"Adit coba ya, Mbah. Kendi berfungsi sebagai tempat menyimpan air minum, sama seperti teko. Anglo berfungsi sebagai alat untuk memasak, sama seperti kompor. Adit pernah melihat anglo di warung bakmi Jawa, Mbah." Adit terkekeh merasa puas dan yakin bahwa jawabannya itu benar.
"Lalu, periuk itu apa?" Sekar juga baru mendengar istilah itu.
"Oh, iya. Kita kan bisa mencari jawabannya di internet, ya. Iya kan, Dit?" Rio meminta persetujuan Adit atas pendapatnya itu.
Adit hanya mengacungkan jempolnya dan berkata, "Betul, betul, betul."
Pak Suryo yang sedari tadi hanya tersenyum dan menyimak tingkah laku keempat anak itu pun angkat bicara. "Periuk itu alat untuk memasak nasi."
"Berarti sama seperti dandang ya, Om?" Sekar bertanya dengan mata berbinar. Pak Suryo menjawab dengan penuh antusias sambil mengangkat dua jempol tangan untuk Sekar. "Iya, betul sekali anak cantik."
"Sekarang lebih modern lagi ya, Om. Sudah banyak orang-orang yang menggunakan rice cooker untuk menanak nasi." Wira menimpali dengan cerdas.
"Oh, iya. Benar sekali! Kalian memang anak-anak hebat!" Pak Suryo memuji tulus dari dalam hati dan selalu berusaha membesarkan hati keempat anak itu sehingga semakin percaya diri.
"Iya, anak-anakmu ini memang hebat, Yo. Beruntung kamu mempunyai anak seperti Adit dan ketiga temannya ini. Anggap saja semua anak ini adalah anakmu, Yo. Mbah menitipkan mereka padamu agar mereka bisa menjadi anak-anak yang membanggakan orang tua, bangsa, dan negara."
"Iya, Mbah." Pak Suryo mengangguk dengan penuh hormat menandakan bahwa ia menyetujui dan menyanggupinya.
"Mbah, ada yang ingin Adit sampaikan pada Mbah dan Ayah. Sebetulnya Adit menemukan ini di ladang penduduk. Waktu Adit bermain sendirian, Adit melihatnya, lalu Adit mengambilnya dan selama dua hari berturut-turut, Adit menyimpannya di dalam tas selempang ini."