Kesetaraan gender merupakan kondisi di mana laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan. Perbedaan gender adalah hal yang alami dalam berbagai budaya, tetapi menjadi masalah ketika mengakibatkan ketidakadilan, terutama bagi perempuan. Dalam konteks Indonesia, Kompilasi Hukum Islam (KHI) sudah mengakomodasi kesetaraan gender, misalnya dengan mengakui peran setara suami istri dalam rumah tangga dan hak-hak yang sama dalam pendidikan anak.
      Meski di lain sisi harus diakui bahwa masih ada beberapa hal dalam seluruh materi undang-undang ini yang belum memuaskan kaum perempuan, namun mengingat sifat majemuk dari masyarakat Indonesia dan menyadari sukarnya mencapai konsensus mengenai berbagai butir, maka dibandingkan dengan keadaan sebelumnya di mana teks-teks fikih yang mengatur perkawinan sangat beraneka macam sifatnya, maka aturan-aturan dalam KHI dianggap cukup untuk menjadi pegangan dalam menegakkan posisi kaum perempuan setara dengan laki-laki dalam keluarga.
      Perubahan KHI yang diusulkan melalui Counter Legal Draft (CLD) menyentuh isu-isu seperti poligami, nikah beda agama, dan hak-hak perempuan dalam pernikahan, tetapi usulan ini menuai kritik karena dianggap bertentangan dengan tradisi dan nilai-nilai islam yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia. Aspek sosial historis memang harus menjadi salah satu point penting dalam setiap upaya pengembangan hukum islam. Sebuah kultur yang telah menjadi nilai dasar dalam sebuah masyarakat harus menjadi bagian dari pertimbangan untuk sebuah langkah perubahan. Sebuah nilai terkadang menjadi nilai universal namun terkadang juga terdapat perbedaan antara sebuah masyarakat dengan masyarakat lainnya. Di sinilah pentingnya melibatkan pendekatan sosiologi dalam pengkajian hukum islam.
      Olehnya itu, mengurai perspektif kesetaraan gender dalam menyorot sebuah aturan hukum, termasuk KHI harusnya tidak ditempatkan pada ruang hampa, namun harus dilihat dalam sebuah lingkup yang diliputi oleh nilai-nilai tertentu. Sama sekali tidak bijaksana harus memaksakan konsep gender yang berkembang di barat untuk diterapkan secara bulat-bulat di sebuah negara bernama Indonesia yang masih kuat berpegang pada nilai-nilai ketimuran dan keislamannya. Kondisi sosial budaya yang berbeda otomatis akan melahirkan kearifan-kearifan yang berbeda. Meski semua harus sepakat akan pentingnya perjuangan kesetaraan gender untuk meningkatkan posisi dan peran perempuan yang banyak terdistorsi selama ini.
IV. Kesimpulan
      Dari pembahasan-pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan aturan-aturan hukum keluarga di Indonesia bila ditinjau secara khusus masih terdapat poin-poin yang mengandung bias gender. Namun dalam tinjauan umum, materi-materi yang terdapat dalam KHI tampaknya sudah memperlihatkan kesetaraan posisi antara laki-laki dan perempuan. Aturan-aturan yang mengikat antara laki-laki dan perempuan sudah bisa dianggap adil untuk konteks masyarakat Indonesia yang memiliki pola budaya  tersendiri dengan struktur masyarakat yang cenderung pluralistik.
      Hal terpenting terkait aturan-aturan tersebut adalah bagaimana penerapanya di masyarakat. Dalam hal ini, tampaknya ketentuan-ketentuan dalam KHI yang sebenarnya menempatkan perempuan dalam posisi yang setara dengan laki-laki, banyak dilanggar dalam realitas, di mana dalam banyak kasus perempuan sering dikebiri hak-haknya. Mengacu pada aturan tersebut, seharusnya sudah tidak dijumpai lagi tindakan diskriminasi maupun kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan keluarga.
      Olehnya itu, agenda terpenting dari masalah ini adalah optimalisasi kesadaran hukum yang harus terus diupayakan secara persuasif. Upaya mencapai kesetaraan gender dalam konteks hukum keluarga di Indonesia, khususnya dalam KHI, merupakan proses yang kompleks dan membutuhkan pendekatan yang multidimensional. Di satu sisi, perlu ada upaya untuk terus mereformasi KHI agar lebih mengakomodasi prinsip-prinsip kesetaraan gender. Di sisi lain, perlu juga dilakukan upaya untuk mengubah pandangan masyarakat mengenai peran gender dan membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya kesetaraan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI