Seorang buruh berjalan lesu kembali ke rumah kosnya. Ia adalah anak muda rajin dan tekun dalam balutan pekerjaan Management Trainee yang bahkan tidak pernah diketahui oleh seluruh buruh di pabriknya.Â
Program Management Trainee ini dijalankan oleh sebuah perseroan terbatas berkembang "PMR" di sektor industri makanan pada sebuah kawasan industri Tangerang.Â
Buruh tersebut mampu mengayomi berbagai macam buruh lain dari kalangan berumur lebih sehingga mendapat piala "naik jabatan" sebagai seorang supervisor setelah bekerja selama kurang lebih  4 (empat) bulan.
Menjadi pengetahuan umum bahwa program Management Trainee adalah suatu program akselerasi yang dibentuk oleh perusahaan untuk membentuk fresh graude untuk sampai di proses manajerial dalam  waktu singkat, sebagaimana dikutip oleh Glints. Â
Management Trainee merupakan suatu proses learning by doing dimana seorang pekerja akan melaksanakan pekerjaan yang nantinya akan ia laksanakan sehari-hari sekaligus melatih kemampuan manajerial dan leadership untuk mendampingi pekerja lain dalam perusahaan. Â
Fresh graduate yang mendaftar pada program Management Trainee ini terikat oleh perjanjian yang ditentukan oleh perusahannya. Sebuah perjanjian kerja memiliki asas kebebasan berkontrak  sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa setiap orang berhak untuk menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, bebas untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian dan bebas untuk membuat pilihan hukum (choice of law). Asas ini menekankan pada keseimbangan kedudukan antara para pihak.
Menurut Hugh Collins (2003:15), asas ini mencegah kemungkinan buruh diperlakukan sama dengan komoditas sehingga telah memberi prinsip untuk menghormati harga diri, kebebasan, dan kesamaan kedudukan buruh dengan warga negara. Menjadi pengetahuan umum juga bahwa asas ini akan mengalami degradasi dalam penerapannya.
Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain .Â
Sebagai pengemban klausula "memperkerjakan tenaga kerja" membuat pemberi kerja sedikit superior dibandingkan buruh yang membutuhkan pekerjaan untuk menyambung hidup sehari-hari.
Kedudukan superior ini membuat seorang buruh yang berjalan lesu tersebut mengikuti dinamika kebebasan kontrak Management Trainee. Buruh tersebut mendapatkan kedudukan baru sebagai "supervisor" dengan tambahan kewajiban sistem shift mulai pukul 07.00 hingga 20.00 WIB tanpa ada hitam diatas putih atau perubahan perjanjian kerja yang menjelaskan tambahan hak yang seharusnya ia peroleh, yaitu kenaikan gaji pokok.
Sistem shift tidak dapat diterapkan secara sembarangan sebab berdasarkan Kepmenakertrans No. 233/Men/2003 bahwa jenis pekerjaan yang boleh menerapkan sistem pembagian shift kerja pagi, siang, dan malam adalah jasa kesehatan, pariwisata,transportasi, pos dan telekomunikasi, penyediaan listrik, pusat perbelanjaan, media massa, dan keamanan.Â
Perseroan Terbatas "PMR" tidak bergerak di bidang pekerjaan yang disebutkan oleh Kepmenakertrans Nomor 233 Tahun 2003 sehingga seharusnya perusahaan tersebut tidak menerapkan sistem shift Penerapan sistem shift berdasarkan Pasal 79 ayat (2) huruf a ditentukan dalam tiga shift dengan setiap shift maksimum 8 jam perhari sehingga apabila diakumulasikan maka masing-masing shift tidak melebihi 40 jam seminggu.
 Sistem shift pada umumnya mengaplikasikan jam kerja 08.00-17.00 WIB lalu shift berikutnya 16.00 -- 01.00 WIB dan juga berdasarkan Pasal 79 ayat (2) huruf b sistem shift mengaplikasikan sekurang-kurangnya setengah jam kerja istirahat setelah bekerja selama empat jam terus menerus.
Jenis shift yang diterapkan pada Perseroan Terbatas "PMR" telah melebihi batas waktu kerja sehingga buruh seharusnya dihitung sebagai waktu kerja lembur.Â
Dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmirgrasi No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur (Kepmen 102 Tahun 2004) dinyatakan bahwa waktu kerja lembur adalah waktu kerja melebihi 7 jam sehari dan 40 jam 1 minggu untuk enam hari kerja atau delapan jam sehari dan 40 jam satu minggu untuk lima hari kerja. Pengusaha "PMR" yang menerapkan sistem shift 12 jam berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Kemenpan 102 Tahunn 2004 wajib membayar upah lembur.
Namun, ternyata tidak semua jabatan dapat menuntut upah lembur. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Kepmen Nomor 102 Tahun 2004 bahwa golongan jabatan yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan tidak mendapatkan upah lembur.Â
Perusahaan berhak menentukan jabatan apa saja yang tidak mendapatkan upah lembur. Penentuan jabatan tersebut seyogya dituangkan dalam bentuk peraturan perusahaan yang disusun dengan mempertimbangkan saran dan pendapat dari wakil pekerja/buruh. Oleh karena itu, apabila dalam suatu perusahaan supervisor tidak termasuk dalam jabatan yang tidak mendapatkan upah lembur, maka buruh tersebut dapat menuntut  haknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H