Mohon tunggu...
Andhi Satrio Herlambang
Andhi Satrio Herlambang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hubungan Internasional, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Jangan Menyerah!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memory Diplomacy: Bagaimana Narasi-narasi Sejarah Berguna Membangun Citra dan Hubungan Antar Negara Pada Studi Kasus Indonesia-Palestina

18 Mei 2024   22:57 Diperbarui: 18 Mei 2024   22:58 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Insiden penyerangan Hamas pada 7 Oktober 2023 mendorong kembali isu bencana humaniter Palestina. Berbagai protes diselenggarakan di berbagai belahaan bumi menolak agresi militer terhadap Gaza dan menuntut gencatan senjata. Tidak sedikit dari berbagai protes tersebut menuntut pembebasan Palestina dan pendirian negara Palestina sebagai negara independen berdaulat, kembali ke batas wilayah yang telah ditentukan oleh PBB.

Hubungan diplomatik Indonesia-Palestina telah berjalan sangat lama, Indonesia dan Palestina saling mengakui kemerdekaan dan kedaulatan negara masing-masing. Sehingga isu Palestina ini sangat lumrah di dengar, bahkan banyak dari remaja dan dewasa Indonesia yang telah mengetahui isu Palestina dari ketika mereka kecil. Terdapat beberapa faktor mengapa rakyat Indonesia mendukung Palestina seperti nilai moral, ajaran agama, serta faktor historis.

"Menag juga mengingatkan, bahwa Palestina memberi dukungan atas Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 4 September 1944."

Kalimat tersebut dipetik langsung dari laman resmi Kementrian Agama Republik Indonesia di dalam publikasi yang berjudul "Kenapa Indonesia Selalu Membela Palestina, Ini Penjelasan Menag". Argumen historis tidak jarang digunakan di dalam isu Palestina di Indonesia. Hubungan baik dan keterdekatan Indonesia dengan Palestina membangun citra bagus di mata rakyat Indonesia yang berdampak kepada perancangan kebijakan luar negeri Indonesia kepada Palestina. Penggunakan narasi historis di dalam hubungan diplomatik antar negara jatuh ke dalam ranah diplomasi publik, lebih tepatnya ke dalam ranah diplomasi memori (memory diplomacy).

Diplomasi memori atau memory diplomacy sendiri merupakan salah satu bentuk diplomasi publik yang menggunakan momentum sejarah sebagai alat untuk meningkatkan hubungan diplomatik antar negara atau untuk merubah politik/kebijakan luar negeri negara tersebut. Akan tetapi diplomasi memori yang berada di dalam hubungan Indonesia-Palestina sekilas nampak berbeda. Secara umum diplomasi memori dilakukan dengan membangun hubungan secara diplomatis dengan membawakan narasi historis. Narasi "... Palestina memberi dukungan atas Kemerdekaan Indonesia..." selalu dibawa oleh pihak Indonesia dan tidak pernah dibawa oleh Palestina sendiri.

Narasi tersebut sering kali dibawa-bawa di dalam berbagai kegiatan. Seperti di dalam Rapat Paripurna DPR RI dimana anggota parlemen fraksi PKS DAPIL Riau II Syahrul Aidi Maazat yang menaikan isu Palestina ke dalam ruang rapat.

"Indonesia memiliki hutang sejarah kepada Palestina, saat Indonesia baru merdeka dan Palestina menjadi negara yang pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia"

Dilansir dari Antara News, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin juga membawakan narasi tersebut di dalam Aksi Akbar Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina. Din mengungkapkan

 "...rakyat Palestina adalah yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia.."

Narasi bahwa Palestina merupakan salah satu negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia dan mengakui kedaulatannya merujuk kepada momentum sejarah dimana Muhammad Amin Al-Husaini mengumumkan pengakuan Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia secara de facto melalui Radio Berlin. Muhammad Ali Taher, seorang pebisnis Palestina juga mendukung kemerdekaan Indonesia melalui sumbangan materil. Ali Taher mengirimkan uang melalui Bank Arabia kepada Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia.

Dukungan Palestina terhadap Indonesia tidak tanpa adanya dorongan. Alasan mengapa Palestina membantu mendukung kemerdekaan Indonesia dikarenakan Indonesia dan Palestina memiliki perasaan senasib, Pada saat itu Indonesia yang masih berada di bawah jajahan Jepang sedangkan Palestina berada di bawah kolinial Inggris, keduanya memiliki nasib yang sama dengan cita-cita kemerdekaan yang sama. Ini membuat Indonesia dan Palestina sering digambarkan sebagai hubungan antar saudara terutama di kalangan muslim penggambaran ini sangatlah populer. Seperti contohnya pada artikel berjudul "Indonesia-Palestina, Saudara yang Jauh di Mata Namun Dekat di Hati" yang diunggah oleh Badan Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Yogyakarta di laman resmi mereka. Label persaudaraan ini juga digunakan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, dalam pidatonya di acara Silaturahim dan Buka Puasa Bersama ia mengatakan"Kita tidak akan menyerah. Sekali lagi kita tidak akan menyerah. Kita akan terus membantu mendukung perjuangan saudara-saudara kita bangsa Palestina,"

Narasi yang digaungkan oleh pemerintah beserta tokoh-tokoh masyarakat ini telah menciptakan keterikatan ingatan masyarakat Indonesia terhadap Palestina dalam segi sejarah serta segi kekeluargaan. Hubungan Indonesia dengan Palestina yang dibangun dari narasi tersebut menciptakan masyarakat yang aktif dalam isu-isu seputar Palestina. Di dalam kasus konflik Israel-Palestina yang sekarang, masyarakat Indonesia sangat paham dan mengerti posisi Palestina di dalam konflik tersebut. Sehingga diadakannya protes besar-besaran di Jakarta untuk mendukung diberhentikannya konflik serta mendorong gencatan senjata permanen. Banyak terdapat masyarakat yang menyuarakan dukungan mereka untuk kemerdekaan Palestina sebagai negara independen yang berdaulat.

Kedekatan hubungan Indonesia dengan Palestina menciptakan berbagai kebijakan-kebijakan seperti kebijakan pendidikan yang memeberikan warga negara Palestina dan warga negara Yordania akses kepada pendidikan tinggi di Indonesia, pelatihan diplomat Palestina di Indonesia, kerja sama pariwisata Indonesia-Palestina, serta kota kembar (sister city) antara Jakarta dengan Al-Quds Al-Shareef. Tidak hanya itu, Indonesia mendirikan dua rumah sakit di Palestina, pertama di Gaza dengan nama Rumah Sakit Indonesia atau Indonesia Hospital yang dibangun menggunakan dana sumbangan rakyat Indonesia serta dana Muhammadiyah dan Palang Merah Indonesia (PMI), yang kedua Rumah Sakit Indonesia Hebron yang baru ditandatangani MoU-nya tahun 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun