Mohon tunggu...
Ancha Sitorus
Ancha Sitorus Mohon Tunggu... -

saya lahir di siantar dan geograf. pencinta travelling dan hal-hal sosial

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sabang...The West Poin of Indonesia...

18 Januari 2011   08:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:27 1778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"dari Sabang sampai Merauke... Berjejer pulau-pulau"

"sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia.."

Terbentang luas di khatulistiwa dengan gugusan 17.508 pulau yang menjadikan negeriku kepulauan terbesar di dunia.

Aku ingat  ketika duduk di sekolah dasar dulu, lagu diatas selalu membuatku penasaran dan membuat aku ingin mengenal semua keunikan wilayahnya.

Semua ini bermula pada hari Jum'at, 15 januari 2010 yang tepatnya pada pukul 17.00. Aku bersama beberapa orang teman memutuskan untuk memulai perjalanan ke Sabang, titik paling barat Indonesia. Perjalanan kami awali dari terminal Pinang Baris dengan naik angkutan yang biasa disebut jumbo (mirip sama KUPJ-lah) menuju Langsa untuk transit. Ini kami lakukan untuk menghemat ongkos sebesar 25 ribu rupiah dari Medan menuju Banda Aceh. Kalau langsung naik bus dari Medan, kita akan membayar 125 ribu. Kalau perjalanan dilakukan secara estafet, dari Medan ke Langsa itu biayanya 25 ribu rupiah ditambah biaya perjalanan dari Langsa ke Banda Aceh 75 ribu (Mobil AC plus toilet yang juga berangat dari Medan). Sampai Langsa kami melanjutkan perjalanan naik Bus Pelangi tepat pada pukul 9 malam. Sampai saat ini aku masih dihantui rasa penasaran akan tempat yang akan aku tuju. Berbagai kota kulewati ada Lhokseumawe, Bireuen, Pidie, dan kemudian Banda Aceh. Oh ya, jangan lupa kalau dalam perjalanan ini harus mencoba lezatnya sate matang di matang glumpang (20 menit sebelum Kota Bireuen) untuk makan malam atau keripik pisang khas Bireuen sebagai camilan di bus. Untuk satu porsi sate matang dibeli dengan harga 15 ribu rupiah,kalau keripik harganya lebih bervariasi tergantung sama ukurannya. Jam 8 pagi keesokan harinya sampailah kami di Terminal Kota Banda Aceh, kondisi masih terkatung katung tak tau mau naik apa ke Ule Lhe (ngegembel di terminal lah untuk pagi ini). Sampai hampir satu jam, kami berjalan ke arah bus tujuan Kota, tak pelak wajah linglung kami menjadi incaran. Mulai dari tukang becak, taxi argo, taxi gelap, labi-labi (sodako atau disebut juga mobil kotak sabun), sampai calo-calo yang tak jelas. Setelah bernegosiasi dan membawa catatan paduan perjalanan kami tahu kalau dari terminal ke Ule Lhee tidak ada kendaraan yang langsung (harus nyambung lagi di kota Banda), maka Kami berenam memutuskan menyewa Labi-Labi ke Ule Lhee dengan harga 50 ribu (sambil mutar-mutar bentar di kota). Jadi biaya per orang menjadi sekitar 8.400 rupiah per orang.

Sampai di Ule Lhee ada 2 pilihan angkutan air, pertama jenis kapal cepat (@Rp 60.000 per orang) dan kapal lambat/roro (ekonomi=@ Rp.17.000) dan khusus kapal ini tidak disarankan naik ke kelas bisnis karena jauh lebih mirip barak pengungsian dan juga lebih membosankan dari kelas ekonomi. untung saja ketika mau naik ke kapal penyebrangan cuaca sangat bersahabat, padahal beberapa hari yang lalu kapal-kapal pada tak berangkat karena gelombang tinggi. Kapal ini bisa dibilang miniatur dunia, banyak bahasa yang aku tak tau artinya. semua silih berganti mulai bahasa aceh pesisir, gayo, jerman, english, sampe belanda (jangan cari bahasa batak, karena memang tak ada.. hahahahaha) tumplek ruek di satu kapal ekonomi. satu yang sangat disayangkan, di areal pelabuhan banyak sekali sampah yang mengotori keanggunan biru laut pelabuhan Ule Lhee, oh andai saja semua orang sadar akan lingkungan. setelah bertumpuk-tumpuk di kapal, akhirnya sampai juga di pelabuhan balohan tepat jam 2 siang. Petualangan baru pun akan erawal dari titik ini.

BALOHAN BAY

daerah ini adalah titik awal ketika tiba dikota sabang, ketika tiba kita akan di sambut tulisan "selamat datang di kota sabang". kondisi pelabuhan ini cukup bagus dan di tahun 80-an pelabuhan ini merupakan pelabuhan bebas di Indonesia.

bila mau melanjutkan perjalanan dari Balohan, kita menggunakan angkutan L-300 yang mematok harga 25.000 rupiah sekali jalan.

IBOIH

Dari pelabuhan Balohan cuma ada satu cara untuk sampai ke tempat ini. naik L-300 atau carter mobil, tapi bagi yang tak bisa bahasa aceh disarankan harus pandai-pandai menawar harga. soalnya kalo kita kesana muka linglung pendatang menjadi incaran calo-calo yang memberikan harga selangit. sebenarnya dari balohan ke iboih dipatok tarif 30 ribu per orang, kalau beruntung mudah-mudahan dapat yang executive class kaya kami kemaren, dapet carteran mobil kijang plus AC dengan harga yang sama. Ini juga berkat Bang Midun yang menemani selama perjalanan panjang di sabang mulai dari awal sampai akhir. jalanan di kota sabang bisa dibilang memiliki kontur berbukit-bukit tapi kualitas jalannya bisa di bilang cukup bagus. Kota pulau ini sangat minim sekali angkutan umum, kalo mau jalan ya paling gak harus naek becak kesana kesini. sama, kalo naik becak harus bisa nawar murah. kalo gak tarif yang 5000 malah bisa jadi 15000 (rugi 3 kali lipat). Jalanan luas dengan pohon asam berukuran besar yang konon emang ditanam sejak Zaman Belanda, sejauh ini viewnya cukup bagus dengan jalanan yang sunyi. Dari balohan bay sekitar 30 kilometer kearah iboih, tapi selama perjalanan kita disuguhkan pemandangan yang emang ciamik. mulai dari pulau klah, monkey road, aneuk laot, hutan tropis, yang tak ada habis habisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun