Memang tak mudah,
untuk memperoleh label pilihan,
apalagi label artikel utama,
Baca juga: Akhir Minggu Murah Meriah
di platform blog Kompasiana.
Hati akan bersorak kegirangan,
seperti memenangkan undian,
apalagi bila menerimanya pada saat tak terduga.
Hidup langsung menjadi semarak penuh asa!
Keinginan untuk meraihnya lagi,
terkadang malah mengalihkan hati,
dari niat memberi manfaat,
menjadi sebuah target yang melekat.
Waktu dan tenaga yang dikerahkan menjadi berlebihan.
Menurut Hawkins (2013), proses berlebihan menunjukkan kesadaran berfungsi pada level kebanggaan.
Keyakinan diri pun bermutasi menjadi kesombongan, lupa bahwa semua hasil itu berkat kuasa Tuhan.
Sikap menuntut dan mendesak juga membuat diri lalai menaruh hormat kepada setiap ciptaan.
Namun, hukum semesta itu berlaku adil dan merata.
Semakin berlebihan dalam upaya memperoleh sesuatu, justru hasilnya semakin jauh dari harapan.
Ketidaksadaran membuat diri terus membentur-bentur tembok kekecewaan.
Ragam jurus pikiran untuk mengobati hati hanya sekedar memberi rasa nyaman sementara.
Alih-alih melanjutkan usaha untuk membalikkan kecewa menjadi positif, lebih baik berhenti sejenak.
Dengan begitu, arus ketidaksadaran pun akan ikutan mati.
Momen terdiam sebentar membuat mata hati kembali terang benderang melihat kenyataan.
Yang sungguh-sungguh nyata ialah rasa kecewa, mau terus disangkal, atau mau mulai diterima?
Keputusan menerima kemudian membuat diri bersedia mengalami rasa kecewa yang ada.
Rasanya memang tidak enak, namun masih dalam skala moderat, yang bisa langsung dihadapi jiwa.
Seperti saat kalah bertanding, kesadaran mengajak diri bersikap sportif, dengan tulus menyalami juara.
Maka, meski gagal mendapat label apresiatif pada hari ini, penulis pun kembali semangat mengisi waktu luang dengan membaca artikel utama dan pilihan di Kompasiana.
Selagi rileks menyusuri judul-judul artikel utama dan pilihan,
hati langsung terpikat pada judul tulisan dari Muhammad Fauzan Ilham,
yang bertajuk "Menguak Kedalaman Psikologis Lagu Tak Segampang Itu, Anggi Marito".
Ia mengulas tentang kompleksitas dinamika batin, kehilangan, penerimaan diri, dan keberanian melangkah maju.
Rasa ingin tahu pun terbit. Penulis segera mencari lagu tersebut di youtube.
Lirik pada bagian ini pun menancap dalam ke dasar hati:
Kau tahu betapa besar cinta yang ku tanamkan padamu!
Mengapa kau memilih untuk berpisah?
Wahai!
Berlebihan sekali kau luapkan cinta, sampai dia memilih 'tuk berpisah daripada terus kau desak!
Hmmm... perilaku berlebihan dan sikap menuntut, yang tanpa sadar malah jadi menyengat sekitar, sehingga buahnya malah kebalikan dari harapan.
"Loh..., kok sejalan dengan pengalaman saya, ya?" penulis tersenyum-senyum (manis) sendirian. Eh.
Singkat cerita,
inspirasi dari tulisan Muhammad Fauzan Ilham dan lagu Anggi Marito pun mengalir menjadi diary kali ini.
Terima kasih kepada mereka berdua, juga kepada para pembaca budiman.
Mudah-mudahan coretan ini dapat bermanfaat.
Â
The last but not the least,
Tuhan Maha Baik!
KasihNya senantiasa setia menemani perjalanan hidup kita!***
Daftar Pustaka
Hawkins, D. R., 2012. Power vs Force: The Hidden Determinants of Human Behavior. USA: Hay House, Inc.
https://www.kompasiana.com/fauzanilham/647754724addee05e423aff3/menguak-kedalaman-psikologis-dalam-lagu-tak-segampang-itu-anggi-marito diakses pada tanggal 3 Juni 2023Â
https://www.youtube.com/watch?v=FEvJw78EW0E Â diakses pada tanggal 3 Juni 2023Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H