Most girls are taught to avoid risk and failure
Sadar atau tidak sadar proses pengasuhan pada anak perempuan sejak kecil, seringkali membuat anak perempuan tidak ditantang untuk menghadapi kegagalan. Cenderung dihindarkan dari situasi-situasi dengan resiko dan kegagalan.
Implikasi pengalaman dan pengasuhan sejak kecil, ternyata membentuk bagaimana perempuan di masa dewasa memandang resiko dan kegagalan.
We are taught to smile pretty, play all safe and get straight A
Sejak kecil, seberapa sering seorang anak perempuan mendapatkan pujian ketika sedang mengenakan pakaian yang canti, gaun yang indah?
Saat kecil, karena perkembangan proses kognitifnya seorang anak perempuan mungkin belum memahami apa itu “cantik” namun ia bisa mengetahui apa rasanya ketika mendapat pujian. Ketika hanya dipuji pada saat berpakaian yang bagus dan menarik, maka kemungkinan besar ia akan mengulangi perilaku tersebut. Bagaimana jika kita memuji anak perempuan dalam situasi-situasi lain?
Terutama ketika seorang anak perempuan menunjukkan sifat dan kualitas dirinya. Sesuatu yang bersifat intrinsik, bukan hanya karena faktor di luar dirinya.
Sebaliknya anak laki-laki didorong untuk bermain kasar, berlompat ke sana kemari setinggi mungkin. Padahal anak laki-laki juga butuh aktivitas permainan yang tenang, yang melatih emosi-emosi halus dalam dirinya. Serta melatih kemampuannya untuk menunjukkan perilaku nurturance pada makhluk lain. Misalnya lewat mengurus binatang atau permainan quiet play seperti menggambar, meronce, menggunting dan sebagainya.
Alangkah baiknya jika proporsi aktivitas pada anak laki-laki dan perempuan sama-sama seimbang sehingga keduanya sama-sama berkembang sebagai Manusia.
We are not raising our girl to be brave.
Dalam kondisi-kondisi terpaksa atau terhimpit keadaan, kita telah menyaksikan bagaimana perempuan memiliki kemampuan untuk bangkit dan berjuang. Misalnya pada Ibu yang ditinggal mati suaminya dan harus menyekolahkan anak-anaknya yang masih kecil.