Selamat datang para pembaca Kompasiana!
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas mengenai penerapan teknik kultur jaringan sebagai solusi pelestari dan pemanfaatan sumber daya hayati.Â
Kultur jaringan merupakan salah satu perkembangan bioteknologi yang sudah sangat maju dan berkembang pesat. Teknik ini sudah digunakan secara luas untuk memperbanyak tanaman dan juga untuk keperluan komersial. Bahkan negara-negara maju mulai mengembangkan bioteknologi kultur jaringan dengan cara mengambil gen plasma nutfah dari negara lain untuk dikembangkan di negara mereka.Â
Namun, apakah upaya untuk mengembangkan gen plasma nutfah suatu negara di negara lain akan menimbulkan kerugian di satu pihak atau justru akan semakin melestarikan sumber daya hayati? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, akan lebih baik jika kita memahami terlebih dahulu mengenai teknik kultur jaringan.
Untuk memahami lebih dalam mengenai kultur jaringan, pertama-tama kita akan membahas tentang dasar-dasar kultur jaringan. Kultur jaringan sendiri terdiri dari kata "kultur" yang dimaksud dengan budidaya dan "jaringan" yang dimaksud sebagai kumpulan sel dengan struktur dan fungsi yang identik.Â
Kultur jaringan atau yang juga dikenal dengan sebutan tissue culture merupakan suatu teknologi budidaya tanaman dengan menggunakan sebuah jaringan pada tanaman yang kemudian dipelihara dan ditumbuhkan pada kondisi aseptik atau bebas dari infeksi di dalam sebuah wadah tertutup yang bisa ditembus cahaya.
Kultur jaringan didasari oleh teori sel yang diungkapkan oleh Gottlieb Haberlandt pada tahun 1902 mengenai sifat totipotensi sel (total genetic potential).Â
Teori ini mengungkapkan bahwa setiap bagian dari tanaman yang diambil untuk dikembangbiakkan, jika diletakkan pada media dan lingkungan yang cocok akan tumbuh menjadi sebuah tanaman yang lengkap dan sempurna. Jaringan yang dikultur biasanya menggunakan jaringan meristem pada tanaman.Â
Jaringan meristem disebut juga jaringan embrional , jaringan ini termasuk jaringan muda pada mahkluk hidup yang aktif membelah secara mitosis. Jaringan ini diambil karena kemampuan membelah yang sangat terjadi terus-menerus sehingga akan mempercepat pertambahan tinggi dan volume.Â
Secara anatomi, jaringan meristem mempunyai ukuran vakuola yang kecil, stuktur sel yang rapat, dinding sel yang tipis, dan jaringan ini dipenuhi oleh protoplasma. Hal ini yang menyebabkan penggunaan jaringan meristem akan menambah tingkat keberhasilan pada hasil akhir dari proses kultur jaringan.
Keberhasilan suatu kultur jaringan juga ditentukan dengan memperhatikan berbagai syarat. Syarat  pertama adalah jaringan yang diambil harus mengandung zat tumbuh yang masih aktif agar jaringan selanjutnya dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap.Â
Syarat kedua yaitu jaringan yang diambil berasal dari ujung akar, umbi, keping biji, ujung batang, daun muda, dan mata tunas. Syarat ketiga adalah menggunakan bagian tanaman yang masih muda. Syarat keempat adalah penggunaan media yang cocok dengan keadaan aseptik.
Proses kultur jaringan (mikropropagasi) meliputi enam tahapan, yaitu : strerilisasi, pembuatan media, inisiasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi. Semua proses kultur jaringan harus dilakukan di ruangan yang steril dengan alat-alat yang steril. Setelah itu kita harus menentukan media yang akan digunakan, hal ini tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang diinginkan.Â
Selanjutnya suatu jaringan pada tanaman diambil untuk dijadikan eksplan. Kemudian eksplan yang diambil ditanam pada media yang telah disiapkan. Lama-kelamaan eksplan akan tumbuh membentuk akar. Bibit yang siap digunakan akan dikeluarkan secara bertahap dari ruangan yang steril.
Berdasarkan jenis eksplan atau jaringan asalnya, kultur jaringan dibagi menjadi berbagai jenis. Kultur jaringan yang memanfaatkan jaringan embrional dikenal sebagai meristem culture.Â
Pollen atau anther culture memanfaatkan serbuk sari atau benang sari sebagai eksplan. Selanjutnya ada protoplast culture dan chloroplast culture, menurut penamaannya kita dapat menyimpulkan bahwa teknik kultur jaringan ini menggunakan sitoplasma dan kloropas sebagai eksplan.Â
Sebelum sitoplasma digunakan untuk eksplan, sel hidup yang digunakan harus dihilangkan dinding selnya. Sedangkan penggunaan kloropas sebagai eksplan bertujuan supaya dapat memperbaiki sifat tanaman pada varietas baru. Jenis kultur yang terakhir adalah somatic cross, yaitu persilangan dua macam protoplasma hingga menciptakan sifat baru.
Lalu apa sebenarnya keunggulan dari kultur jaringan? Jadi, keunggulan dari kultur jaringan adalah memperoleh bibit yang mempunyai sifat seperti induknya, artinya tidak ada perubahan genetik. Kita juga dapat memperoleh bibit baru yang lebih unggul, misalnya bibit tersebut bebas dari penyakit atau bakteri.Â
Kultur jaringan tidak memakan waktu yang banyak untuk menghasilkan bibit unggulan dalam jumlah yang besar. Kita tidak membutuhkan tempat yang luas untuk membudidayakan tanaman karena kultur jaringan menggunakan media yang kecil. Selain itu, bibit yang dikembangbiakkan tidak perlu bergantung pada musim.
Setelah memahami lebih dalam mengenai kultur jaringan, selanjutnya kita akan membahas mengenai pemanfaatan gen plasma nutfah melalui teknik kultur jaringan. Apakah kalian pernah mendengar tentang plasma nutfah? Bagaimana hubungan antara kultur jaringan dengan plasma nutfah?
Plasma nutfah adalah bagian dari hewan atau tumbuhan yang mewariskan sifat secara turun-menurun. Seluruh organisme yang hidup di alam pasti mempunyai plasma nutfah yang berbeda-beda. Jadi, plasma nutfah adalah pemberi identitas yang khas bagi suatu organisme.Â
Dari nutfah inilah kita bisa menciptakan bibit yang unggul dan sifatnya dapat bertahan secara turun-menurun. Agar diperoleh varietas yang unggul dan bebas penyakit, maka kultur jaringan menggunakan gen plasma nutfah.
Teknik kultur jaringan juga dapat menimbulkan kerugian, terutama jika dilakukan secara berlebihan. Mengapa demikian? Jika kita terus-menerus melakukan kultur jaringan, otomatis induk plasma nutfah untuk akan lebih sedikit dibanding plasma nutfah hasil rekayasa genetik. Akibatnya induk plasma nutfah akan semakin berkurang atau yang paling parah plasma nutfah asli akan punah.Â
Oleh karena itu, kultur jaringan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Kultur jaringan harus didasari oleh bioetika. Bioetika adalah pedoman dalam pengambilan keputusan untuk para ilmuwan agar tidak menimbulkan kerusakan bagi kehidupan.Â
Bioetika wajib diterapkan bagi setiap peneliti. Kultur jaringan yang benar adalah dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Artinya generasi selanjutnya harus dapat menikmati ketersediaan alam secara utuh.
Saat ini, kultur jaringan banyak dikembangkan di negara-negara maju. Mereka telah mengembangkan bioteknologi kultur jaringan dengan mengambil plasma nutfah dari negara lain. Namun, apakah boleh jika negara maju mengambil plasma nutfah negara lain untuk dikembangkan di negaranya sendiri?
Sebelumnya menjawab pertanyaan di atas, sebenarnya bagaimana plasma nutfah bisa dipindahkan dari suatu negara ke negara lain? Mengapa mereka bisa lolos dari proses karantina? Jadi, plasma nutfah yang dibawa tidak akan melewati proses karantina. Mengapa demikian? Sebelumnya kita telah membahasa mengenai dasar-dasar teknik kultur jaringan.Â
Telah dijelaskan bahwa kultur jaringan dikembangkan pada kondisi yang aseptik sehingga terbebas dari penyakit. Sedangkan karantina akan dilakukan pada hewan atau tumbuhan yang dapat menyebarkan virus dan penyakit berbahaya. Alasan inilah yang menyebabkan mudahnya pemindahan kultur jaringan ke negara lain.
Indonesia merupakan negara dengan plasma nutfah yang sangat berlimpah. Ribuan spesies flora dan fauna tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia.Â
Sayangnya, Indonesia belum bisa memanfaatkan plasma nutfah itu dengan optimal. Hal ini justru dimanfaatkan para peneliti asing untuk mengambil keuntungan dari plasma nutfah di Indonesia. Kurangnya pemahaman para peneliti Indonesia akan prosedur perizinan eksplorasi sumber daya hayati bagi peneliti asing menimbulkan mudahnya negara asing mengambil keuntungan dari negara Indonesia.
Contoh kasus pengambilan plasma nutfah terjadi di Jawa Tengah. Di sana tumbuh tanaman kantong semar yang menjadi tanaman endemik di Gunung Slamet. Tanaman ini termasuk ke dalam tanaman yang hampir punah. Namun, tanaman kantong semar menjadi incaran para peneliti dari Prancis, Swiss, dan Jepang. Mereka ingin memanfaatkan cairan kantong semar yang mengandung enzim untuk melumatkan daging.
Kasus tersebut menunjukkan bahwa negara asing tidak melakukan kultur jaringan secara tanggung jawab. Tujuan dari kegiatan itu hanya semata-mata untuk kepentingan komersial, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Selain itu, negara asing akan mendapat keuntungan ekonomis yang besar. Bahkan saat nutfah sudah berhasil dikembangkan di negaranya, mereka juga bisa mengklaim plasma nutfah itu menjadi milik mereka. Tentunya kita tidak ingin tanaman yang menjadi ciri khas suatu daerah dicuri oleh negara asing.
Sedangkan negara yang diambil nutfahnya akan dirugikan. Sumber daya hayati pada negara berkembang akan berkurang, padahal keanekaragaman hayati menjadi faktor penting dalam pengaturan iklim secara global.Â
Iklim yang tidak menentu akan memberi dampak yang buruk bagi kehidupan manusia. Jika gen nutfah asli habis, maka hanya akan tersisa gen nutfah yang telah direkayasa secara genetis.Â
Bayangkan apa yang terjadi jika tanaman di bumi di dominasi oleh tanaman hasil rekayasa genetika? Pasti dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Misal saja semua tanaman bebas hama, maka populasi hama akan menurun, tentu rantai makanan menjadi tidak seimbang.
Kultur jaringan akan membawa dampak positif bagi kehidupan selama penggunaan kultur jaringan bertujuan untuk kepentingan global dan tidak merusak ekosistem. Tujuan yang bermanfaat bagi orang banyak misalnya untuk tujuan medis dalam pembuatan obat, upaya mempercepat pertumbuhan dan perbesaran tanaman. Â Tetapi, perlu ditekankan lagi bahwa kultur jaringan yang dilakukan secara terus-menerus juga tidak baik.
Menurut penulis, Untuk mencegah terjadinya dampak negatif karena pengambilan plasma nutfah di negara lain, maka diperlukan serangkaian proses perizinan untuk mengeksplorasi sumber daya hayati yang diatur pada undang-undang.Â
Sumber daya hayati yang langka harus dilindungi dan diawasi secara ketat, agar tidak terjadi pencurian nutfah. Pengambilan plasma nutfah harus disertai dengan tujuan yang jelas dan memenuhi hakikat pada bioetika. Pengambilan plasma nutfah harus disetujui dengan sebuah kontrak perjanjian antara negara.
Namun, sebaiknya penggunaan teknik kultur jaringan dengan mengambil plasma nutfah dari negara lain dihindari. Akan lebih baik jika Indonesia bisa mengoptimalkan sumber daya hayati yang berlimpah di negara ini sendiri.Â
Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia harus mampu memaksimalkan potensi alam yang besar. Tetapi, kegiatan kita harus mengikuti prinsip bioetika dan tidak merusak alam. Melalui teori-teori di atas, penulis merasa tidak setuju jika negara asing mengambil plasma nutfah milik negara lain untuk dikembangkan di negaranya sendiri.
Demikian artikel ini penulis sampaikan, semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan mengenai teknologi kultur jaringan. Terima kasih! AMDG
Sumber Referensi :Â
- www.pintarbiologi.com
- agroteknologi.web.id
- www.softilmu.com
- eshaflora.com
- https://m.antaranews.com
- Irnaningtyas. 2017. Biologi untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Erlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H