"Mbah menitipkan kujang itu agar bisa diberikan ke museum keris yang ada di Solo karena perkampungan atau daerah tempat tinggal kita sekarang paling dekat dengan kota Solo. Mbah meminta Om Suryo untuk mengurus perijinan dan surat-suratnya karena itu termasuk benda pusaka, bukan benda sembarangan. Setidaknya Mbah tetap bisa memelihara salah satu budaya yang ada di Pulau Jawa.
"Kalau begitu, apakah kujang termasuk keris, Mbah?" Sekar mengajukan pertanyaan yang tidak kalah jitu dengan Wira.
"Kujang itu bukan termasuk jenis keris, bukan juga sebagai senjata. Namun, masyarakat pada umumnya sudah terlanjur mengenal benda pusaka tersebut dengan sebutan keris kujang. Bentuk kujang juga berbeda-beda sesuai namanya. Kujang hanya sebagai perlambang atau simbol nilai-nilai luhur adat Sunda yang erat hubungannya dengan kenegaraan zaman dahulu. Di beberapa museum, kujang memang sering disejajarkan dengan keris. Mungkin hal itulah yang membuat masyarakat menganggapnya sebagai sebuah senjata seperti keris."
"Ooo...jadi seperti itu ya, Mbah ceritanya. Sekarang kami semua sudah semakin mengerti. Ternyata petualangan rahasia ini sangat seru, ya teman-teman?" Adit seolah meminta persetujuan teman-temannya atas pendapat yang baru saja dilontarkan.
"Rahasia itu sekarang sudah terbongkar. Rahasia kita mengintai rumah Mbah Broto dan rahasia Om Suryo yang ternyata memiliki hubungan baik dengan Mbah Broto." Wira menarik sebuah kesimpulan yang sangat tepat dan bijak.
Akhirnya semua saling tertawa bahagia.
Setelah peristiwa yang penuh makna itu, Adit, Rio, Wira, dan Sekar sering datang bermain dan menengok Mbah Broto. Mereka berempat sangat senang mendengarkan cerita-cerita seru tentang pengalaman Mbah Broto.
_Selesai_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H