Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa sekitar seribu aborsi legal dilakukan di Polandia pada tahun 2019, sebagian besar karena cacat janin. Sementara Federasi Wanita dan Keluarga Berencana non-pemerintah memperkirakan bahwa wanita Polandia dikatakan menjalani sekitar 100.000 hingga 150.000 aborsi dalam satu tahun, beberapa secara ilegal di Polandia dan lainnya di luar negeri.
Women's Strike sebagai penyelenggara utama protes di Polandia mengatakan bahwa memaksa perempuan untuk hamil dan pada akhirnya melibatkan janin dengan cacat yang parah akan mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang tidak perlu untuk perempuan.
Pemimpin kelompok Marta Lempart menambahkan, mereka akan mengadakan pemogokan di seluruh negeri dan mengadakan pawai protes pada hari Jumat di Warsawa untuk memprotes pemerintah, Mahkamah Konstitusi, dan Partai Hukum dan Keadilan yang berkuasa atau yang menjadi salah satu orang-orang yang melatarbelakangi putusan aborsi.
Menurut berita terkini yang dikutip dari Monika Scislowska Associated Press dalam ABC News pada 3 November 2020, aksi protes yang dilakukan warga Polandia menjadikan pemerintah sayap kanan Polandia menunda publikasi dan penerapan keputusan pengadilan tinggi terkait UU aborsi yang memicu banyak protes. Pada 3 November 2020 seorang pejabat mengatakan bahwa para pemimpin tengah memperdebatkan keputusan yang diperebutkan serta berupaya menemukan solusi.
Dengan semakin keruhnya keadaan Polandia oleh upaya pembatasan aborsi, survei menunjukan adanya penurunan besar dalam dukungan untuk Partai Hukum dan Keadilan Hukum Konservatif yang berkuasa, serta untuk wakil Perdana Menteri, Jaroslaw Kaczynski.
Presiden Andrzej Duda akhirnya mengusulkan Undang-Undang baru untuk mengizinkan aborsi dengan keadaan cacat janin yang mengancam nyawa, tetapi melarang pengguguran kandungan jika terdapat kelainan down syndrome. Pandangan tersebut nyatanya masih terlalu membatasi bagi banyak orang dan nampak tidak akan mendapatkan dukungan memadai dari parlemen.
Sementara itu, para ahli hukum konstitusi mengatakan bahwa menunda penerbitan putusan adalah suatu hal yang salah, karena dianggap melanggar ketentuan hukum yang mengatakan bahwa putusan dari Mahkamah Konstitusi harus diterbitkan "tanpa penundaan". Keputusan tersebut dipublikasikan oleh pemerintah pada Journal of Laws.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H