Mohon tunggu...
Anastasia Satriyo
Anastasia Satriyo Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Magister Profesi Psikolog Klinis Anak yang gemar membaca, menonton dan menulis. \r\nMenyukai seni, sastra, bahasa, politik, budaya, pertumbuhkembangan anak dan manusia, serta segala segi kemanusiaan yang terdapat di dalamnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pacar dan Hari Perempuan Internasional 2016

9 Maret 2016   00:23 Diperbarui: 9 Maret 2016   00:35 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

We find ourselves through our interaction with other people.

Demikian juga saya menemukenali diri saya lewat interaksi dengan orang lain. Terutama dengan orang yang signfikan untuk saya, pacar misalnya.

Lewat interaksi dan diskusi bersama pasangan, saya menemukan bagian-bagian dari diri saya yang belum pernah saya jelajahi sebelumnya.

Ia hadir dalam hidup saya dengan serangkaian pengalaman, track record dan mimpi yang ia ingin bangun untuk dirinya sendiri. Ia sangat tahu apa yang mau dilakukannya dan bagaimana cara untuk mencapai apa yang ia cita-citakan.

Sebuah priviledge yang tidak semua orang miliki. Karena itu saya kagum padanya.

Sebagai pasangan, ia mendukung saya untuk bermimpi, mengaktualisasikan diri dan mencoba berbagai hal yang baik untuk perkembangan diri saya.

Terkadang perasaan inferior muncul dalam kondisi seperti ini.

Saya takut gagal.

Sementara kondisi seperti ini jarang ia alami, atau kalaupun ia alami tidak sampai mengganggu fungsinya.

Bisa jadi memang ini isu saya pribadi. Namun dalam perjalanan hidup, saya juga menemukan perempuan-perempuan lain yang mengalami kondisi serupa.

Apalagi ketika menonton video TedX ini, rasanya semua pengalaman, refleksi dan kalimat yang diungkapkan menggambarkan persis apa yang saya alami.

Most girls are taught to avoid risk and failure

Sadar atau tidak sadar proses pengasuhan pada anak perempuan sejak kecil, seringkali membuat anak perempuan tidak ditantang untuk menghadapi kegagalan. Cenderung dihindarkan dari situasi-situasi dengan resiko dan kegagalan.

Implikasi pengalaman dan pengasuhan sejak kecil, ternyata membentuk bagaimana perempuan di masa dewasa memandang resiko dan kegagalan.

We are taught to smile pretty, play all safe and get straight A

Sejak kecil, seberapa sering seorang anak perempuan mendapatkan pujian ketika sedang mengenakan pakaian yang canti, gaun yang indah?

Saat kecil, karena perkembangan proses kognitifnya seorang anak perempuan mungkin belum memahami apa itu “cantik” namun ia bisa mengetahui apa rasanya ketika mendapat pujian. Ketika hanya dipuji pada saat berpakaian yang bagus dan menarik, maka kemungkinan besar ia akan mengulangi perilaku tersebut. Bagaimana jika kita memuji anak perempuan dalam situasi-situasi lain?

Terutama ketika seorang anak perempuan menunjukkan sifat dan kualitas dirinya. Sesuatu yang bersifat intrinsik, bukan hanya karena faktor di luar dirinya.

Sebaliknya anak laki-laki didorong untuk bermain kasar, berlompat ke sana kemari setinggi mungkin. Padahal anak laki-laki juga butuh aktivitas permainan yang tenang, yang melatih emosi-emosi halus dalam dirinya. Serta melatih kemampuannya untuk menunjukkan perilaku nurturance pada makhluk lain. Misalnya lewat mengurus binatang atau permainan quiet play seperti menggambar, meronce, menggunting dan sebagainya.

Alangkah baiknya jika proporsi aktivitas pada anak laki-laki dan perempuan sama-sama seimbang sehingga keduanya sama-sama berkembang sebagai Manusia.

We are not raising our girl to be brave.

Dalam kondisi-kondisi terpaksa atau terhimpit keadaan, kita telah menyaksikan bagaimana perempuan memiliki kemampuan untuk bangkit dan berjuang. Misalnya pada Ibu yang ditinggal mati suaminya dan harus menyekolahkan anak-anaknya yang masih kecil.

Tapi dalam kondisi  boleh bercita-cita sebebas-bebasnya, terkadang belum apa-apa perempuan sendiri sudah membatasi dirinya. Hasil dari sosialisasi sejak kecil bahwa perempuan sebaiknya mengambil peran normative sebagai istri dan ibu. Tugas utama seorang perempuan katanya. Padahal perempuan juga manusia yang boleh dan berhak mengaktualisasikan diri serta memilih area yang ingin ia aktualisasikan.

Bright girls were quick to give up. The higher the IQ, the more likely they were to give up. Bright boys find the difficult material to be challenge. They found it energizing, they were more likely to redouble their effort.

 

There is a difference in how girls and boys approach challenge.

 

Women have been socialized to aspire to perfection and they are overly cautius

Instead of showing the progress that she made, she’d rather show nothing at all. Although she tried, she’d rather not to show it.

 

When a guy struggling with their assignment, they said, “Professor there are something with my code.” And the girl will say, “Professor there are something wrong with me”.

Perempuan lebih sering disosialisasikan sejak kecil untuk menggunakan internal locus of control dan laki-laki lebih sering disosialisasikan untuk menggunakan external locus of control.

Beberapa hari yang lalu, mbak asisten rumah tangga saya bertanya, “Kak, kenapa ya kalau ada perempuan yang mengalami kegagalan dalam hubungan dua kali, itu yang lebih sering disalahin perempuannya? Bukan laki-lakinya?”

Sedikit demi sedikit, kita menemukan kesadaran bahwa bagaimana cara kita mensosialisasikan nilai-nilai, proses pengasuhan, standar dan pembiasaan pada perempuan maupun laki-laki sedikit banyak menentukan bagaimana mereka memandang diri dan hidupnya di masa dewasa.

Hari ini perayaan Hari Perempuan Internasional merayakan pencapaian perempuan di berbagai bidang: sosial. Politik, ekonomi, hukum, dan sebagainya. Hari ini kita juga diajak berefleksi bagaima menyadari konstruksi sosial yang tersosialisasi di dalam diri dan apa yang ingin kita sosialisasikan pada anak perempuan generasi penerus.

“The sky is not the limit, your believe system is.”

Selamat Hari Perempuan Internasional.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun