Mohon tunggu...
anastasia nadine
anastasia nadine Mohon Tunggu... Diplomat - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

mahasiswa Ilmu Komunikasi Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belasungkawa yang Kurang Tepat

19 Desember 2020   00:11 Diperbarui: 19 Desember 2020   00:35 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi pelepasan spanduk soal enam orang syuhada di Masjid Jogokariyan. - (Instagram/@masjidjogokariyan)

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan perbedaan, hal ini menjadikan masyarakat Indonesia harus berdampingan dan berdamai dengan kata perbedaan. Hidup ditengah keberagaman budaya, suku, agama bukanlah hal yang mudah.

Hal ini dapat dilihat dari kasus yang terjadi di Yogyakarta, tepatnya di Masjid Jogokariyan. Pada Jumat, 11 Desember 2020, Satpol PP menurunkan spanduk yang berisikan pesan belasungkawa kepada 6 anggota FPI yang meninggal dunia.

 Informasi yang diambil dari portal berita Suarajogja.id dengan judul berita "Spanduk 6 Syuhada Dicopot Satpol PP, Masjid Jogokariyan: Demi Kondusifitas" menjelaskan mengenai proses komunikasi antar budaya, manajemen konflik serta dampak yang ada.

Tindakan satpol PP yang menurunkan spanduk berisikan pesan belasungkawa ditujukan untuk menjaga kondusifitas pada lingkungan sekitar masjid (Fransiska, 2020).

Spanduk yang dipasang warga di Masjid Jogokariyan merupakan sebuah pesan dari rangkaian komunikasi. Komunikasi dapat dipahami secara sederhana sebagai penyampaian pesan oleh komunikator terhadap komunikan melewati bermacam-macam jenis media.

Spanduk merupakan salah satu media komunikasi yang sifatnya berada di luar ruangan, biasanya ditempatkan di tempat terbuka dan strategis supaya banyak orang melihatnya. Lokasi penempatan spanduk biasanya di jalan raya dalam jangka waktu temporer (tidak bertahan lama). Dilihat dari jenis nya, terdapat dua tujuan dari pemasangan spanduk yaitu spanduk sosial dan spanduk komersial. 

Tujuan pertama, spanduk sosial berisikan informasi, maupun himbauan untuk mengajak masyarakat guna melakukan perilaku yang positif. Kedua, spanduk komersial berisi informasi dalam rangka kegiatan promosi barang dan jasa supaya masyarakat tertarik (Fransiska, 2017, h. 10). 

Keberadaan spanduk sebagai media komunikasi tentunya ditunjukan melalui bentuk visual berupa gambar serta tulisan. Hingga kini, spanduk pun masih digunakan untuk menyampaikan berbagai macam pesan komunikasi sesuai dengan jenis masing-masing spanduk.

Kasus pada portal berita lokal Yogyakarta, Suarajogja.id, yang berjudul "Spanduk 6 Syuhada Dicopot Satpol PP, Masjid Jogokariyan: Demi Kondusifitas" dapat dilihat dari sudut pandang komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya merupakan komunikasi yang melibatkan pelaku komunikasi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda dan menghasilkan persepsi, simbol dan pemaknaan yang berbeda-beda (Samovar & Porter,2014: 13).

Selama proses komunikasi dari tingkatan intrapersonal hingga massa, konflik menjadi salah satu hal yang tidak dapat dihindari, oleh sebab itu pelaku komunikasi diharapkan memiliki manajemen konflik yang baik, hal ini ditujukan agar terjaga serta tercapai tujuan komunikasi, yaitu mutual understanding atau kesamaan makna agar menghindari dan meminimalisir konflik.

Kemudian yang membuat menarik adalah, "mengapa spanduk tersebut diturunkan oleh satpol pp demi kondusifitas?" dapat dilihat bahwa spanduk tersebut membawa potensi untuk merusak situasi yang kondusif. 

Konflik merupakan situasi yang terjadi akibat adanya ketidak samaan pemaknaan atau tujuan serta kehendak yang berbeda atau berlawanan dari pihak yang sama-sama mengalami perasaan yang tidak enak atau terganggu (Nardjana, 1994) dalam (Bagus , 2010 : 54).

Konflik akan menimbulkan akibat pada internal personal yang terlibat dalam konflik maupun eksternal (lingkungan) yang berada disekitarnya. Dampak konflik dapat dikategorikan sebagai dampak negatif dan positif. Dampak negatif dari konflik merupakan hasil atau akibat yang terjadi dan membentuk situasi yang akan menghambat proses komunikasi antar pihak yang terlibat dalam konflik. 

Dampak positif konflik adalah situasi yang terbentuk setelah terjadinya sebuah konflik, dan membuat pihak-pihak yang terlibat di Konflik tersebut semakin mengerti satu sama lain dan semakin erat hubungannya. Oleh sebab itu perlulah manajemen konflik yang baik agar dampak yang dihasilkan pun juga baik. Manajemen konflik (mis., Rahim 2002, Ting Toomey, 2005)

  1. Menghindari: tidak menanggapi konflik yang ada

  2. Mengakomodasi: menyerahkan tuntutan kepada pihak lain.

  3. Bersaing: menunjukan adanya salah satu pihak yang mengalami kemenangan atau kekalahan

  4. Kolaborasi: mengatasi konflik oleh pihak-pihak yang terlibat konflik lebih mengutamakan win-win solution.

  5. Berkompromi: pihak yang terlibat konflik lebih menghindari konflik jangka panjang sehingga mencari solusi secara kolaboratif akan tetapi tetap ada persaingan meskipun hanya sedikit

Bercermin dari kasus ini konflik belum terjadi namun akan terjadi atau dilihat sebuah potensi yang akan menimbulkan sebuah konflik. Dalam kehidupan bersosial, apalagi di tengah perbedaan kebudayaan ras suku agama dan lain-lain perlulah sistem yang mengatur atau kebijakan yang mengatur tatanan hidup masyarakat agar tidak terjadinya konflik.

Spanduk merupakan sebuah Pesan yang disampaikan kepada masyarakat umum bukan kepada satu pihak saja, hal ini memiliki potensi pemaknaan yang berbeda-beda pada setiap individu dikarenakan masyarakat yang tinggal di sekitar tempat kejadian, merupakan masyarakat dengan latar budaya yang berbeda-beda. Namun jika dilihat lebih dalam sebenarnya konflik sudah terjadi antara pihak Satpol PP dengan pihak yang memasang spanduk tersebut. 

Perkembangan penelitian mengenai sebuah konflik dapat dilihat bahwa setiap budaya pada masyarakat akan membawa konflik. Hal ini dapat dilihat dari konsep konsep seputar wajah Wajah positif adalah keinginan untuk dianggap kompeten Atau diikutsertakan / disukai oleh orang lain (Toomey, 2005).

Hal ini secara sederhana dapat dipahami bahwa manusia dapat mengantisipasi atau memprediksi peluang atau potensi terjadinya sebuah konflik. Pencegahan atau antisipasi konflik dilakukan oleh pihak satpol pp. Oleh sebab itu demi terciptanya situasi lingkungan hidup yang kondusif Satpol PP memutuskan untuk mengambil manajemen konflik yaitu menghindar dengan cara menarik atau menurunkan spanduk yang ada di masjid tersebut.

Perbedaan budaya pada masyarakat di kasus ini merupakan perbedaan budaya agama, dan hal ini mempunyai potensi untuk terjadinya perbedaan pemaknaan pada sebuah pesan yang berbentuk spanduk titik biasa sebagai pihak yang menertibkan masyarakat baik secara komunikasi situasi dan kondisi melakukan tugasnya dengan cara menurunkan spanduk dan meminimalisir potensi terjadinya konflik

Daftar Pustaka

Fransiska, N. (2017). Penyebarluasan Informasi Pembangunan oleh Humas Pemerintah Kota Pekanbaru kepada Masyarakat. Skripsi.
Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2014). Intercultural communication: A reader. Nelson Education.
Ting-Toomey, S., & Chung, L. C. (2005). Understanding intercultural communication. New York: Oxford University Press.
Wijana, E. P. E. (2020). Spanduk 6 syuhada dicopot satpol pp, masjid jogokariyan: demi kondusifitas. Diakses dari jogja.suara.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun