Film ini juga dapat dilihat dari berbagai paradigma, namun kita dapat melihat salah satu yang dominan yaitu penerapan paradigma fenomenologi yang ditunjukan lewat bagaimana sang tokoh utama, Theodore, lewat berbagai kejadian berusaha menyelidiki apa yang menjadi pengalaman dalam hidupnya yang banyak melewati pasang surut untuk melihat adanya persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan di hidupnya.Â
Ada penjelasan tentang fenomena perilaku manusia yang dialami dalam suatu kesadaran (Hajaroh, 2020), contohnya adalah Theodore yang dilihat dalam film sebagai fenomena itu sendiri memutuskan untuk membeli Operating System dan kemudian selalu berpikir sampai dimana OS 1 tersebut dapat bekerja, secepat apa, dan bagaimana, sampai akhirnya menginginkan adanya suatu hubungan yang terjalin antara dirinya dengan OS tersebut (Samantha).
Dalam kaitannya dengan Box Office, dilansir dari Box Office Mojo, Â Her (2013) berhasil mendapatkan $260,382 pada pembukaan domestik pertama, kemudian berhasil meraup $22,949,176 pada pemutarannya di beberapa Negara. Total pendapatan secara worldwide yang berhasil diraih sebesar $48,517,427 dengan kata lain melebihi anggaran produksinya sebesar $23,000,000. Her (2013) tayang pertama kali pada Festival Film New York. Pada awalnya, distributor domestik film, Warner Bros Picture, hanya merilis Her (2013) secara terbatas pada 18 Desember 2018 di enam bioskop saja. Namun tak lama Her kemudian melebarkan perilisannya ke lebih dari 1700 bioskop di Amerika Serikat dan Kanada pada 10 Januari 2014 (Palupi, 2019).
Theodore Mengirimkan 'Pesan Rahasia' Â Lewat Roland Barthes
Dalam film kita juga dapat melihat pesan tak langsung yang berusaha disampaikan kepada penonton lewat kode-kode visual yang menggiring berbagai perspektif lewat cara pandang dari berbagai faktor. Meskipun ada beberapa fokus dalam alur ceritanya, namun salah satu yang paling menonjol adalah tentang bagaimana film ini menyorot makna kesendirian dari seorang penulis yang menjadi tokoh utama dalam film, Theodore Twombly. Hal ini dapat dianalisis memakai semiotika model Roland Barthes yang memakai konsep denotasi dan konotoasi melalui tampilan visual yang diterima indera.Â
Konotasi yang terbentuk adalah terdapat bentuk visualisasi dari seseorang yang berusaha untuk sekedar rehat dari kesibukannya dengan berkunjung ke pantai. Hal itu ditunjukan dengan bagaimana Theodore tidak mempersiapkan baju santai malahan memakai baju formal berkerah, memakai celana kain dan sepatu tertutup layaknya pekerja kantoran.Â
Dalam kunjungannya tersebut terlihat  sinematografer dari film ini hendak menunjukan makna kesendirian dari Theodore lewat sudut pengambilan gambar yang diambil secara long shot yaitu teknik penggunaan jarak diatas dan dibawah objek sehingga masih ditampilkan keseluruhan tubuh manusia dengan adanya ruang yang diperlihatkan yaitu berupa pemandangan riuh suasana pantai.Â
Pengambilan gambar yang memperlihatkan banyak orang yang mengelilingi Theodore juga menambah kesan kesendirian yang dialami oleh sang tokoh utama dimana orang-orang sekitarnya terlihat menikmati pantai bersama rekannya, berbeda dengan Theodore yang hanya bisa duduk sendirian sambil ditemani suara OS-nya, Samantha, yang menjadi alasan pula dibalik ekspresi senyum di wajahnya.Â
Adapun hal lain yang dapat diterjemahkan lewat adegan ini adalah bagaimana mood dan suasana dibangun lewat tone warna yang hangat antara perpaduan oranye dengan sentuhan gradasi merah muda di dalamnya. Menurut C.S Jones (dalam Lestari, 2017) perpaduan dari merah dan kuning yang membentuk adanya efek oranye pada film memberikan adanya simbol petualangan, optimisme, serta kemampuan dalam bersosialisasi. Tone oranye juga melambangkan warna ketenangan serta erat kaitannya dengan sebuah hubungan.