Mohon tunggu...
Humaniora

Overfishing: Realita dan (Upaya Pencarian) Solusi

7 Mei 2018   01:19 Diperbarui: 7 Mei 2018   10:07 6498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4 Diagram MCS (Sumber: Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing Tahun 2016-2020)

Selain memperkuat MCS nasional, Johns (2013) menyatakan bahwa rencana aksi satu negara (aksi regional) tidak mencukupi untuk memperbaiki IUU fishing, sehingga diperlukan 'coordinated regional action' dengan dukungan pembangunan berkapasitas internasional. Terkait dengan 'coordinated regional action', saat ini telah terbentuk aliansi regional maupun internasional (seperti ASEAN-Wildlife Enforcement Network dan Regional Plan of Action (RPOA-IUU) di Asia Tenggara). 

Paradigma regulasi pluralistik tersebut dapat memanfaatkan keterkaitan IUU fishing dan aktivitas kriminal transnasional untuk mencapai hasil positif yang berlipat (Lindley dan Techera, 2017). Khusus di wilayah Indonesia, telah disusun suatu Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing Tahun 2016-2020. 

Gambar 3 Hubungan Utama antara MCS dan Manajemen Perikanan (Sumber: http://www.fao.org)
Gambar 3 Hubungan Utama antara MCS dan Manajemen Perikanan (Sumber: http://www.fao.org)
Pada teknis pelaksanaan MCS (Monitoring, Control and Surveillance), sangat baik jika masing-masing elemen diterapkan dengan sistem komputerisasi yang memadai, sehingga data dari tiap elemen dapat berkolaborasi dengan elemen lainnya. Selain itu adanya sistem komputerisasi ini, memungkinkan adanya koordinasi dan integrasi yang baik antara para instansi (Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Perhubungan, TNI AL, Polair, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan instansi terkait lainnya) sehingga penanganan tindak pidana perikanan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan semaksimal mungkin. Kolaborasi dari ketiga elemen MCS dan keterlibatan dari para instansi terkait dapat dilihat pada Gambar 5.1 Diagram MCS.

Gambar 4 Diagram MCS (Sumber: Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing Tahun 2016-2020)
Gambar 4 Diagram MCS (Sumber: Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing Tahun 2016-2020)
ALTERNATIF SOLUSI OVERFISHING

Solusi lain untuk mengurangi overfishing agar populasi ikan dapat dikeola  berdasarkan prinsip berkelanjutan adalah dengan menggunakan teknologi akuakultur atau biasa dikenal dengan fish farming. Secara sederhana, teknik ini adalah dengan membuat batasan tertentu untuk membudidayakan ikan. Namun, akuakultur menghadapi tantangan seperti wabah penyakit, produksi pakan, dan pembuangan limbah.  

Maka dari itu, terdapat teknologi baru dengan sistem resirkulasi air, sehingga bebas dari kontaminan dan patogen. Sistem ini dibuat dengan adanya pengolahan secara aerobik dan anaerobik, serta pengolahan lumpur yang dihasilkan dari pengolahan. Sistem ini terbukti menghasilkan produksi ikan yang efisien dari populasi dengan densitas tinggi yang terjaga dari agen penyakit (Tal et al., 2009).

Efisien dan produktif yang dimiliki oleh teknologi Akuakultur membuat permintaan terhadap teknologi ini meningkat pesat. Peningkatan permintaan penyediaan ikan dari Akuakultur akan mendorong kebutuhan perluasan wilayah untuk membentuk sistem Akuakultur (Tlusty et al., 2017; Gimpel et al., 2018). 

Perluasan wilayah di daerah pantai dan persisir ini berpotensial konflik dengan sektor industri (Tlusty et al., 2017), aktivitas nelayan konvensional maupun pariwisata (Gimpel et al., 2018). Mengatasi hal tersebut dibutuhkan kajian analisis keruangan untuk memberikan decision support tool saat memberi penilaian pada perencanaan Akuakultur, antara lain yang tersedia saat ini adalah program AquaSpace (Gimpel et al., 2018) dan pemodelan Sistem Informasi Geografi (Vianna dan Filho, 2018).

Gambar 5 Tampilan Pengguna Aplikasi AquaSpace untuk Ikan European Seabass (kanan) dan Blue Mussel (kiri) (Sumber: Gimpel et al., 2018)
Gambar 5 Tampilan Pengguna Aplikasi AquaSpace untuk Ikan European Seabass (kanan) dan Blue Mussel (kiri) (Sumber: Gimpel et al., 2018)
Alat bantu ini mampu menganalisis wilayah mana yang dapat dijadikan sebagai alokasi baru untuk kawasan Akuakultur dengan mempertimbangkan berbagai aspek spasial, ekonomi, dan sosial dalam proses perhitungannya (Gimpel et al.,2018).  Sesuai dengan tiga pilar utama konsep keberlanjutan yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan (Miller dan Spoolman, 2015), penentuan lokasi Akuakultur yang didukung dengan analisis keruangan dapat mewujudkan budidaya ikan berkelanjutan dan mengurangi ancaman overfishing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun