Mohon tunggu...
Anastasya Han
Anastasya Han Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kopi Merah

25 November 2018   22:47 Diperbarui: 25 November 2018   22:59 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

23 Juni 1830 

Hari itu matahari sangat terik, tak kuasa menahan panasnya, aku langsung pergi ke gubuk yang tidak jauh dari tempatku berdiri saat ini.

"Eh pak Rasman, bagaimana hasil panen hari ini?" tanya ku pada Pak Rasman yang sudah ada beristirahat di pinggir gubuk.

"Ya lumayanlah, tidak sebanyak panen sebelumnya, mungkin karena musim kemarau yang sangat ekstrem ini", aku pun langsung mengiyakan karena memang panen bulan ini tidak sebanyak panen sebelumnya. Matahari sudah mulai turun, waktunya untuk pulang.

Sesampainya di rumah, aku langsung mandi dan makan seadanya. Aku memang hidup sendiri di sini, Jawa. Orang tuaku tinggal di Sulawesi bersama saudara-saudaraku yang lainnya. Aku di sini membiayai kehidupanku sendiri dengan menjadi seorang petani, aku mempunyai kebun kopi yang cukup luas. Penghasilanku dari kebun tomat ini terbilang tidak sedikit, sehingga aku terus menekuninya hingga saat ini. 

Selagi aku menyantap makan malamku, aku mendengarkan radio untuk mengetahui berita apa saja yang terjadi hari ini. Lalu, ada satu berita yang mendapat perhatianku, 'para pemerintah Belanda mengalami kebangkrutan akibat dari Perang Diponegoro, Gubernur Jenderal Judo menyatakan bahwa akan dijalankannya Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa di daerah Jawa, Madura, dan Bali mulai esok hari guna untuk menutup defisit anggaran pemerintah Belanda,....',aku tidak percaya dengan apa yang kudengar, ini tidak adil. Aku tertidur dengan hati tidak tenang mengetahui bahwa esok akan menjadi hari di mana Belanda akan datang dan memaksaku memberikan hasil panenku untuk para pemerintah egois itu.

24 Juni 1830

"AAAA!! TOLONG HENTIKAN!!" aku mendengar suara wanita yang familier berteriak meminta ampun, aku langsung mencari dari mana suara tersebut berasal. Saat itu juga, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, ibu dan ayahku disiksa oleh para orang Belanda.

 "Tunggu! Hentikan sekarang juga!!"aku berlari sekuat tenaga menuju ibu dan ayahku, tetapi aku merasa sangat jauh, dan kakiku semakin lama bergerak semakin lambat. Aku tidak mengerti, apa yang terjadi padaku? Lalu tiba-tiba ada seseorang menangkapku, aku mencoba memberontak, tetapi..

Suara ayam berkokok membangunkanku dari mimpi burukku. Aku menghiraukan mimpi burukku dan langsung bersiap untuk berjalan menuju kebun tomatku. Saat aku bersiap-siap di depan rumahku, tiba-tiba aku mulai mengingat kembali mimpi burukku, aku langsung rindu ibu dan ayahku dan memikirkan bagaimana kabar mereka di sana. Lamunanku terpecah, aku terkaget ketika ada seseorang menepuk bahuku.

"Pagi pak, sudah bersiap?" tanya Pak Rodi kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun