DISAJIKAN OLEH: ANASTASIA IDA RISTIANI, S.Si
CGP ANGKATAN 7
SD PANGUDI LUHUR 3 YOGYAKARTA
A. Refleksi Diri
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai 5 Kompetensi Sosial dan Emosional.
Sebelum mempelajari Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional saya berpikir bahwa jika peserta didik sudah mempunyai hasil yang baik atau bahkan sangat baik dalam segi akademik/kognitifnya/pengetahuan saja, hal itu sudah cukup. Saya berpikir juga, pastinya orang tua akan senang dan puas. Namun ternyata membekali anak-anak dengan pengetahuan saja tentunya tidak cukup. Pengajaran yang kita berikan harus menyeluruh yaitu pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Ketiga hal ini sangat membantu dan mewujudkan potensi atau kekuatan yang dimiliki oleh murid itu sendiri. Sehingga pentinglah kiranya untuk mempelajari PSE.
Apalagi dalam modul ini disebutkan bahwa dari hasil penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional:
1) Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik akan lebih efektif dan cenderung lebih tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid. (Sehingga PSE penting bagi pendidik, bukan hanya peserta didik.)
2) Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika dewasa dalam bidang pendidikan, pekerjaan, aktivitas kriminal, dan kesehatan mental.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar dan melihat maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak remaja. Mereka mudah untuk tersulut emosinya karena tidak bisa mengolah emosinya sendiri. Inilah peran PSE dalam pendidikan. Â Walaupun sebenarnya secara tersirat PSE pastinya juga masuk dalam pembelajaran di satuan pendidikan. Namun bisa jadi belum rutin dilaksanakan dan belum terintegrasi dalam pembelajaran.
B. Hal Mendasar dan Penting dari Modul 2.2
Tiga hal mendasar yang saya pelajari dari modul ini, berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being) adalah 1) Penerapan konsep pembelajaran sosial dan emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) kompetensi sosial dan emosional (KSE); 2) Mempraktikkan konsep kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar pengembangan 5 (lima) kompetensi sosial dan emosional (KSE); dan 3) Mengimplementasikan Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness).
1. Kerangka Kompetensi Sosial dan Emosional (CASEL):
a. Kesadaran Diri: kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.
b. Manajemen Diri: kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi
c. Kesadaran Sosial: kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda
d. Keterampilan Berelasi: kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif
e. Â Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok
2. Kesadaran Penuh (mindfulness) sebagai Dasar Penguatan 5 (Lima) Kompetensi Sosial dan Emosional
Kesadaran penuh diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar pada kondisi saat sekarang. Dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan yang sebenarnya telah ada dalam diri manusia akan tetapi pikiran merupakan bagian diri kita yang seringkali sulit dikendalikan. Sehingga kesadaran penuh yang sebenarnya telah dimiliki secara alami mengalami hambatan untuk benar-benar dialami.
Peran praktik kesadaran penuh (mindfulness) paling mendasar dan sederhana adalah melatih dan menyadari napas. Salah satu teknik melatih napas adalah Teknik STOP. Langkah STOP: Â 1) Stop (Berhenti sejenak); 2)Take a Breath (Ambil napas dalam); 3) Observe (amati sensasi pada tubuh, perasaan, pikiran dan lingkungan, dan 4) Proceed (selesai dan lanjutkan).
Teknik yang lain misalnya disesuaikan dengan kebiasaan dan hobi:
a. Mengamati berbagai perasaan yang muncul;
b. Ungkapkan terima kasih pada 3 hal yang disyukuri;
c. Fokus pada 3 hal yang dapat dilihat, dengar dan rasakan;
d. Menuliskan apapun yang dipikirkan dan dirasa tanpa harus menilainya (jurnal);
e. Menggambar, membuat coretan atau mewarnai (fokus pada prosesnya);
f. Dengar atau mainkan musik (fokus pada yang didengar).
3. Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional di Kelas dan Sekolah
4 (empat) Â indikator implementasi pembelajaran sosial dan emosional yang berkaitan dengan kelas dan sekolah, yaitu:
a. Pengajaran eksplisitÂ
Memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan terbuka dengan keragaman budaya. Misalnya saja dengan Roda Emosi Plutchik
b. Integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademikÂ
Kompetensi Sosial Emosional dapat diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran.
c. Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah
Salah satu indikator utamanya adalah kualitas relasi guru dan murid berupa sikap saling percaya yang akan menumbuhkan perasaan aman dan nyaman bagi murid dalam mengekspresikan dirinya. Murid-murid akan lebih berani bertanya, mencari tahu, berpendapat, mencoba, berkolaborasi sehingga mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal.
d. Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah
Langkah-langkah memperkuat pembelajaran sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah: 1) memodelkan (menjadi teladan), 2) belajar, dan 3) berkolaborasi.
C. Perubahan yang Akan Diterapkan di Kelas dan Sekolah
1) Bagi murid-murid
a. Membangun kesadaran penuh dengan teknik STOP;
b. Mengeidentifikasi emosi diri anak dengan Roda Emosi Plutchik;
c. Menerapkan 5 KSE dalam pengajaran di kelas:
- melakukan ice breaking untuk membangkitkan semangat anak dengan cara peregangan otot, mendengarkan music, melihat video, berbagi cerita, dll.
- memperkuat keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dengan kerja kelompok;
- membangun empati anak untuk merespon kebutuhan orang lain;
- mencoba strategi POOCH untuk menerapkan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.
d. Menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah yang baik sebagai tindak lanjut dari budaya positif
2) Bagi rekan sejawat
a. Menjadi teladan: menerapkan KSE dalam peran dan tugas, menciptakan budaya mengapresiasi, dan menunjukkan kepedulianÂ
b. Belajar:Â membiasakan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional pribadi, berkolaborasi di tempat kerja, mengembangkan pola pikir bertumbuh, mengagendakan sesi berbagi praktik baik, dsb.
c. Berkolaborasi: bersama-sama melakukan KSE, membuat kesepakatan bersama-sama, aktif dalam KKG, mentoring rekan sejawat, dan mengintegrasikan KSE dalam rapat sekolah.
D. Apa Kesimpulan tentang Perubahan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap sebagai Pemimpin Pembelajaran setelah Mempelajari Pembelajaran Sosial dan Emosional?Â
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran saya merasa PSE sangat penting sehingga harus diterapkan dan dipraktikkan. Kita tentu menyadari pentingnya perkembangan murid secara holistik; bukan hanya intelektual, tetapi juga fisik, emosional, sosial, dan karakter. Sehingga membekali anak-anak dengan pengetahuan saja tentunya tidak cukup. Pengajaran yang kita berikan harus menyeluruh yaitu pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Ketiga hal ini sangat membantu dan mewujudkan potensi atau kekuatan yang dimiliki oleh murid itu sendiri.
Meningkatnya kasus-kasus kekerasan pada anak atau remaja, perundungan, klitih, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, murid putus sekolah, murid mengalami gangguan emosional (stres, kecemasan, depresi) menunjukkan masih lemahnya perkembangan sosial dan emosional para murid kita. Maka, pembelajaran yang dapat menumbuhkan kompetensi sosial dan emosional murid adalah sebuah urgensi dalam proses pendidikan kita.
E. Kaitan Pembelajaran Sosial dan Emosional dengan Modul-modul Sebelumnya
Modul 2.2 tidak bisa lepas dari modul 2.1 dan modul 1 (1.1-1.4):
1) Keterkaitan Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosioanal dengan Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi
Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) merupakan bagian dari Paket Modul 2 yang bertujuan menguatkan paradigma dan praktek pembelajaran yang berpihak pada murid. Dalam modul 2.1 kita belajar bagaimana mendesain pengalaman belajar dan lingkungan belajar dengan menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid agar murid dapat mencapai tujuan pembelajarannya (pembelajaran berdiferensiasi). Kebutuhan belajar ini termasuk belajar bagaimana menciptakan pengalaman dan lingkungan belajar yang memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional murid yang dipelajari di modul 2.2.
2) Keterkaitan Modul 2.2 PSE dengan Modul 1.1 Filosofi KHD
Dalam Modul 1.1 seperti disampaikan KHD bahwa peran pendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dengan demikian dalam proses menuntun, guru perlu mengetahui kebutuhan belajar murid termasuk sosial dan emosionalnya agar ia bisa tumbuh selaras dengan kodratnya.
3) Keterkaitan Modul 2.2 PSE dengan Modul 1.2 Peran dan Nilai Guru Penggerak
Guru Penggerak diharapkan dapat memainkan peran memimpin perubahan dalam ekosistem pendidikan. Guru Penggerak juga harus sadar dengan nilai-nilai Guru Penggerak yang disandangnya yaitu 1) berpihak pada murid, 2) reflektif, 3) mandiri, 4) kolaboratif, serta 5) inovatif. Demikian juga Guru Penggerak harus memahami perannya yaitu 1) menjadi pemimpin pembelajaran, 2) menjadi coach bagi guru lain, 3) mendorong kolaborasi, 4) mewujudkan kepemimpinan murid, dan 5) menggerakkan komunitas praktisi. Aktualisasi peran dan nilai guru penggerak ini sesuai dengan KSE dan implementasi PSE di kelas maupun di sekolah. Demikian juga nilai-nilai 5 KSE berhubungan dengan 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dipelajari pada modul 1.2. Sehingga untuk mewujudkan keberhasilan PSE dibutuhkan kesadaran akan nilai dan peran guru penggerak.
4) Keterkaitan Modul 2.2 PSE dengan Materi Modul 1.3. Visi Guru Penggerak
Komunitas sekolah jika ingin berubah, maka harus mau berefleksi dan menggali lebih dalam hal-hal yang bermakna. Kemudian diinternalisasi dan dijadikan sebagai bahan perbaikan-peningkatan dalam menjalankan perubahan demi perubahan. Kita ingat kembali dalam proses BAGJA yang dimulai dengan filosofi dan visi yang berpusat pada kepentingan murid atau berpihak kepada murid. Jika PSE terintegrasi di kelas yang berorientasi pada kebutuhan murid, maka hal ini memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.
5) Keterkaitan modul 2.2 PSE dengan  Materi Modul 1.4 Budaya Positif
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Sehingga guru memiliki peran yang sangat penting dalam membangun atmosfir lingkungan positif yang isinya komunitas pembelajar. Hal ini dibutuhkan kolaborasi yang baik dari seluruh warga sekolah dan dilakukan secara konsisten. Dalam kerangka KSE menggunakan pendekatan sistematis yang menekankan pada pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang tepat serta terkoordinasi untuk meningkatkan pembelajaran akademik, sosial, dan emosional semua murid. Jika atmosfir lingkungan positif ini terwujud, maka budaya positif. Jika budaya positif terwujud, maka PSE dapat berhasil dengan optimal.
F. Penutup
Demikian sajian koneksi antar materi dalam modul 2.2, semoga sajian ini bermakna bagi para pendidik lainnya. Sebagai CGP kita bisa berbagi praktik baik untuk mengimplementasikan PSE dengan kolaborasi baik dengan murid, guru, KS, PTK lainnya, serta orang tua. Pelaksanaan PSE yang baik berpotensi menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik, memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai dalam area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H