Mohon tunggu...
Anastasia Putriandi Juwana
Anastasia Putriandi Juwana Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Mathematics Lover

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Opa Simin

22 Juli 2015   02:00 Diperbarui: 22 Juli 2015   02:00 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebulan belakangan ini, ketika aku dan anakku yang berusia 2,5 tahun berjalan ke warung di pagi hari, kami sering berpapasan dengan seorang opa yang membawa anjingnya berjalan-jalan. Anakku senang sekali pada binatang, sehingga setiap kali berpapasan pasti ia berlari menghampiri anjing yang ramah itu. Anjing itu bernama Barbel, dan sang opa bernama Opa Simin.

Dua minggu yang lalu, Opa Simin dan Barbel melewati rumah kami, dan kebetulan kami ada di depan, kontan anakku berteriak-teriak memanggil Barbel. Sejak itu, setiap kali melewati rumah kami, Opa Simin selalu berteriak memanggil nama anakku, untuk sekedar menyapa atau berbincang.

“Anak-anak di sini gak ada yang berani main sama Barbel, kecuali kamu,” ujar Opa Simin kepada anakku.

“Rumah saya di sebelah sana, kapan-kapan mampir ya,” ucapnya setiap kali meninggalkan rumah kami.

Sehari setelah Lebaran kemarin, warung yang biasa kami kunjungi masih tutup, jadi kami mencoba ke warung lain dengan melewati jalan kecil menuju rumah Opa Simin. Ketika melewati nomor rumah yang disebutkan Opa Simin, aku melihat seorang oma yang biasa kujumpai di warung, masuk ke dalam.

Rumah itu sangat sederhana, jauh dari yang kubayangkan. Sebelum aku memutuskan apakah akan menyapa sang oma atau tidak, sebuah suara yang kekukenal memanggil nama anakku dari dalam rumah. Keluarlah Opa Simin dan Barbel. Ternyata sang oma adalah Oma Simin. Dengan ramahnya mereka menyambut kami, mengajak kami masuk, dan menyuguhi kami minum dan kue kering buatan sang oma. Di ruang tamu kecil, sederhana, dengan dinding tanpa cat itu kami berbincang sejenak.  

Ditengah perbincangan kami, terdengar seseorang berteriak tidak jelas dari dalam. Setiap kali suara itu terdengar, sang opa dan sang oma bergantian masuk ke dalam.

“Om tinggal sama siapa di sini?” Tanyaku memberanikan diri.

“Ada anak saya yang paling besar tinggal di sini,” ujarnya seraya masuk ke dalam karena suara yang tak jelas itu terdengar lagi.

“Anak saya belum bisa ngomong dan belum bisa jalan. Usianya sudah 39 tahun, waktu kecil kena step,” kata sang oma yang menemani kami.

Akhirnya kuputuskan untuk pamit, karena takut mengganggu kesibukkan mereka.

“Kamu mau pamit sama om di dalam?” Tanyaku kepada anakku.

“Dia senang anak kecil, tapi biasanya anak-anak takut melihat dia,” ujar Opa Simin sambil membopong anaknya dan mendudukkannya di dipan di ruang tengah, lalu memakaikannya baju. Kini kami tahu suara tidak jelas tadi berasal dari mana, dan kami bisa melihatnya dari ruang tamu.

Ternyata sang ‘om’ yang dimaksud berwajah ramah, mirip anak-anak, dan melambaikan tangannya kepada anakku. Suara yang tidak jelas keluar dari balik mulutnya yang selalu tertawa. Lega hatiku ketika akhirnya anakku berbalik melambaikan tangan pada om yang dimaksud, walaupun dengan wajah datar.

Kami pun meninggalkan rumah itu dengan berbekal sekantung kecil kue kering di tangan anakku, dan sebuah kesan yang mendalam di hatiku.

Di usia Opa dan Oma Simin yang seumur dengan orang tuaku, biasanya anak-anak sudah hidup mandiri, bahkan melayani mereka. Tapi aku melihat kekuatan cinta kasih yang begitu besar dan nyata dari mereka. Kesetiaan mereka melayani anaknya selama ini sungguh luar biasa. Malu rasanya mengingat diriku yang mudah mengeluh dengan keadaan. Kudoakan semoga mereka diberi kesehatan hingga bisa menemani anaknya selama yang Tuhan izinkan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun