Mohon tunggu...
Julia Andayani
Julia Andayani Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

Karyawati antusias yang menuangkan segala ide, pemikiran, pendapat, ulasan dan pengalaman dalam sebuah tulisan. Dimana tulisan adalah bentuk dari berontak logika dan perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan ucapan. Silahkan kunjungi blog saya di juliaimnida.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Religius Boleh, tapi Usahakan Tetap Kalem Ya Kawan

9 September 2016   08:54 Diperbarui: 9 September 2016   11:02 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.maastrichtuniversity.nl/news-events/press/academics-media/social-media

Benar memang kita juga bisa berkomunikasi lewat media sosial, tetapi terdapat perbedaan yang signifikan yaitu kita tidak bersosialisasi langsung dengan lawan bicara kita. Disamping itu, dengan akses informasi yang secepat kilat juga mengundang para perusahaan penyedia layanan jaringan internet semakin bergairah untuk meningkatkan kecepatan akses di internet. Teknologi semakin maju dan sadarkah kita, bahwa kita harus mengeluarkan lebih banyak biaya untuk itu. 

Akhirnya dari sisi ekonomi kita menjadi semakin konsumtif.  Menghabiskan biaya-biaya yang berlebihan untuk keperluan yang bukan keperluan primer atau kepentingan pokok. Jika dipikir-pikir media sosial memang memiliki pengaruh yang sangat besar dibidang ekonomi, teknologi, sosial bahkan bidang yang paling sensitif seperti agama pun bisa terjangkit. 

Dengan kecanggihan fitur yang disediakan di media sosial, para pengguna bisa membagikan informasi apapun yang mereka mau dengan bebas, termasuk yang menyangkut soal agama. 

Banyaknya pengguna juga akan menimbulkan banyak pandangan terhadap apapun yang dibagikan atau diposting. Pandangan yang berbeda inilah yang nantinya ditakutkan sebagai biang dari pertikaian antaragama. Apalagi para pengguna dengan bebas memberikan komentar terhadap semua postingan.

Di kota besar seperti Jakarta ini media sosial memiliki pengaruh yang sangat besar. Kita tidak bisa hidup tanpa media sosial, semakin banyak media sosial yang menyebar, semakin banyak waktu kita yang tersita untuk media sosial.  Mulai dari mengupdate berita-berita yang lagi booming, apa yang terjadi disekitar semuanya bisa diakses di media sosial, bahkan televisi yang dulunya punya pengaruh sebesar itu, sekarang semakin tergeser oleh jaman. Kini semua diatasi hanya dalam satu genggaman saja, dimana saja dan kapan saja. 

Terlalu banyak menghabiskan waktu untuk media sosial pastinya akan membuat lingkungan sosial yang nyata menjadi semakin sempit ruangnya. Interaksi secara langsung menjadi berkurang dan mengakibatkan manusia  bersifat individualis. Dan sifat individualisme ini tentunya tidak sesuai dengan bangsa Indonesia yang beragam, majemuk dan kekeluargaan. Rasa kebersamaan semakin tidak terasa dan bisa mengakibatkan rusaknya jati diri bangsa. 

Bahkan tidak jarang media sosial membawa dampak yang cukup serius dibidang agama. Media sosial yang didominasi beragam lapisan masyarakat tentunya akan memberikan berbagai pandangan dan penilaian yang berbeda setiap orangnya. Perbedaan pendapat inilah yang menjadi latar belakang terjadinya pertikaian agama ataupun yang berbau SARA.

Jika kita merasa sebagai pengguna media sosial yang cerdas, sudah seharusnya tidak terpengaruh oleh ocehan-ocehan pihak tidak bertanggung jawab yang bertujuan untuk mengadu domba umat antaragama. Mengapa harus terpengaruh, toh agama mutlak bukanlah sesuatu yang bisa diperdebatkan karena merupakan sesuatu yang menyangkut nilai religius antara manusia dengan kepercayaannya masing-masing. 

Sebagai salah satu kompasianer yang peduli dengan konflik yang sensitif seperti ini, maka saya mencoba untuk memberikan beberapa opini bagaimana cara cerdas memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk menjalin kerukunan antarumat beragama.

Filterisasi pengguna media sosial

Adanya pihak  yang bertanggung jawab untuk lebih memfilter para pengguna yang terdaftar dimedia sosial. Misalnya saat pendaftaran akun, akan lebih baik membatasi umur pengguna, meskipun memang banyak pengguna yang memalsukan identitas. Jadi harus ada suatu cara yang lebih ketat lagi untuk pendaftaran pengguna media sosial sebagai langkah awal salah penggunaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun