Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Emang Bener, Rayuan Bos Adalah Maut?

8 Juli 2024   10:16 Diperbarui: 8 Juli 2024   10:37 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber ilustrasi: Quora )

"(Rayuan) Bos adalah Maut" merupakan topik pilihan terkini yang diangkat oleh Tim Kompasiana. Tanpa membaca uraiannya, hal yang langsung terlintas di benak saya adalah kasus bos yang terlibat keintiman dengan subordinatnya. Mungkin karena salah satu berita aktual adalah tentang tindakan asusila yang dilakukan oleh ketua KPU bersama salah satu anggota timnya.

Namun setelah membaca uraiannya, isi artikel tidak menyinggung mengenai kedekatan seksual antara pimpinan dan bawahan. Tim Kompasiana mengajak Kompasianer berbagi tips mengenai bagaimana cara menyikapi permintaan bos untuk menyelesaikan pekerjaannya yang banyak dan mendadak.

Terus terang, ada perbedaan reaksi pribadi terhadap dua inti yang ditangkap tersebut di atas.

Pada inti pertama, yang terkait dengan syahwat, reaksi saya ternyata adalah rasa marah. Ada perasaan terluka akibat dimanfaatkan secara egois dan tidak selayaknya.

Sementara terhadap inti kedua, yang terkait dengan peningkatan beban kerja yang lebih tinggi daripada lingkup tanggung jawab pribadi, reaksi yang hadir adalah perasaan tertantang! Saya merasa dipercaya dan memperoleh kesempatan untuk berkembang.

Yang menarik perhatian saya kemudian adalah bahwa dari stimulus eksternal yang sama, nyatanya dapat menghasilkan reaksi internal yang berbeda. Bahkan di dalam diri saya sendiri, ketika membaca tajuk "(Rayuan) Bos adalah Maut", dapat menghasilkan 2 reaksi. Apalagi bila tajuk tersebut dilemparkan ke khalayak pembaca. Tentunya akan ada banyak ragam reaksi personal, bergantung pada sudut pandang dan pengalaman pribadi yang bersangkutan.

Bilamana stimulus eksternal sudah ditentukan, atau berada di luar kendali kita, maka sesungguhnya penentu hasil dari situasi tersebut adalah respon diri kita sendiri. Oleh karena itu, individu perlu jujur berterus terang terhadap dirinya sendiri, bagaimanakah ia mau secara bulat memberikan tanggapannya.

Tanggapan individu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bulat menerima, sepenuhnya menolak, serta bimbang antara menerima dan menolak.

Ketika seseorang secara bulat menerima ataupun menolak, ia telah berani mengambil tanggung jawab untuk menentukan keputusan. Keberanian tersebut akan menciptakan perubahan. Perubahan berkualitas konstruktif saat individu siap menanggung apapun konsekuensi dari keputusannya. Komitmen ini penting, karena optimisme nyata memberi daya untuk mengatasi tantangan di muka.

Yang menjadi masalah adalah manakala seseorang merasa bimbang. Misalnya di satu sisi, ia ingin mengambil kesempatan, sementara di sisi lain ia meragukan kemampuan.

Pada saat demikian, perhitungan matematis dapat menjadi alat bantu dalam menentukan keputusan. Individu perlu mempertimbangkan durasi yang ia perlukan untuk menyelesaikan pekerjaan existing maupun tambahan pekerjaan yang ditawarkan. Perhitungan durasi tersebut dapat disusun ke dalam agenda penyelesaian. Dengan begitu, secara objektif dapat terlihat bagaimana peta kemampuan individu dalam menunaikan beban kerjanya.

Subordinat juga dapat mengkaji ulang pemetaan penyelesaian beban kerja yang ia lakukan. Apakah ada aplikasi, metode, atau sumber daya pendukung yang ia perlukan untuk menyusuri peta tersebut, ataukah bahkan mungkin mengakselerasi penyusurannya?  

Pertimbangan objektif dan kajian mandiri tersebut dapat ia sampaikan kepada atasan sebagai bahan pertimbangan. Pemimpin yang baik tentu akan memberikan dukungan operasional yang dibutuhkan oleh anggota timnya.

Namun bilamana tidak, bahkan bos semakin gencar menembakkan rayuannya, atau malah diiringi ancaman, maka secara jelas subordinat dapat melihat egosentrisme atasan, dan ia perlu tegas menolak permintaan.

Pastikan emosi reda dan kembali netral agar diri sungguh-sungguh siap dalam memberikan pernyataan asertif, termasuk siap menanggung apapun konsekuensinya.

Opini di atas adalah sudut pandang pribadi, sehingga dirasa paling pas untuk penulis, namun belum tentu sesuai dengan kebutuhan pembaca atau rekan yang sedang mengalami dilema. Maka yang paling penting adalah berani jujur terhadap kebutuhan pribadi, melepaskan otentisitas dari belenggu normatif, dan berani bertanggung jawab penuh untuk menentukan pilihan maupun menanggung segala konsekuensi dari keputusan.  

Jadi, emangnya bener, rayuan bos adalah maut? Atau, reaksi pribadilah sang pencipta maut?

Happy blessing duty!***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun