Pagi itu suara langkah kaki dari orang-orang yang sedang berlari membangunkanku dan dengan sigapnya langsung ku pandangi jam tangan hitam stainless yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima. Sejenak langsung ku berdiri dan segera berbaris di antrian para penumpang transjakarta tujuan Blok M.Â
Seharusnya saya berada dibarisan terdepan, tetapi karena saya terlalu awal tiba di halte  jadi saya putuskan untuk duduk sebentar di bangku halte sembari menunggu waktu yang pas sambil menjelajah isi smartphone. Tapi tidak disangka saya malah jadi asik sendiri dengan smartphone saya sampai lupa waktu.Â
Sekilas memang rutinitas saya tadi tidaklah berbeda dengan penumpang lainnya. Apalagi biasanya antrian selalu ramai sehingga sulit untuk mendapatkan bus dan membuat saya menunggu lagi. Dan lagi-lagi smartphone lah yang menjadi pelampiasanku. Pemandangan seperti ini memang sudah tidak asing lagi, penumpang lainnya juga asik dengan smartphone nya masing-masing.Â
Untung saja pagi itu baterai smartphone saya sudah terisi penuh, jadi saya tidak terlalu mengkhawatirkan bus yang datangnya terlambat dan mati gaya. Terkadang saya bosan dengan smartphone sendiri dan mencuri pandang layar smartphone penumpang sebelah saya atau didepan saya.
Apa yang membuat masyarakat hampir tidak bisa terpisahkan dengan ponsel cerdas mereka? Yang menjadi titik konsentrasi pada ponsel cerdas tidak lain dan tidak bukan adalah media sosial. Ibarat seperti gosok gigi setelah bangun tidur, mengecek notifikasi media sosial juga rutinitas yang tidak bisa dihindari. Tidak heran kita punya memiliki lebih dari dua akun di media sosial yang berbeda. Karena dengan fitur masing-masing media sosial yang berbeda juga akan menyediakan fungsi yang berbeda.Â
Membahas soal media sosial, hampir semua lapisan masyarakat memang memanfaatkannya dalam berbagai tujuan. Sebut saja mulai dari media sosial facebook, media sosial ini merupakan media sosial yang ngetrend semenjak saya duduk dibangku SMA sampai sekarang saya bekerja dan hingga sekarang masih melejit popularitasnya.Â
Media sosial yang satu ini memang memberikan segudang kegunaan dan bisa dibilang paket lengkap, mulai dari memperbarui status, mengunggah, membagikan dan mengirimkan foto atau video, mengirimkan pesan secara personal atau sekedar ingin berkomentar di postingan teman, semuanya bisa dilakukan dalam satu aplikasi.Â
Tidak heran memang aplikasi ini melejit popularitasnya. Masih banyak aplikasi lain yang tidak kalah lengkapnya seperti twitter atau path yang kurang lebih sama fiturnya. Atau bahkan media sosial yang lebih mengutamakan postingan foto atau video untuk menarik perhatian pengguna seperti instagram, Â tumblr, pinterest, snapchat atau yang lainnya yang mungkin tidak saya ketahui.Â
Dari semua media sosial yang sudah saya sebutkan tadi memang memiliki tampilan sampai fitur yang berbeda, tetapi tetap memiliki satu fungsi yang sama yaitu membagikan cerita kepada teman-teman media sosial kita.
Dengan media sosial, kita akan lebih cepat mendapatkan informasi apapun yang kita cari. Tetapi disisi lain, media sosial juga banyak menyita waktu kita akibat kita terlalu rajin mengecek pembaruan di media sosial dan bahkan menjauhkan kita dari lingkungan sosial. Akibatnya kita menjadi manusia yang individualis dan hanya mempedulikan diri sendiri.Â
Benar memang kita juga bisa berkomunikasi lewat media sosial, tetapi terdapat perbedaan yang signifikan yaitu kita tidak bersosialisasi langsung dengan lawan bicara kita. Disamping itu, dengan akses informasi yang secepat kilat juga mengundang para perusahaan penyedia layanan jaringan internet semakin bergairah untuk meningkatkan kecepatan akses di internet. Teknologi semakin maju dan sadarkah kita, bahwa kita harus mengeluarkan lebih banyak biaya untuk itu.Â
Akhirnya dari sisi ekonomi kita menjadi semakin konsumtif. Â Menghabiskan biaya-biaya yang berlebihan untuk keperluan yang bukan keperluan primer atau kepentingan pokok. Jika dipikir-pikir media sosial memang memiliki pengaruh yang sangat besar dibidang ekonomi, teknologi, sosial bahkan bidang yang paling sensitif seperti agama pun bisa terjangkit.Â
Dengan kecanggihan fitur yang disediakan di media sosial, para pengguna bisa membagikan informasi apapun yang mereka mau dengan bebas, termasuk yang menyangkut soal agama.Â
Banyaknya pengguna juga akan menimbulkan banyak pandangan terhadap apapun yang dibagikan atau diposting. Pandangan yang berbeda inilah yang nantinya ditakutkan sebagai biang dari pertikaian antaragama. Apalagi para pengguna dengan bebas memberikan komentar terhadap semua postingan.
Di kota besar seperti Jakarta ini media sosial memiliki pengaruh yang sangat besar. Kita tidak bisa hidup tanpa media sosial, semakin banyak media sosial yang menyebar, semakin banyak waktu kita yang tersita untuk media sosial. Â Mulai dari mengupdate berita-berita yang lagi booming, apa yang terjadi disekitar semuanya bisa diakses di media sosial, bahkan televisi yang dulunya punya pengaruh sebesar itu, sekarang semakin tergeser oleh jaman. Kini semua diatasi hanya dalam satu genggaman saja, dimana saja dan kapan saja.Â
Terlalu banyak menghabiskan waktu untuk media sosial pastinya akan membuat lingkungan sosial yang nyata menjadi semakin sempit ruangnya. Interaksi secara langsung menjadi berkurang dan mengakibatkan manusia  bersifat individualis. Dan sifat individualisme ini tentunya tidak sesuai dengan bangsa Indonesia yang beragam, majemuk dan kekeluargaan. Rasa kebersamaan semakin tidak terasa dan bisa mengakibatkan rusaknya jati diri bangsa.Â
Bahkan tidak jarang media sosial membawa dampak yang cukup serius dibidang agama. Media sosial yang didominasi beragam lapisan masyarakat tentunya akan memberikan berbagai pandangan dan penilaian yang berbeda setiap orangnya. Perbedaan pendapat inilah yang menjadi latar belakang terjadinya pertikaian agama ataupun yang berbau SARA.
Jika kita merasa sebagai pengguna media sosial yang cerdas, sudah seharusnya tidak terpengaruh oleh ocehan-ocehan pihak tidak bertanggung jawab yang bertujuan untuk mengadu domba umat antaragama. Mengapa harus terpengaruh, toh agama mutlak bukanlah sesuatu yang bisa diperdebatkan karena merupakan sesuatu yang menyangkut nilai religius antara manusia dengan kepercayaannya masing-masing.Â
Sebagai salah satu kompasianer yang peduli dengan konflik yang sensitif seperti ini, maka saya mencoba untuk memberikan beberapa opini bagaimana cara cerdas memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk menjalin kerukunan antarumat beragama.
Filterisasi pengguna media sosial
Adanya pihak  yang bertanggung jawab untuk lebih memfilter para pengguna yang terdaftar dimedia sosial. Misalnya saat pendaftaran akun, akan lebih baik membatasi umur pengguna, meskipun memang banyak pengguna yang memalsukan identitas. Jadi harus ada suatu cara yang lebih ketat lagi untuk pendaftaran pengguna media sosial sebagai langkah awal salah penggunaan.Â
Tidak cukup itu, akan lebih baik jika setiap media sosial menyediakan sistem pelaporan, maksudnya untuk postingan yang kira-kira dianggap menggangu kenyaman para pengguna, harap bisa langsung dilaporkan pada media sosial, agar penyalahgunaan tidak berlanjut. Untuk tindak lanjutnya tiap-tiap media sosial seharusnya punya sanksi dan kebijakan sendiri, cara yang paling banyak dilakukan adalah dengan memblokir akun terkait sehingga pengguna tidak bisa menggunakannya lagi. Hal ini sekiranya bisa memberikan shock therapy atau efek jera kepada para pengguna yang menyalahgunakannya.
Jadilah user yang cerdas
Biasanya pertikaian dimulai dari satu pihak dan dilanjutkan oleh beberapa pihak yang pro, dan akhirnya akan ditentang oleh pihak yang kontra. Pro dan kontra ini sebenarnya adalah hal yang biasa terjadi, tetapi sebagai pengguna yang cerdas, usahakan untuk tetap menahan diri meskipun kita pro ataupun kontra karena kita menyadari bahwa pandangan setiap orang memang berbeda. Pengguna yang cerdas tidak akan dengan mudah terpancing oleh hal-hal yang sensitif. Apalagi ruang debatnya merupakan suatu media sosial  yang kesannya tidaklah etis jika kita banyak berkomentar di dunia maya.
Boleh bersimpati, tapi usahakan tetap kalem
Boleh-boleh saja kita membagikan suatu berita, foto atau video yang memang patut untuk diketahui oleh banyak orang saat kita bertujuan untuk memberikan informasi kepada banyak orang. Tetapi terkadang banyak sekali pihak-pihak yang terlalu bersemangat dan akhirnya sangat kokoh dengan apa yang dibagikannya.Â
Meskipun kontennya bernilai positif, usahakan untuk tetap stabil dan kalem dalam mempertahankan kontennya. Bersikap terlalu pro bahkan bisa mengundang pihak-pihak tertentu merasa tidak senang dan mencemooh kita terlalu berlebihan.
Media sosial itu refeksi diri kita
Tentu saja benar. Setiap postingan itu menunjukkan jati diri kalian. Seseorang yang pasif dimedia sosial biasanya berinteraksi lebih baik di lingkungan sosial mereka. Tapi bukan berarti yang aktif atau sangat aktif di media sosial itu tidak berinteraksi dengan baik di lingkungan sosial mereka.Â
Bisa saja ada beberapa pengguna yang memanfaatkan media sosial sebagai suatu sarana untuk membagikan pengalaman religius mereka tetapi dengan peringatan untuk tetap berada di lintasan. Karena ini kembali lagi kepada pengguna nya. Apa yang kita tunjukkan di media sosial akan menunjukkan kepada mereka siapa sebenarnya diri kita.
Media sosial itu diciptakan untuk memudahkan kita berkomunikasi dan mempermudah mobilisasi kita dijaman yang serba canggih ini, bukannya semakin maju, malah kita semakin jatuh akibat menyalahgunakan media sosial sebagai sarana untuk memperlihatkan kehebatan agama yang dianut. Akibatnya terjadi pertikaian antarumat beragama yang hanya akan memperburuk jati diri bangsa. Kita bisa menggunakan semua media sosial, artinya kita bisa cerdas dalam menggunakannya.Â
Tau bahwa agama adalah suatu hal yang mutlak adalah suatu kepercayaan setiap orang, sudah seharusnya kita mengutamakan rasa toleransi terhadap antarumat. Mau dihargai ya kita harus bisa menghargai. Toleransi era media sosial itu perlu untuk dibangun sebab dengan pertumbuhan pengguna yang semakin hari semakin meningkat, akan semakin banyak perbedaan pendapat.Â
Mari kita jaga kerukunan antarumat beragama dengan berbagi cerdas dimedia sosial. Untuk menunjukkan bahwa jati diri bangsa kita tidak tergoyahkan oleh kecanggihan teknologi. Sekali lagi poin-poin diatas hanyalah opini saya pribadi. Kompasiana juga adalah sebuah media sosial. Kompasianer adalah pengguna kompasiana yang cerdas. Tidak ada salahnya kita saling berbagi demi kerukunan kita bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H