Tahun baru, semangat baru. Harapan baru, dan usaha membangun kebiasaan baru. Semua serba baru. Sungguh, momen "baru" ini menjadi energi 'tuk bertindak.
Dalam dua minggu "pemanasan" di awal tahun baru ini, ada 3 kejadian hidup yang penulis refleksikan ke dalam tulisan bertajuk "3 Omon-Omon Perihal Bagaimana Caranya". Jadi, setiap omon-omon bisa berdiri sebagai bacaan terpisah. Selamat menikmati!
#Omon-Omon1:Â Bagaimana Caranya Berserah Diri Sebelum Berusaha?
Pada suatu malam, sepasang suami istri terbangun oleh suara keras benda jatuh. Rupanya sebagian plafon rumah mereka ambruk karena rembesan hujan deras selama satu minggu penuh. Benda kaca yang tertimpa ambrukan plafon turut pecah. Suami mengajak istri untuk langsung beberes malam itu juga.
Awalnya istri merasa keberatan karena ia masih mengantuk. "Apa tidak lebih baik esok pagi saja?" gumamnya. Namun melihat sang kepala keluarga sudah mulai meminggirkan potongan plafon, istri pun bangkit dari kantuknya, serta turut menyapu beling dan bubuk rontokan plafon.
Tak sampai satu jam, ruangan kembali rapi. Isti menyeduh teh hangat untuk dinikmati oleh mereka berdua sebelum kembali berangkat tidur. Dalam hati kecil, istri merasa bersyukur, karena rumah sudah rapi, sehingga nyaman saat bangun esok pagi. Â
Omon-omon, bagaimana caranya istri dalam cerita di atas bisa berserah diri kepada suaminya sebelum melakukan usaha bersama?
Pertama, istri jujur mengakui keinginannya yang berbeda dengan suami. Karena sudah menuangkan keinginannya, batin istri menjadi kosong dan siap diisi dengan hal baru, yaitu rasa hormat terhadap kesungguhan itikad baik dari pasangan hidupnya. Istri pun langsung mengebelakangkan kepentingannya sendiri dan mendukung penyelesaian kepentingan bersama.
Jadi, setidaknya ada tiga cara untuk berserah diri sebelum berusaha, yakni:
- jujur mengakui keinginan pribadi;
- menaruh hormat terhadap itikad baik orang lain; serta
- mengebelakangkan kepentingan pribadi dan berusaha mewujudkan kebaikan bersama.
#Omon-Omon2: Bagaimana Caranya Ikhlas Menerima Kenyataan Negatif di Hadapan?
Seorang ibu merasa sedih terpukul, saat anaknya, yang baru masuk kuliah, menyampaikan berita bahwa ia tidak lulus dalam lima dari delapan mata kuliah yang ada di semester pertama.
Penyebabnya sederhana, yaitu sang anak bangun kesiangan sebanyak dua kali dan memilih main bersama teman daripada masuk kuliah sebanyak satu kali. Namun konsekuensinya ternyata kompleks!
Anak tidak diizinkan meneruskan perkuliahan setelah tiga kali absen oleh dosen salah satu mata kuliah, sehingga ia mendapat nilai E untuk mata kuliah tersebut. Namun celakanya, mata kuliah itu menjadi prasyarat dari keempat mata kuliah yang lain, sehingga meski masih bisa mengikuti perkuliahan sampai akhir di keempat mata kuliah serangkai, nilai akhir keempat mata kuliah serangkai itu tetap terdampak menjadi nilai E. Â Â
Awalnya, ibu mengekspresikan rasa terpukulnya dengan nyerocos seolah-olah menasihati anak dengan ajaran kebaikan. Mendengar bisingnya suara sendiri kemudian membuat ibu tersadar dan ingat kembali dengan anak di hadapannya.
Ibu pun menanyakan bagaimana perasaan anak. Meski anak menjawab "biasa saja", ibu masih lanjut bercerita mengenai kegagalan dari orang yang awalnya sukses, maupun kesuksesan dari orang yang awalnya gagal, dalam rangka meneguhkan anak, bahwa kegagalan yang dialaminya memang tidak apa-apa dan wajar-wajar saja.
Ibu kemudian kembali tersadar bahwa ia sesungguhnya sedang berusaha menguatkan dirinya sendiri yang masih merasa sedih dan terpukul. Namun, ia tidak dapat melakukan apa-apa untuk mengubah kenyataan, selain menghadapinya.
Maka dengan tegas, ibu berkata kepada anaknya: "Keadaan yang kamu alami sekarang ini memang tidak enak. Namun ini adalah pilihanmu sendiri untuk tidak masuk kuliah pada waktu itu. Konsekuensi sekarang adalah satu paket dengan pilihanmu waktu itu. Sebagai ibu, saya selalu mendukung kamu. I love you. Dihadapi saja, meski tidak enak, dan teruslah melangkah maju." Setelah menyatakan penerimaan dan dukungan kasihnya, ibu pun merasa lega.
Omon-omon, bagaimana caranya ibu dalam cerita di atas bisa ikhlas menerima kondisi anak yang tidak sesuai harapan?
Pertama, ibu menumpahkan gerak-gerik pikirannya dalam ucapan. Mendengar kembali ucapan sendiri membuat ibu bercermin dan menemukan bahwa ucapannya belum tepat sasaran.
Maka, ibu pun bertanya. Namun ia masih lebih dikuasai oleh perasaannya sendiri, sehingga lagi-lagi tidak sungguh-sungguh menyimak, melainkan bicaranya tumpah ruah.
Sampai akhirnya, tidak ada lagi tirai kata yang dapat digunakan untuk menutup kesedihannya. Ibu berhadap-hadapan dengan kesedihan yang menguak. Ia berani menyatakan keadaan secara apa adanya. Â Â
Jadi, setidaknya ada tiga cara untuk ikhlas menerima kenyataan negatif di hadapan, yakni:
1. Â Â Â Â Â Â mengeluarkan pikiran dan perasaan;
2. Â Â Â Â Â Â bercermin/berefleksi; serta
3. Â Â Â Â Â Â berani berhadap-hadapan dengan kenyataan, pun menegaskan kembali kenyataan yang ada secara lugas.
#Omon-Omon3:Â Bagaimana Caranya Mengatasi Rasa Takut?
Seorang penulis tengah asyik menyelesaikan ketikannya ketika tiba-tiba terdengar guntur yang mengejutkan. Anjing peliharaannya pun sampai lari ke kamar. Namun tidak mendekati sang majikan, melainkan menyelusup ke sisi sempit ranjang, menaik-naikkan kakinya berusaha memanjat ranjang, dan kepalanya seperti celingak-celinguk panik kebingungan mencari-cari sendiri tempat perlindungan.
Sang majikan pun kasihan dan berhenti mengetik. Ia memanggil anjingnya, yang langsung datang menghampiri begitu mendengar namanya dipanggil. Ia mengelus-elus punggung anjingnya yang gemetar ketakutan sampai kembali tenang.
Selama menenangkan sang anjing, penulis pun tersenyum-senyum sendiri dalam hati. Sebagai manusia, yang dipelihara oleh Sang Pencipta, ia merasa sangat mirip dengan anjingnya barusan. Ketika menghadapi situasi hidup mengancam, ia panik berupaya sendiri, dan tidak menyadari kehadiran Sang Maha Pencipta yang sesungguhnya ada di dekatnya. Â
Omon-omon, bagaimana caranya anjing dalam cerita di atas berhasil teratasi rasa takutnya?
Pertama, anjing bertindak reaktif melarikan diri dan mencari perlindungan sendiri. Meskipun demikian, ia terbuka mendengarkan suara majikan yang memanggil namanya. Ia pun langsung berlari mendekati majikan dan menerima belaiannya. Â Â
Jadi, setidaknya ada tiga cara untuk mengatasi rasa takut, yakni:
1. Â Â Â Â Â Â berupaya mandiri mengatasi ketakutan;
2. Â Â Â Â Â Â menyimak dan bertindak mengikuti suara hati; serta
3. Â Â Â Â Â Â terbuka menerima pertolongan terberi.
Demikianlah ketiga omon-omon perihal bagaimana caranya. Meski receh, semoga bisa bermanfaat. Salam hangat!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H