Mohon tunggu...
Nur Ana Sejati
Nur Ana Sejati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

PNS, Blogger, Ibu tiga anak, mahasiswa tinggal di Melbourn, tertarik pada masalah kinerja pemerintah daerah, pengelolaan, keuangan daerah, sistem pengendalian intern pemerintah, dan bermimpi menjelajah kota-kota dunia... silakan mampir juga di blog pribadi www.anasejati.wordpress.com atau www.warungkopipemda.com bagi pemerhati masalah pemerintahan daerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menghafal di Usia yang Tak Lagi Muda

16 Januari 2018   16:40 Diperbarui: 17 Januari 2018   07:56 1479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar enam bulan lalu, ada saat di mana saya mulai begitu menggemari Al Mulk ini. Awalnya saya mencoba mendengarkan murattal Mishari Alafasyi. Suara qari tersebut dalam melantunkan Al Mulk begitu menyentuh, syahdu dan membuat klepek-klepek. Ditambah lagi video berdurasi dua belas menitan di youtube membuat pesan Al Mulk begitu menancap. Al Mulk pun kemudian selalu menemani aktivitas saya dalam mengerjakan pekerjaan rumah.

Kata orang jawa, witing trisno jalaran saka kulina. Mendengar Al Mulk berkali-kali seperti mengenang kembali kebiasaan lawas menikmati lagu-lagu era sembilan puluhan. Lambat laun, saya pun bisa mengikuti lantunan ayat tersebut saat dibacakan oleh Mishari Alafasyi. Boleh dibilang, nyaris hafal. Cuma, kalau diminta hafalannya, tanpa 'dibantu' Mishari, masih terbalik-balik. Hanya saja, proses untuk menjadi hafal tanpa bantuan, tidak lah sesulit metode menghafal saya lima belas tahun silam. Kebiasaan mendengar secara intense rupanya melekat ke alam bawah sadar. Ibaratnya, untuk menjadi hafal, tinggal pekerjaan 'finishing' saja.

Memang, proses semacam ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan di 'drill'. Terus terang, buat saya, baru metode ini yang bisa dilakukan. Saya masih belum sanggup dan belum memiliki komitmen kuat untuk bisa konsisten dan disiplin menghafal. Di sisi lain, proses semacam ini sebenarnya juga bagian dari upaya untuk menumbuhkan rasa cinta hingga menjadi terbiasa. 

Sama halnya dulu ketika di awal-awal saya mendengar lagu-lagu barat, tidak terlalu suka. Proses pengulangan secara terus menerus ini lah yang akhirnya memunculkan rasa ingin terus mendengarkan hingga mencoba mengerti arti lagu-lagu tersebut, termasuk lagu kokoro notomo. Meski tidak paham arti lagu tersebut, mudah saja menghafalnya.

Hal yang sama juga berlaku pada proses mencintai Al Qur'an. Interaksi yang terus menerus dan internalisasi yang sering, lama kelamaan menumbuhkan rasa ingin tau apa sebenarnya pesan yang dibawa ayat-ayat Allah. Lalu, muncul keinginan untuk mempelajari tafsir surat tersebut.

Hingga kemudian saya dibuat jatuh cinta oleh Muhammad Taha Junaid dengan lantunan Juz 29. Dimulai dengan surat Al Qolam saat saya penasaran dan ingin mencari pembenaran atas aktivitas hobby nulis saya. Mengapa dinamakan Al Qalam atau pena? Sedemikian pentingkah apa yang dinamakan pena itu, hingga Allah bersumpah atas nama pena?

Ternyata, usai menikmati kajian Nouman Ali Khan, surat tersebut sangat-sangat menyentuh. Di bagian awal surat tersebut Allah hendak menceritakan bagaimana beratnya cobaan yang dilalui oleh Rasulullah saat berdakwah. Lontaran, cercaan dan celaan yang menganggap Rasulullah sebagai orang gila datang bertubi-tubi. Bagi Rasulullah, Al Qalam diturunkan untuk membesarkan hatinya.

"Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan, dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila. Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekertiyang luhur. Maka kelak engkau akan melihat dan mereka pun melihat, siapa di antara kamu yang gila" (Al Qalam 1-6).

Sangat menyentuh bukan? Lalu, apakah saya sudah hafal juz 29?

Tentu saja belum. Agar lebih cepat hafal seharusnya saya melakukan proses finishing dengan berfokus menghafalkan. Caranya, mendengar sembari menyimak. Atau, langsung dihafalkan sebagaimana menghafal pelajaran biologi. Proses ini sebenarnya tidakah berat. Hanya saja,... ada saja alasannya.

Tentang hafal menghafal ini, saya baru tau kalau Allah SWT sudah menyatakan bahwa Al Qur'an itu memang mudah untuk dihafalkan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun