"Kucingku belang, belang tiga
Setiap hari main saja
Lompat ke kiri, lompat ke kanan
Kalau dia lapar, meong..meong..."
******
Noni bernyanyi sambil melenggak-lenggok di depan cermin. Tangannya memegang pensil kesayangannya yang dijadikan sebagai mikrofon. Sungguh lucu melihat tingkahnya itu.
"Mama, sebentar lagi aku ulang tahun, ya? Aku boleh minta hadiah kan, Ma?"
"Memangnya Noni mau hadiah apa?" Mama menoleh sambil tangannya terus mengelap beberapa hiasan pajangan khas Bali.
"Aku mau kucing Anggora, Ma!" Noni menjawab dengan antusias sekali.
"Kenapa Noni suka dengan kucing itu? Harganya mahal, lho!" ucap Mama sedikit kaget sambil tangannya beralih mengelap beberapa figura foto.
"Kucing Anggora rambutnya panjang, halus, kalau bergerak tampak berkilau. Tubuhnya juga terlihat kuat, berarti ototnya juga kuat kan, Ma?" Noni tersenyum menatap mamanya dengan mata berbinar penuh harap.
"Mengurus hewan peliharaan itu tidak mudah, lho. Memangnya Noni sudah bisa? Jangan sampai nanti Mama yang repot." Mama berlalu sambil mengelus kepala Noni.
Noni buru-buru mengejar mamanya ke dapur, "Ma, Noni sudah kelas 3 SD, pasti Noni bisa kok merawat kucing dengan baik. Noni janji, Ma!" Noni mengedipkan matanya sambil mengangkat dua jari tanda bahwa ia berjanji.
"Coba Noni pikirkan baik-baik. Jika Noni ingin memiliki kucing Anggora, maka Noni juga harus telaten karena cara merawatnya agak berbeda dengan kucing biasa. Noni harus menyiapkan kandangnya yang luas, harus tahu jenis makanannya, cara memandikannya, menyediakan mainannya, merawat rambutnya, telinganya, kukunya. Wah, pokoknya banyak, deh! Belum lagi harga kucing Anggora itu mahal. Apa betul Noni bisa melakukannya sendiri?" Mama menatap penuh selidik.
******
Meong...meong...terdengar sayup-sayup suara kucing di halaman rumah Noni. Rambutnya putih belang-belang oranye. Badannya tampak kurus dan kotor. Sepertinya kucing itu sangat lapar.
Noni pun merasa penasaran dan menengok ke halaman rumahnya. Noni mendekati kucing itu dan mengamatinya. "Kasihan sekali kucing ini, masih kecil, badannya kurus dan sepertinya lapar. Mungkin kalau aku mandikan, kucing ini akan terlihat bersih dan segar." Noni bergumam sendiri sambil berjongkok dan matanya terus menatap kucing tersebut yang sedari tadi tidak berhenti mengeong.
Noni berlari ke dalam rumahnya. "Ma, di luar ada kucing meong-meong, sepertinya kucing itu lapar dan kurang terawat. Mungkin dibuang oleh pemiliknya atau kucing itu malah nggak ada pemiliknya? Kucing liar ya, Ma? Boleh nggak Noni merawatnya, Ma?"
Mama pun mengikuti Noni menuju halaman rumah. Mama pun turut kasihan melihat kucing berambut belang oranye yang terus mengeong itu. Mama mengajak Noni ke dapur dan mengambil sup ayam lalu dimasukkan ke dalam mangkuk yang sudah lama sekali tidak dipakai. Mama meminta Noni untuk membawanya ke halaman rumah dan diberikan pada kucing itu.
Dengan penuh semangat Noni membawa mangkuk yang berisi sup ayam lalu diberikan pada kucing itu. Sup ayam itu dimakan dengan lahap dan habis dalam sekejap.
"Ma, bolehkah aku merawat kucing ini? Kasihan ya, Ma. Kucingnya tidak ada yang merawat. Untuk sementara kandangnya memakai kardus saja dulu, lalu dibawahnya dilapisi kain supaya nanti tidurnya hangat. Kalau Papa sudah pulang dari luar kota, nanti Papa yang buatkan kandangnya. Boleh ya, Ma." Noni memohon dengan tatapan penuh harap.
Mama Noni membawa kucing itu ke beberapa tetangga dekat rumahnya. Menanyakan apakah kucing itu ada pemiliknya atau tidak. Ternyata memang benar, kucing itu tidak ada pemiliknya.
"Asyiiiik...akhirnya aku punya kucing." Noni melompat dengan girang. Mungkin kalau aku bisa merawat kucing ini, suatu saat nanti aku juga bisa merawat kucing jenis lain yang perawatannya jauh lebih rumit seperti kucing Anggora. Yeay...!"
Mama pun mengangguk sambil tersenyum. "Kalau memang Noni sudah siap untuk merawat dan memelihara kucing ini, lakukanlah dengan sepenuh hati, Nak. Hewan peliharaan juga makhluk hidup ciptaan Tuhan yang harus kita hargai. Ingat, merawat kucing ini adalah tanggung jawab Noni!"
"Siap, Mama." Tangan Noni secepat kilat mengambil kucing belang oranye yang masih dipegang mama kemudian membawanya ke halaman belakang rumah sambil terus bernyanyi "Kucingku Belang".
 "Ahaa..!"
"Aku menamai kamu "Belang". Aku akan memanggilmu, Belang!"
"Hallo..Belang. Ayo, kejar aku!" Noni memanggil-manggil Si Belang sambil mengajaknya berlari-lari kecil di halaman belakang rumah. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI