Meski jika di tonton pada masa sekarang sosok laki-laki seperti Dilan nampak sedikit aneh, namun kembali pada latar waktu cerita dimana pada tahun 90-an mungkin hal-hal yang dilakukan Dilan adalah sesuatu yang menggelitik sekaligus romantis dan membekas.Â
Seperti pada saat Milea berulang tahun, Dilan memberikan sebuah buku Teka Teki Silang (TTS) yang sudah lengkap terisi  jawaban yang Dilan isi sendiri. Agar Milea tidak bingung katanya.
Belum lagi ketika Dilan datang ke rumah Milea dan mengaku pada ayah Milea bahwa dirinya merupakan utusan kantin yang hendak menawarkan batagor tiga rasa hanya karena dirinya hendak membuktikan pada Milea bahwa ia berani bertemu dengan sang ayah, walau hanya sebentar dan dengan alasan yang lucu bila dipikir lebih dalam.
Perjuangan Dilan yang berhasil mendapatkan hati Milea menjadi penutup dalam serial Dilan 1990, kemudian dilanjutkan setahun setelahnya dengan peluncuran Dilan 1991 (2019) yang sama-sama menyoroti hubungan kedua remaja belia ini.
Pada kisah Dilan 1991, cerita romantis ala anak 90-an masih ditunjukan pada bagian awal hingga pertengahan film. Namun, Dilan 1991 nampaknya ingin lebih membangkitkan realita hubungan yang tak bisa jika berjalan mulus-mulus saja.Â
Konflik dan cek cok antara Dilan dan Milea pada akhirnya lebih ditonjolkan dibanding kisah mereka berdua di Dilan 1990, seperti  adanya pihak lain yang menyukai Milea, Dilan yang ditahan polisi karena terlibat baku hantam, sampai pada akhirnya keduanya mengambil sebuah keputusan untuk berpisah dan bertemu kembali ketika beranjak dewasa secara tak sengaja.
Berhasil Langgengkan Praktik Komodifikasi
Tak hanya melihat dari alur ceritanya yang begitu memikat, film Dilan rupanya masuk dalam salah satu komoditi yang cocok untuk menggiring minat masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang. Vincent Mosco (dalam Mosco, 2009) menyebut hal ini sebagai komodifikasi yang dapat diartikan sebagai proses perubahan nilai guna (use values) menjadi nilai tukar (exchange values).
Salah satu bentuk komodifikasi yang terlihat dari film Dilan adalah bagaimana cerita yang diangkat dari ide sang penulis novel, Pidi Baiq, berusaha digarap dan akhirnya dijadikan komoditi bagi pihak produksi film. Kisah nostalgia remaja pada orde baru tersebut hendak membuka celah ingatan penonton yang merasakan bagaimana potret kehidupan sehari-hari, lika liku percintaan jaman SMA, sampai jalinan pertemanan yang berlangsung pada sekitaran tahun 90-an khususnya di daerah Bandung.