Mohon tunggu...
andaru rahutomo
andaru rahutomo Mohon Tunggu... rakyat jelata -

fulfilling a never ending purpose

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisa Fishbone Kasus Kerusuhan SARA Tarakan Tahun 2010

11 November 2015   19:57 Diperbarui: 17 November 2015   16:38 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selasa 28 September 2010 pukul 11.30 WITA, telah diamankan 2  orang yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan Abdullah yaitu BAHARUDIN dan BADARUDIN. Namun pada Selasa malam pukul 20.21 WITA, terjadi lagi bentrokan warga dan aksi pembakaran terhadap rumah milik H SANI (salah seorang tokoh Suku Bugis Latte Pinrang). Massa yang diperkirakan berjumlah 300 orang melakukan aksi tersebut yang mengakibatkan 1 (satu) rumah terbakar dan 2 (dua) korban meninggal dunia. [2]

Situasi Tarakan masih mencekam, kedua kubu masih bersiaga membawa beraneka senjata tajam, jalanan menuju bandara dan pelabuhan pun diblokir oleh massa. Warga yang ketakutan kemudian berbondong-bondong menuju ke tempat pengungsian. Pada Rabu malam kemudian diadakan mediasi antara pihak suku Tidung dan suku Bugis di bandara Juwata oleh Gubernur Kaltim. Dari hasil mediasi dicapau kesepakatan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri konflik dan menyerahkan proses hukum kepada kepolisian. 

Kerusuhan yang terjadi di Tarakan ini merupakan akumulasi dari faktor korelatif gangguan keamanan yang tidak tertangani dengan baik. Apabila masing-masing faktor penyebab dapat ditangani maka kerusuhan seharusnya dapat dihindari. Untuk mempermudah pembaca memahami permasalahan ini, penulis akan menggambarkan faktor korelatif pendukung terkait kerusuhan SARA Tarakan ini.

Dari bagan di atas terlihat berbagai faktor yang menurut penulis mempengaruhi terjadinya kerusuhan di Tarakan. Dari segi ideologi, paham primordialisme masih kental dianut oleh etnis di Tarakan. Mereka cenderung menganggap sukunya lebih unggul dan mengutamakan kepentingan satu suku. Suku Tidung pun menganggap bahwa mereka adalah penduduk asli yang berhak atas wilayah Tarakan. Penyebab lainnya adalah korban atas nama Abdullah merupakan tokoh masyarakat suku Tidung, hal ini kemudian membuat suku Tidung merasa harga dirinya dilecehkan oleh pendatang.

Bidang ekonomi mempunyai andil yang besar dalam timbulnya kasus kerusuhan ini. Pendatang yang datang ke kota Tarakan cenderung lebih sukses dibandingkan dengan suku asli, malah dapat dikatakan suku asli termasuk ke dalam masyarakat kelas bawah (lower class). Kesenjangan ekonomi inilah yang kemudian menyebabkan adanya kecemburuan, iri, bahkan dendam yang dirasakan oleh penduduk asli. 

Kondisi di bidang ekonomi ini kemudian berimbas juga pada kondisi sosial budaya di Tarakan. Kondisi multi etnis di Tarakan yang sudah merupakan kerawanan konflik diperburuk dengan enggannya masing-masing kelompok untuk saling bergaul antar etnis. Kelompok pendatang cenderung mengeksklusifkan diri dan membuat pengkotakkan kelompok masyarakat. Akulturasi budaya yang seharusnya dapat mempererat kerukunan antar etnis pun tidak terjadi karena kurangnya komunikasi. Dengan semakin majunya perekonomian pendatang, terjadi juga perubahan tatanan sosial yang menempatkan kaum pendatang di posisi sosial yang lebih tinggi dari suku asli. Terbentuknya tatanan yang baru di segala bidang akibat mobilitas pendatang mengakibatkan penduduk asli tersisih, dan hal ini dianggap oleh penduduk asli sebagai ancaman terhadap eksistensi mereka. Oleh karena itu timbullah gerakan mengembalikan dominasi lama dan membangkitkan semangat anti pendatang.

Faktor komunikasi juga mengambil peran penting dalam timbulnya kasus ini. Komunikasi yang buruk antar tokoh masing-masing kelompok membuat hubungan antar kedua kelompok menjadi kaku. Ditambah sebelum kejadian, ada isu yang beredar bahwa ada warga suku Tidung yang diperkosa oleh suku pendatang dan ada juga warga suku Tidung yang dikeroyok oleh suku Bugis. Isu negatif ini kemudian tidak mendapatkan penanganan yang baik oleh pemerintah sehingga menyebar secara cepat di masyarakat dan menyebabkan tersulutnya emosi massa. Pada saat itu massa sampai pada pemikiran tidak mempermasalahkan kebenaran dari berita dan menganggap bahwa keberadaannya telah terusik oleh kaum pendatang.

Faktor terakhir yang menyebabkan kerusuhan ini dapat terjadi adalah kurangnya kesigapan Polri dalam menangani bibit permasalahan. Lemahnya  early detection dan early warning sebagai bahan masukan pimpinan mengakibatkan keterlambatan penanganan yang akhirnya menyebabkan kerusuhan ini semakin meluas. Yang menjadi pemicu kejadian ini adalah pengeroyokan yang dilakukan oleh warga Bugis kepada anak Abdullah. Kalau saja pelaku dapat segera ditangkap oleh polisi mungkin saja Abdullah tidak akan mencari sendiri pelakunya. Lalu kenapa masyarakat tidak melaporkan kepada polisi setelah kejadian pidana terjadi? Hal ini karena tidak adanya kepercayaan masyarakat kepada polisi. Masyarakat mengambil tindakan pribadi dikarenakan masyarakat menganggap polisi tidak mampu mengatasi masalah yang timbul. Dan ketidakpercayaan ini tentunya tidak timbul dalam satu hari namun merupakan pandangan masyarakat terhadap sikap polisi di Tarakan.

Penyelesaian konflik jangka pendek telah dilaksanakana melalui mekanisme mediasi yang dihadiri oleh kedua pihak. Namun untuk mencegah kejadian ini terulang kembali maka dibutuhkan solusi jangka panjang yang melibatkan semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat Tarakan. Permasalahan yang terjadi di Tarakan sebenarnya adalah masalah kesenjangan ekonomi, sosial dan budaya antara penduduk asli dan pendatang, untuk itu penulis menyarankan untuk melakukan langkah-langkah antara lain:

Pertama, perlu dibuatnya sebuah kesepakatan perdamaian antara suku Tidung dan pendatang yang diwakili oleh tokoh-tokoh yang dianggap di kelompoknya masing-masing. Tokoh-tokoh yang mewakili ini haruslah benar-benar mempunyai pengaruh sosial yang kuat sehingga perkataannya didengar oleh warga. 

Kedua, pemerintah sebagai pranata sosial hendaknya menyusun kebijakan yang mendorong penduduk lokal untuk maju sehingga dapat mempunyai strata sosial dan ekonomi yang sama dengan warga pendatang. Dengan tidak adanya kesenjangan dalam sosial dan ekonomi maka kecemburuan akan terkikis dengan sendirinya. Untuk itu perlu diciptakan kebijakan peningkatan pendidikan bagi anak, pemberian ketrampilan, dan serta penciptaan lapangan kerja sehingga kesejahteraan penduduk asli dapat meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun