Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Orangtua Berperan Seumur Hidup dalam Pengelolaan Emosi Anaknya

6 Juli 2023   21:06 Diperbarui: 8 Juli 2023   08:43 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(t.me-great pictures-pinterest)

Kabar baiknya adalah bahwa rekonsiliasi tidak mengenal kata terlambat. Rekonsiliasi senantiasa berdampak positif, meski itu baru dilakukan setelah anak berusia dewasa. Rekonsiliasi menjadi peran utama orang tua dalam pengelolaan emosi anak-anaknya setelah mereka dewasa.

Sebelum melakukan rekonsiliasi dengan anak, orang tua perlu melakukan rekonsiliasi dengan dirinya sendiri terlebih dahulu. Bagaimana orang tua dapat memaafkan diri sendiri dan menerima dirinya sendiri sebagaimana adanya?

Yang penting dilakukan oleh orang tua adalah mereka berkesempatan mengungkapkan segala emosinya pribadi secara mandiri. Emosi dapat dituangkan secara aktif dengan berdoa, menulis, melukis, menyadari napas, beraktivitas pelan-pelan, menekuni hobi, dll, maupun secara pasif dengan menikmati bacaan, lagu, lukisan, masakan, alam sekeliling, dll. Emosi yang tersalurkan akan menciptakan perasaan lega dan nyaman.

Saat emosi negatif kembali mencuat, orang tua lebih siap, dan dapat menyikapinya dengan tersenyum. Dengan begitu, emosi negatif yang ada mendapat panggung, diperbolehkan tampil dan berada sebagaimana adanya.

Kedua cara tersebut baik dilakukan secara bergiliran sebagai pola. Misalnya, disalurkan-disenyumi-disalurkan-disenyumi-dst. Pola ini akan menurunkan intensitas emosi, menetralisirnya, dan sikap penolakan orang tua terhadap emosinya pun akan beralih menjadi sikap penerimaan.

Sikap orang tua yang menerima emosi (dan diri sendiri) sebagaimana adanya tanpa sadar akan membuat mereka juga menerima anak-anak secara apa adanya pula. Cinta tanpa syarat dapat mereka berikan secara leluasa.

Anak-anak yang berusia dewasa dan menerima cinta orang tua tanpa syarat akan terbantu untuk menerima dirinya sendiri, termasuk ragam emosinya. Emosi yang diterima tidak akan lagi berdaya desak destruktif. Lambat laun menjadi netral, bahkan beralih menjadi sumber daya konstruktif.                 

Saat ini, kita berada dalam posisi tidak hanya sebagai anak, namun juga bisa mengambil posisi sebagai orang tua. Pembaca yang belum mempunyai anak (kandung/angkat/tiri/buah) tetaplah dapat melakukan pengelolaan emosi (disalurkan-disenyumi-dst) untuk menerima diri sendiri. Setelah rekonsiliasi dengan diri sendiri, kita dapat menerima-memaafkan orang tua sebagaimana adanya, sehingga mereka pun terbantu untuk menerima-memaafkan dirinya.

Bersediakah kita mengambil tanggung jawab ini lebih dulu?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun