Dilansir dari ABC News (27/10), aktivis hak-hak perempuan bersama ribuan pendukungnya menentang adanya pembatasan dalam situasi pandemi untuk mengadakan lima hari protes di seluruh Polandia. Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan kemarahan mereka pada putusan peradilan tinggi yang memperketat Undang-Undang aborsi yang sudah ketat di negara tersebut.
Penyelenggara mengatakan demonstran yang bergabung dalam protes tersebut berasal dari 150 kota lebih di Polandia, sehingga peristiwa ini menjadi protes terbesar terhadap pemerintah Polandia dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam unjuk rasa di Warsawa, sebagian besar demonstran memblokir lalu lintas selama berjam-jam untuk mengadakan aksi di depan bundaran utama dengan memegang spanduk tidak senonoh guna menyerukan pemerintah sayap kanan Polandia untuk mundur.
Sekelompok pendukung sayap kanan-pun tak tinggal diam, mereka membalas dengan ikut protes di depan gereja. Polisi akhirnya memisahkan kedua belah pihak yang sedang berseteru. Didapati pula beberapa orang yang memprotes keputusan larangan aborsi tersebut, berakhir dengan penahanan oleh petugas berwajib.
Aksi protes dilakukan setiap hari sejak Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan yang berisi, "mengakhiri kehamilan yang dikarenakan adanya cacat janin bawaan, disebut sebagai tindakan ilegal di negara tersebut." Sebelumnya, aborsi diperbolehkan bila janin dinyatakan cacat dalam kandungan, karena berpengaruh pada kebebasan kedua belah pihak, bila janin tersebut dibiarkan lahir dan tumbuh dengan keadaan cacat.
Namun, setelah dikeluarkannya keputusan tersebut, hal tentang aborsi terhadap janin yang cacat dalam kandungan, disebut sebagai tindakan yang dilarang. Jika keputusan Undang-Undang tersebut resmi ditetapkan, maka aborsi hanya diperbolehkan dalam kasus-kasus tertentu, seperti kehamilan yang ternyata mengancam kesehatan wanita, akibat dari pemerkosaan, atau inses sehingga secara tak langsung keputusan tersebut melarang segala jenis aborsi.
Keputusan tentang pelarangan aborsi tersebut belum diumumkan secara resmi sebagai syarat sahnya suatu Undang-Undang.
"Memprovokasi orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan demonstrasi" ujar Dr. Andrzej Matyja selaku ketua kelompok dokter saat berbicara di Radio Zet untuk mengkritik keputusan tersebut selama pandemi.
Diantara pendukung keputusan tersebut, Patryk Jaki, seorang Parlemen Eropa untuk partai yang berkuasa secara konservatif, juga mendukung tidak diperbolehkannya aborsi tersebut. Hal ini ditambah dengan latar belakangnya sebagai seorang ayah dari anak yang memiliki down syndrome.
Ia berkata bahwa aborsi dapat menghilangkan nyawa seorang anak yang kemungkinan sehat saat dilahirkan. Jaki berpendapat bahwa aborsi juga akan berkontribusi pada angka kelahiran yang rendah di Polandia sehingga dapat menimbulkan suatu ancaman bagi negara.
Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa sekitar seribu aborsi legal dilakukan di Polandia pada tahun 2019, sebagian besar karena cacat janin. Sementara Federasi Wanita dan Keluarga Berencana non-pemerintah memperkirakan bahwa wanita Polandia dikatakan menjalani sekitar 100.000 hingga 150.000 aborsi dalam satu tahun, beberapa secara ilegal di Polandia dan lainnya di luar negeri.
Women's Strike sebagai penyelenggara utama protes di Polandia mengatakan bahwa memaksa perempuan untuk hamil dan pada akhirnya melibatkan janin dengan cacat yang parah akan mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang tidak perlu untuk perempuan.
Pemimpin kelompok Marta Lempart menambahkan, mereka akan mengadakan pemogokan di seluruh negeri dan mengadakan pawai protes pada hari Jumat di Warsawa untuk memprotes pemerintah, Mahkamah Konstitusi, dan Partai Hukum dan Keadilan yang berkuasa atau yang menjadi salah satu orang-orang yang melatarbelakangi putusan aborsi.
Menurut berita terkini yang dikutip dari Monika Scislowska Associated Press dalam ABC News pada 3 November 2020, aksi protes yang dilakukan warga Polandia menjadikan pemerintah sayap kanan Polandia menunda publikasi dan penerapan keputusan pengadilan tinggi terkait UU aborsi yang memicu banyak protes. Pada 3 November 2020 seorang pejabat mengatakan bahwa para pemimpin tengah memperdebatkan keputusan yang diperebutkan serta berupaya menemukan solusi.
Dengan semakin keruhnya keadaan Polandia oleh upaya pembatasan aborsi, survei menunjukan adanya penurunan besar dalam dukungan untuk Partai Hukum dan Keadilan Hukum Konservatif yang berkuasa, serta untuk wakil Perdana Menteri, Jaroslaw Kaczynski.
Presiden Andrzej Duda akhirnya mengusulkan Undang-Undang baru untuk mengizinkan aborsi dengan keadaan cacat janin yang mengancam nyawa, tetapi melarang pengguguran kandungan jika terdapat kelainan down syndrome. Pandangan tersebut nyatanya masih terlalu membatasi bagi banyak orang dan nampak tidak akan mendapatkan dukungan memadai dari parlemen.
Sementara itu, para ahli hukum konstitusi mengatakan bahwa menunda penerbitan putusan adalah suatu hal yang salah, karena dianggap melanggar ketentuan hukum yang mengatakan bahwa putusan dari Mahkamah Konstitusi harus diterbitkan "tanpa penundaan". Keputusan tersebut dipublikasikan oleh pemerintah pada Journal of Laws.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H