Mohon tunggu...
Nur Ana Sejati
Nur Ana Sejati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

PNS, Blogger, Ibu tiga anak, mahasiswa tinggal di Melbourn, tertarik pada masalah kinerja pemerintah daerah, pengelolaan, keuangan daerah, sistem pengendalian intern pemerintah, dan bermimpi menjelajah kota-kota dunia... silakan mampir juga di blog pribadi www.anasejati.wordpress.com atau www.warungkopipemda.com bagi pemerhati masalah pemerintahan daerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menghafal di Usia yang Tak Lagi Muda

16 Januari 2018   16:40 Diperbarui: 17 Januari 2018   07:56 1479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Bagi yang lahir di tahun 60-an atau 70a-n, pasti anda mengenal lagu kokoro notomo. Atau, malah hafal liriknya di luar kepala. Lagu berbahasa jepang yang dipopulerkan oleh Mayumi Itsuwa di tahun 1987 tersebut sangat populer di Indonesia. 

Tua muda bahkan anak-anak banyak yang hafal lagu tersebut. Demikian halnya dengan saya dan teman-teman SMP saya waktu itu. Lagu tersebut saya hafal diluar kepala. Seingat saya, adik saya yang saat itu berusia delapan tahun pun hafal lagu itu.

Kalau saat ini lagu itu diputar kembali, saya yakin anda masih mampu menyanyikannya hingga satu bait, atau malah hingga baris terakhir. Begitu merasuknya lagu itu ke dalam ingatan, meski hingga saat ini, tiga puluh tahun kemudian, ingatan saya akan lagu itu masih ada. Tertancap kuat. Saya masih bisa me-rengeng-rengeng lagu tersebut.

Beberapa hari yang lalu saya sempat mencari di youtube video kokoro notomo. Rupanya, setahun yang lalu Mayumi datang ke Indonesia dan menyanyikan lagu tersebut dengan grup music J-Rock. Dan ternyata-nya lagi, Zivilia juga sudah mendaur ulang lagu tersebut dengan mengombinasikannya dengan bahasa Indonesia. Sepertinya, Zivilia cukup yakin bahwa dengan meyanyikan lagu tersebut akan mampu membuat hits albumnya.

Tentang hafal menghafal lagu ini, saya sempat bertanya pada Amira dan Ayla. Keduanya juga mengetahui banyak lagu yang nge-hits saat ini. Beberapa lagu cukup familier di telinga saya. Saat itu saya tanyakan, 'how do you memorize the song?' 'Do you memorize the song seriously like you memorize the qur'an?'

Off course not, begitu jawab mereka. Kata mereka lagi: Lagu-lagu itu memiliki ritme naik turun yang membuatnya mudah di hafal. Saya sendiri juga heran bagaimana mereka bisa hafal lagu-lagu begitu banyak.

Suatu ketika Amira malah bertanya, Bunda, do you know New Kids on The Block? Saya pun mengiyakan sembari menyimpan penasaran bagaimana ia mengetahui grup yang sangat popular di akhir tahun delapan puluhan itu. Amira bertanya lagi seolah heran mengetahui bahwa saya mengenal lagu-lagu grup band tersebut.

Hingga akhirnya, saya pun bercerita bahwa dulu saat di high school saya mengetahui banyak lagu-lagu barat. Saking bersemangatnya dengan cerita saya, Amira segera ke google mencari lagu-lagu era akhir delapan puluhan hingga awal sembilan puluhab. Ia seolah ingin membuktikan cerita saya. Ia tanyakan nama-nama penyanyi masa itu. Do you know Cindy Lauper, do you know Scorpion, do you know White snake? Do you know Simply Red? Beberapa penyanyi ia sebutkan. Tak semua bisa saya jawab. Tapi, banyak juga diantaranya yang masih saya ingat.

Ternyata, memori saya tentang lagu-lagu yang pernah saya hafal saat SMA masih terpatri begitu kuat. Sebagaimana Amira dan Ayla, saya juga tidak pernah menghafalkan lagu-lagu tersebut sebagaimana saya menghafal pelajaran biologi. Lagu-lagu itu selalu menjadi teman belajar saya. Sepulang sekolah setelah makan siang biasanya saya leyeh-leyeh sembari memutar kaset atau mendengarkan lagu-lagu dari radio. Atau tengah malam saat semua terlelap, lagu-lagu itu lah yang mengusir rasa seram di malam hari yang sunyi saat saya belajar. Begitulah...hingga akhirnya begitu banyak lagu yang saya hafal, meski tak pede kalau disuruh menyanyi.

Hingga akhirnya saya mulai berfikir bahwa logika menghafal lagu ini sepertinya bisa juga diterapkan untuk menghafal Al Qur'an. Hasrat dan cita-cita menghafal ayat-ayat Alquran selalu tertacap. Hanya saja, kalau menengok strategi hafalan saya dimasa lalu rasanya berat. Jujur, dalam hal hafalan, saya sangat payah sekali. Terbukti, nilai biologi saya saat SMA selalu merah.

Lima belas tahun yang lalu saya sempat mencoba menghafal Al Mulk. Susah payah saya coba hafalkan. Ah, sebenarnya bukan susah payah, mungkin alokasi waktu yang kurang juga yang membuat saya tidak hafal-hafal. Lebih tepatnya mungkin karena saya belum memiliki niat yang kuat untuk menghafalkan. Dalam seminggu paling hafal dua tiga ayat. Tapi, itu pun juga plegak pleguk karena ada saja kata yeng lupa atau terbolak-balik. Yang jelas, saya merasa begitu kepayahan dan terasa begitu berat. Mungkin juga karena tidak terlalu kuat menahan malas menghafal.

Sekitar enam bulan lalu, ada saat di mana saya mulai begitu menggemari Al Mulk ini. Awalnya saya mencoba mendengarkan murattal Mishari Alafasyi. Suara qari tersebut dalam melantunkan Al Mulk begitu menyentuh, syahdu dan membuat klepek-klepek. Ditambah lagi video berdurasi dua belas menitan di youtube membuat pesan Al Mulk begitu menancap. Al Mulk pun kemudian selalu menemani aktivitas saya dalam mengerjakan pekerjaan rumah.

Kata orang jawa, witing trisno jalaran saka kulina. Mendengar Al Mulk berkali-kali seperti mengenang kembali kebiasaan lawas menikmati lagu-lagu era sembilan puluhan. Lambat laun, saya pun bisa mengikuti lantunan ayat tersebut saat dibacakan oleh Mishari Alafasyi. Boleh dibilang, nyaris hafal. Cuma, kalau diminta hafalannya, tanpa 'dibantu' Mishari, masih terbalik-balik. Hanya saja, proses untuk menjadi hafal tanpa bantuan, tidak lah sesulit metode menghafal saya lima belas tahun silam. Kebiasaan mendengar secara intense rupanya melekat ke alam bawah sadar. Ibaratnya, untuk menjadi hafal, tinggal pekerjaan 'finishing' saja.

Memang, proses semacam ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan di 'drill'. Terus terang, buat saya, baru metode ini yang bisa dilakukan. Saya masih belum sanggup dan belum memiliki komitmen kuat untuk bisa konsisten dan disiplin menghafal. Di sisi lain, proses semacam ini sebenarnya juga bagian dari upaya untuk menumbuhkan rasa cinta hingga menjadi terbiasa. 

Sama halnya dulu ketika di awal-awal saya mendengar lagu-lagu barat, tidak terlalu suka. Proses pengulangan secara terus menerus ini lah yang akhirnya memunculkan rasa ingin terus mendengarkan hingga mencoba mengerti arti lagu-lagu tersebut, termasuk lagu kokoro notomo. Meski tidak paham arti lagu tersebut, mudah saja menghafalnya.

Hal yang sama juga berlaku pada proses mencintai Al Qur'an. Interaksi yang terus menerus dan internalisasi yang sering, lama kelamaan menumbuhkan rasa ingin tau apa sebenarnya pesan yang dibawa ayat-ayat Allah. Lalu, muncul keinginan untuk mempelajari tafsir surat tersebut.

Hingga kemudian saya dibuat jatuh cinta oleh Muhammad Taha Junaid dengan lantunan Juz 29. Dimulai dengan surat Al Qolam saat saya penasaran dan ingin mencari pembenaran atas aktivitas hobby nulis saya. Mengapa dinamakan Al Qalam atau pena? Sedemikian pentingkah apa yang dinamakan pena itu, hingga Allah bersumpah atas nama pena?

Ternyata, usai menikmati kajian Nouman Ali Khan, surat tersebut sangat-sangat menyentuh. Di bagian awal surat tersebut Allah hendak menceritakan bagaimana beratnya cobaan yang dilalui oleh Rasulullah saat berdakwah. Lontaran, cercaan dan celaan yang menganggap Rasulullah sebagai orang gila datang bertubi-tubi. Bagi Rasulullah, Al Qalam diturunkan untuk membesarkan hatinya.

"Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan, dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila. Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekertiyang luhur. Maka kelak engkau akan melihat dan mereka pun melihat, siapa di antara kamu yang gila" (Al Qalam 1-6).

Sangat menyentuh bukan? Lalu, apakah saya sudah hafal juz 29?

Tentu saja belum. Agar lebih cepat hafal seharusnya saya melakukan proses finishing dengan berfokus menghafalkan. Caranya, mendengar sembari menyimak. Atau, langsung dihafalkan sebagaimana menghafal pelajaran biologi. Proses ini sebenarnya tidakah berat. Hanya saja,... ada saja alasannya.

Tentang hafal menghafal ini, saya baru tau kalau Allah SWT sudah menyatakan bahwa Al Qur'an itu memang mudah untuk dihafalkan:

Sesungguhnya! Kami telah mudahkan Al-Quran untuk menjadi peringatan dan pengajaran, maka adakah yang mau mengambil peringatan dan pelajaran (daripadanya)?. (Al-Qamar 54:17)

Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun