Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

3 Tips Mudah Mengelola Sampah di Rumah

17 Januari 2024   18:41 Diperbarui: 17 Januari 2024   18:43 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Judul (adaptasi canva: Sefin)

Kebutuhan primer manusia terdiri dari makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Ketiga kebutuhan tersebut dinyatakan primer karena manfaatnya untuk bertahan hidup.

Bayangkanlah bila manusia tidak bisa makan dalam jangka waktu panjang. Bukankah kesehatannya akan terganggu, bahkan dapat meninggal dunia? Demikian juga dengan pakaian, tanpanya manusia akan terhambat untuk beraktivitas sebagai makhluk sosial. Sementara tempat tinggal bisa memberi kesempatan bagi manusia untuk beristirahat secara aman dan nyaman, sehingga dapat memulihkan diri dan melanjutkan aktivitas hidupnya.

Oleh karena itu, makanan, pakaian, dan tempat tinggal menjadi konsumsi utama. Aktivitas konsumsi tentu diikuti dengan konsekuensi pembuangan, sehingga limbah domestik didominasi oleh sampah makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

Sampah makanan bisa berupa bagian dari bahan makanan yang biasanya tidak dipakai dalam masakan (seperti pangkal sayuran, kulit dan biji buah-buahan, dsb.), sisa santapan, kadaluwarsa, ataupun bungkus pembelian. Sampah pakaian antara lain berbentuk pakaian tidak layak pakai, bungkus pembelian, dll. Sedangkan sampah tempat tinggal misalnya perkakas dan perabotan rusak, runtuhan plafon dan puing, dst.

Lalu, Bagaimana Cara untuk Menjaga Lingkungan dari Limbah Domestik tersebut?

Limbah domestik di rumah kami sebesar satu kantong plastik belanja minimarket per hari. Karena tinggal di kampung, dan tidak ingin membakar sampah, maka kami membawa plastik bungkusan sampah itu secara mandiri ke tempat pembuangan sampah terdekat.

Baca juga: Bersih-Bersih

Membuang sampah dengan cara ini mulai terasa sulit saat TPA (tempat pembuangan akhir) mengalami kebakaran beberapa bulan lalu. Tempat pembuangan sampah yang biasa kami titipi pun ditutup karena gunungan sampah yang ada di sana belum bisa diangkut. Peristiwa tersebut mendorong kami untuk mencari cara baru dalam mengelola sampah domestik agar kenyamanan di rumah tidak terganggu.

1. Pisahkan sampah organik dan anorganik

Sampah organik di rumah kami hampir seluruhnya berupa sisa bahan makanan, seperti kulit bawang, pangkal sayur, kulit dan biji buah, serta terutama kulit telur. Sebelum peristiwa kebakaran TPA, kami mencampur sampah organik dan anorganik (didominasi oleh kemasan makanan). Akibatnya, plastik sampah cepat penuh, sehingga perlu segera dibawa keluar dari rumah agar penghuni tidak kebauan.

Setelah TPA kebakaran, kami membuang sampah organik langsung di kebun belakang. Awalnya sekedar diserakkan di atas tanah. Namun kemudian hal itu mengundang lalat, sehingga suami mengusulkan untuk menggali lubang dengan tutup sebagai tempat pembuangan sampah organik di rumah.

Sampah dari kemasan makanan tetap kami tampung dalam plastik belanja minimarket. Meniru ayah, saya terbiasa melipat sampah kemasan sampai menjadi tekukan terkecil dan menempatkannya rapi ke dalam plastik pembuangan.

Ternyata cara  ini signifikan memperpanjang waktu kebutuhan untuk membuang sampah ke luar rumah, dari awalnya setiap hari menjadi 3-5 hari. Plastik bungkusan sampah pun tidak berbau, kering, dan rasanya lebih "bersih".

2. Menyantap makanan dari yang paling cepat basi

Kebiasaan ini saya teladani juga dari ayah. Beliau selalu memilih makanan di meja dari yang paling cepat basi, supaya makanan tersebut sudah habis terlebih dahulu sebelum batas waktunya dan tidak menjadi sampah.

Waktu masih remaja, saya sempat protes. Kurang rela rasanya melihat ayah memilih makanan bukan karena paling nikmatnya melainkan supaya tidak keduluan basi. Namun ayah merasa nyaman-nyaman saja dengan caranya memilih makanan.

Kebiasaan ayah tersebut nyatanya saya praktikkan juga setelah menjadi seorang ibu. Waktu anak-anak masih kecil, sisa makanan mereka saya pindahkan ke dalam wadah cantik, untuk saya santap pada waktu makan. Setelah anak-anak besar, saya tidak selalu menyantap makanan baru, tapi menghabiskan makanan lama terlebih dahulu. Kali ini, giliran saya yang diprotes oleh suami dan anak-anak, hehehehe....

Kebiasaan lama tersebut membuat kami hampir-hampir tidak pernah membuang makanan. Seperti yang diutarakan pada bagian pertama, sampah organik di rumah kami hanya berupa sisa bahan makanan yang tidak digunakan dalam masakan.

3. Membawa tas belanja dan stoples sendiri saat ke warung

Di pasar-pasar swalayan kebiasaan ini sudah diterapkan. Mengapa tidak saya terapkan juga saat belanja ke warung di dekat rumah?

Berawal dari seorang kolega senior yang bercerita, bahwa dulu semasa kecil, beliau selalu disuruh ibunya untuk membawa rantang saat hendak membeli bubur atau soto. Semenjak kampanye go green marak, beliau kembali menerapkan kebiasaan di masa kecilnya itu.

Saya teringat pada kisah inspiratif beliau ketika pulang dari warung usai membeli beberapa macam kue pia. Karena setiap macam yang dibeli berjumlah 6 potong (setiap penghuni rumah saya jatah satu potong per jenis, hehehe...), maka pemilik warung membungkus masing-masing rasa dengan plastik bening yang terpisah. Sesampai di rumah, plastik-plastik bening pembungkus pia pun langsung masuk ke tempat sampah.

Jujur, muncullah perasaan menyesal. Ternyata... sebegitu mudahnya saya membuang sampah plastik, yang betapa sulitnya diurai. Saya merasa tidak bertanggung jawab atas sampah yang saya buang. Seperti melakukan kata pepatah: habis manis, sepah dibuang.

Maka semenjak itu, saya mengikuti teladan sang kolega senior. Saat berbelanja ke warung, saya membawa tas belanja sendiri, lengkap dengan stoples kue, hehehe.... Pemilik warung waktu pertama-tama dulu suka tersenyum dan berkata, "Wah, ibu sekarang bawa tas belanja dan toples sendiri."

Saya jadi teringat senyuman anak saat saya menjawab pertanyaannya tentang alasan saya membawa tas belanja dan stoples ke warung. Dalam hati kecil, saya berdoa, semoga anak-anak menyerap pengalaman hidup mereka semasa di rumah, mengenangnya sambil tersenyum manakala mereka sudah hidup terpisah, dan hati mereka tergerak untuk lanjut menerapkannya. Amin.***

Rujukan Ilustrasi:

  • Slebor. Green White Abstract Photo Collage. Canva. diadaptasi pada tanggal 17 Januari 2024 pukul 17.30.
  • Schevchenk, O. Makanan Cepat Basi? Kenapa, Ya? Ini Alasannya! Foodspot Blog. https://foodspot.co.id/ diakses pada tanggal 17 Januari 2024 pukul 17.39.
  • Tas Belanja Ramah Lingkungan Menumpuk Di Rumah, Harus Diapakan? Kumparan.com. https://blue.kumparan.com/ diakses pada tanggal 17 Januari 2024 pukul 17.47.
  • Keren! Akhirnyaa Desa Datar Punya Tempat Sampah Organik dan Anorganik. Kecamatan Warungpring. https://warungpring.pemalangkab.go.id/ diakses pada tanggal 17 Januari 2024 pukul 18.20.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun