Mohon tunggu...
Anastasia Cecilia Ginting
Anastasia Cecilia Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Memiliki kegemaran dalam bidang media, public speaking dan jurnalisme.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Taksi (1990) dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013) Dua Mahakarya Film Indonesia

14 September 2022   18:07 Diperbarui: 14 September 2022   18:55 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi para pecinta film Indonesia, rasanya tidak klop apabila tidak mengikuti perkembangan film Indonesia sejak tahun 1990an. 

Jika dilihat melalui kaca mata sejarah, film bagi Indonesia tidak hanya bertujuan untuk memberikan hiburan kepada penontonya. Pada masa Orde Baru, film dijadikan sebagai media propaganda bagi partai politik yang pro terhadap pemerintah. Sebagai contoh, film G30S PKI yang ditayangkan rutin setiap tahun. Salah satu keuntungan film sebagai alat propaganda yakni mampu mencakup audiens banyak dan bebas diakses oleh kelas masyarakat manapun.

Menurut Imanjaya, E. (2006), sebelum menjadi bisnis industri film yang dikenal sekarang, industri film nasional ternyata mengalami pasang surut loh! 

  • Masa produksi film nasional pada tahun 1950an mengalami masa produktif, 83 judul film Indonesia mencapai puncak dan menghasilkan film nasional berkualitas.
  • Pada tahun 1980an, produksi film Indonesia mulai memprodukas film berbentuk kaset video
  • Era 1990an Indonesia mengalami penurunan kualitas dan kuantitas film, hal ini disebabkan oleh sistem manajemen perusahaan dari para produser menyangkut kemampuan pihak produser dalam mengelola permodalan mereka, sebagian besar agensi film Idnonesia juga mengalami kendala dalam izin edar (bioskop) serta persaingan dengan film impor yang sering mengalihkan minat masyarakat pada film Indonesia.

Meskipun pada tahun 1990an produksi film Indonesia mengalami penurunan baik secara kuantitas dan kualitas, namun tidak perlu dipungkiri bahwa masih banyak film yang berkualitas yang menjadi rekor sejarah perfilman Indonesia. 

Adapun film Indonesia yang mencetak rekor sejarah produksi film lawas Indonesia yakni Jaka Swara (1990), Si Kabayan dan Anak Jin (1991),  Olga dan Sepatu Roda (1991), Lenong Rumpi Movie (1991), Taksi (1990) dan masih banyak lagi!

Kali ini, kita akan mencoba membandingkan bagaimana perkembangan film Indonesia serta elemen apa yang sekiranya hilang atau tumbuh di era industri film saat ini.  

Untuk membandingkan, saya mencoba mengambil film Taksi (1990) dan film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013). Kedua film ini memiliki genre drama menjadi salah satu film dengan penonton terbanyak. 

Taksi (1990)

Poster film Taksi (1990)
Poster film Taksi (1990)

Film Taksi 1990 merupakan salah satu film yang disutradai oleh Arifin C. Noer. Dengan membawa artis dan aktor terpopuler pada zamannya seperti Rano Karno, Meriam Bellina, Nani Wijaya, Dorman Borisman, film ini sukses menjadi salah satu film terbaik lawas Indonesia yang memborong penghargaan pada Festival Film Indonesia 1990.

Film dengan durasi 90 menit ini berhasil membawa penontonnya kedalam kisah romansa namun penuh teka-teki oleh Giyon dan Desi. Film ini diawali dengan memperlihatkan pekerjaan dan rutinitas seorang Giyon yang adalah seorang supir taksi, sedangkan Desi seorang janda yang sedang mencari pekerjaan. Kisah romansa Giyon dan Desi semakin dekat dikarenakan Desi yang menitipkan anaknya (Taksi) kepada Giyon saat menumpang di mobil taksinya. 

Film ini mengandung teka teki dan beberapa komedi yang renyah yang membuat penontonnya tidak akan merasa bosan dan menikmati kisah romansa Giyon dan Desi. Selain itu, film ini juga menyoroti kehidupan seorang perempuan yang memiliki anak namun tidak bersuami dan kehidupan seorang pria sederhana yang berprofesi sebagai supir.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk

Poster film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk
Poster film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013) merupakan film karya Ram Soraya Entertaiment yang mengangkat isu romansa satu pasangan yang berbeda latar belakang. Hayati (Pevita Pearce) merupakan keturunan asli Minangkabau jatuh cinta dengan seorang pemuda bernama Zainuddin (Herjunot Ali). 

Sayangnya, kedua pasangan ini terpaksa menjalin kisah cinta terlarang dikarenakan keluarga Hayati menolak keras Zainuddin untuk berpacaran dengan Hayati. Sesuai dengan adat Minangkabau pada saat itu, seorang wanita seharusnya menjalin hubungan dengan seorang laki-laki asli Minangkabau agar tidak merusak garis adat. Hal ini menjadikan Zainuddin sangat tidak disetujui dikarenakan Ia merupakan seorang campuran Minang dan Bugis.

Film ini mengundang bawang dan air mata para penontonnya dikarenakan banyak emosi serta cinta yang dipendam oleh kedua pemain. Film ini juga memberikan latar waktu Indonesia dulu/lawas yang memberikan nilai plus pada penontonnya agar dapat lebih mendalami kisah cinta Zainuddin dan Hayati.

Paradigma pada Film Taksi (1990) dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013)

Selain dibahas pada penelitian, paradigma juga bisa dilihat dari film lhoo! Menurut (Astuti, 2022, h. 20) paradigma film memberikan 3 fungsi, yakni:

  • Melihat pesan yang disampaikan sebuah film
  • Merumuskan fokus analisis dari sebuah film
  • Mengetahui aturan apa yang di interpretasikan pada film

Jika dilihat dan diresapi kedua film diatas, dapat disimpulkan bahwa film ini memiliki paradigma fungsionalisme.

Paradigma fungsionalisme memandang masyarakat adalah suatu sistem yang  terdiri atas bagian yang saling berkaitan seperti agama, pendidikan, struktur politik/keluarga. Paradigma ini mempercayai bahwa masyarakat berubah secara evolusioner yang disebabkan oleh ketidakseimbangan integrasi sosial.

Film Taksi (1990) dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk memiliki kaitan dengan sistem dan nilai-nilai pada masyarakat. Taksi (1990) mengangkat isu yang ada didalam masyarakat yakni kemiskinan dan kebersamaan dalam masyarakat. Isu-isu ini tentunya membentuk cerita dan narasi film Taksi (1990) dapat dinikmati oleh masyarakat karena adanya perasaan sama/empati.

Sedangkan film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013) pada dasarnya memang sudah mengangkat isu budaya yang tentunya juga relate oleh kehidupan bermasyarakat Indonesia khususnya masyarakat Minangkabau. 

Genre dan Sub Genre

Genre dan Sub genre merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah film. Menurut kalian, apakah genre membatasi sebuah kreativitas film?

Jawabannya adalah tidak.

Pada kenyataannya, genre justru memberikan kemudahan baik kepada produser/penontonnya. Bagi produser, genre berfungsi untuk mampu memilih dan menentukan scene yang tepat untuk ditekankan/dihilangkan. 

Sedangkan genre bagi penonton memiliki fungsi untuk memilih serta memberikan praduga/ekspetasi terhadap film yang ditonton.

Menurut buku (Astuti, 2022, h. 20) ada 3 jenis genre yakni laga, drama dan horor. 

Namun, jika dilihat dengan banyaknya film dan jenis film yang dikeluarkan, tentunya banyak film yang tidak sesuai jika hanya diklasifikasikan berdasarkan ketiga genre tersebut, oleh sebab itu ada yang dikenal dengan sebutan subgenre.

Subgenre merupakan anak genre/topik yang lebih fokus dan sempit pada film yang dikeluarkan. Misalnya subgenre film drama adalah romance, komedi, keluarga, fantasi, dsb.

Jika dilihat film Taksi (1990) subgenre pada film ini adalah romansa, sedangkan film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013) adalah romance-kebudayaan.

Kenapa bisa berbeda? banyak hal yang menjadikan subgenre semakin berkembang, salah satunya adalah karena semakin banyaknya jenis film dan kreativitas yang dikeluarkan oleh industri film.

Nah, itu dia sedikit mengenai review film Taksi (1990) dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (2013) melalui kacamata paradigma film dan Genre. 

Bagaimana menurutmu?

Daftar Pustaka:
Imanjaya, E. (2006). A to Z about Indonesian Film. DAR! Mizan.

Astuti. 2022. Buku Ajar:Filmologi Kajian Film. Yogyakarta: UNY Press

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun