Saya memeriksa tas.
Tas yang berisi perbekalan.
Perbekalan 'tuk menyusuri perjalanan.
Perjalanan episode kehidupan.
Episode kehidupan tentang wirausaha.
Wirausaha bersama suami tercinta.
Suami tercinta yang memanggang kopi Nusantara.
Kopi Nusantara panggang lalu saya yang pasarkan.
Pasar-pasaran sudah sejak kecil saya mainkan.
Main bersama teman pun berlanjut dagangan.
Dagang jajanan, pakaian, pengajaran, pelatihan, dan tulisan.
Tulisan yang ini terkecuali, bukan dagangan, melainkan refleksi.
Refleksi mengenai ketakutan.
Ketakutan menerobos tantangan, meski cukup isi perbekalan.
Isi perbekalan sungguhkah cukup, atau adakah yang kurang?
Kurang berserah saat melangkah... dapat saya isi dengan cara bagaimanakah?
Bagaimana pun cara yang saya coba seolah sia-sia saja.
Sia-sia saja karena lagi-lagi masih mengandalkan daya upaya saya.
Saya yang menolak ketakutan untuk berserah.
Takut berserah saat melangkah kini saya tuturkan.
Tutur kata pelan-pelan menuntun sikap.
Sikap mau pelan-pelan berserah ketakutan.
Berserah ketakutan saat melangkah.
Langkah ini adakah langkah berserah ketakutan?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H