tanggal, Minggu 27 Juni 20021
Dari Zuhri
Kepada Siapa saja yang membacanya
Pada hari itu, aku yang penasaran mencoba mengetahui akan hal itu. Bersyukur atas karunia Tuhan, dan salam sayang dan kagum kepada kedua orang tuaku yang telah membesarkan ku hingga saat ini dan bahkan telah naik ke kelas enam sd yang sebentar lagi menuju sekolah menengah pertama. Disini aku memiliki cita-cita menjadi seorang yang sukses, bernilai, dan bermanfaat bagi banyak orang. Harapanku agar Teludo menjadi menjadi makmur dan sejahtera. Kulihat juga mengapa tentangga kita hanya berlulusan dasar, dan mengapa minimnya infrastruktur diwilayah kita. Dan seberapa besar semangat kita untuk bersekolah. Tapi yang pasti Aku dan kamu yang membaca ini, menjadi tersadar akan kewajibannya kelak untuk bersama-sama bukan hanya sukses untuk pribadi tetapi juga banyak orang. Salam, yang belum tau banyak hal. Zuhrii.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H