Keterkaitan Hubungan Antara  Ilmu dengan Filsafat
Kegiatan keilmuan dan memerlukan dua pertimbangan. Objektifitas yang tertuju kepada kebenaran adalah  landasan tetap yang menjadi pola dasarnya. Nilai-nilai hidup kemanusiaan merupakan pertimbangan pada tahap pra- ilmu dan pasca ilmu. Nilai-nilai kemanusiaan merupakan dasar, latar belakang dan tujuan dari kegiatan keilmuan.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan namun tidak dapat dibalik bahwa kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui.Â
Secara bahasa science berarti "keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan) Kumpulan pengetahuan itu untuk disebut ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah objek material dan objek formal setiap bidang ilmu baik itu khusus maupun ilmu filsafat harus memiliki dua macam objek tersebut.
Objek material dijadikan sasaran untuk suatu hal yang dipelajari atau sesuatu yang diselidiki. Sedang objek formal  cara padangnya adalah dengan cara meninjau yang dilaksanakan oleh seorang yg meneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakan. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang yang lain.Â
Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik apabila terpisah dari ilmu, karenanya Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat.
Ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat lmiah adalah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati, sehingga untuk memisahkan satu dari yang lainnya adalah tidak mungkin. Sebaliknya banyak persoalan filsafati sekarang memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat: bahan-bahan deskriftif-faktual guna perkembangan gagasan filsafat yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.
Filsafat dapat menyumbang untuk memperlancar integrasi antara ilmu-ilmu yang sangat dibutuhkan. Berbicara mengenai ilmu  maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana "pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya". Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat.
Hubungan Antara Filsafat Ilmu dan Agama
Hubungan filsaf ilmu dengan agama, filsafat dan ilmu juga dapat mempunyai hubungan yang baik dengan agama. Filsafat dan ilmu dapat membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran agama kepada manusia. Filsafat membantu agama dalam mengartikan (menginterpretasikan) teks-teks sucinya. Filsafat membantu dalam memastikan arti objektif tulisan wahyu. Filsafat menyediakan metode-metode pemikiran untuk teologi. Filsafat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru.
Filsafat ilmu berbeda dengan agama, tetapi juga ada yang menggangap agama sebagian bagian dari filsafat. Ketika kita mendefinisikan filsfat sebgai kegiatan yang mengvgunakan pikiran mendalam, menyeluruh, rasional, dan logis agama tampak sebagai suatu hal yang digunakan tanpa menggunakan pikiran sam sekali.
Dari titik ini agama tampak sebgai hal yang malah menentang filsafat. Pertentangan anatar orang yang berpegangan teguh pada pikiran spekulatif serta tidak rasional agama dan para filsuf dan pemikiran agama.Â
Agama dan filsafat sebenernya memiliki kesamaan, yaitu bahwa keduanya mengejar suatu hal yang dalam bahasa inggris disebut ultimater yaitu hal-hal yang sangat penting menegani masalah kehidupan, dan bukan suatu hal yang remeh. Orang yang memegang filsafat dan agama tentunya sama-sama menjunjung tinggi apa yang di anggapnya penting dalam kehidupan.
Perbedaan antara agama dan filsafat tidak terletak pada bidang keduanya,. Filsafat berarti berfikir, sedangkan agama berarti mengabdi diri. Orang yang belajar filsafat tidak saja mengetahui soal filsafat, tetapi lebih penting adalah bahwa ia dapat berpikir. Implikasi dan Implementasi dalam Pengembangan Keilmuan dan Pendidikan
Perkembangan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi karena didukung oleh penemuan-penemuan baru yang diawali dengan percobaan-percobaan, baik lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kepedulian terhadap penelitian dan pengembangan.Â
Setiap bidang ilmu pengetahuan telah memiliki kepedulian terhadap penelitian dan pengembangan, dengan metode pendekatan dan cara penelitian masingmasing. Penggunaan metodologi dengan cermat dan sistematis guna menemukan informasi ilmiah maupun teknologi yang baru untuk membuktikan kebenaran hipotetis, agar dapat dirumuskan teori atau proses gejala alam atau sosial.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang mempunyai karateristik tertentu. Meskipun secara metodologi ilmu tidak membedakan antara ilmuilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial termasuk di dalamnya adalah ilmu ekonomi.
Menurut Suriasumantri, bahwa filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu:
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan berupa ilmu?
Untuk apa pengetahuan berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidahkaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional.
Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya maka pertanyaan yang dapat dikemukakan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut (ontologis)? Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologis)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan (aksiologi)?Â
Dengan mengetahui jawaban dari ketiga pertanyaan ini maka dengan mudah kita membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia. Dengan begitu kita akan mudah mengenali berbagai pengetahuan yang ada seperti ilmu, seni dan agama serta menempatkan mereka pada tempatnya masing-masing yang saling memperkaya kehidupan kita. Tanpa mengetahui karateristik ilmu dengan baik, maka bukan saja tidak dapat memanfaatkan kegunaannya secara oftimal namun kadang kita salah dalam menggunakannya.
Pendekatan Ontologi.
Pendekatan ontologi biasa juga disebut pendekatan metafisis yang membicarakan objek ilmu, hubungan subjek dan subjek. Pada saat manusia berusaha untuk menjawab objek ilmu, objek ilmu meliputi objek material (subject matter) dan objek formal (focus of interest).
Dari segi objek material, maka dapat dibedakan menjadi dua yaitu objek kongkret dan abstrak. Dari perbedaan objek material ilmu tersebut, maka melahirkan dua faham dalam metafisik yaitu faham realisme dan idealisme. Faham realisme menitikberatkan pada kenyataan dalam ojektivitasnya oleh karena itu hakekat yang ada adalah materi atau benda.Â
Kenyataan kongkret dapat diketahui atau dipahami melalui indera manusia. Sebaliknya idealisme berpandangan bahwa kenyataan yang sesungguhnya adalah bersifat rokhani atau kejiwaan, oleh karena bersifat abstrak yang dapat dipahami melalui persepsi mental berupa kegiatan berpikir, nalar maupun intuisi. Landasan metafisis ilmu terletak pada objek, apakah objek itu bersifat kongkret ataukan bersifat abstrak. Objek ilmu juga berpengaruh pada subjek untuk menentukan metode apa yang digunakan untuk memahaminya.
Pendekatan metafisika memiliki peranan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kontribusi antara lain karena metafisika:
Mengajarkan cara berpikir cemat dan tidak lelah untuk menjawab persoalan-persoalan yang bersifat tekateki,
Adanya tuntutan orisinalitas berpikir untuk mengupayakan penemuan-penemuan baru maupun untuk menguji kebenaran-kebenaran yang pernah ditemukan,
Memberikan bahan pertimbangan dan pijakan yang kuat terutama dalam praanggapan,
Memberikan ruang pada perbedaan visi dalam memahami realitas, sehingga dapat menghargai perbedaan pandangan yang muncul dalam mencari solusi problematika.
Pendekatan Epistemologis (Theory of knowledge)
Setiap pengetahuan memiliki ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan itu disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan satu sama lain, jadi ontologi ilmu terkait dengan epistemology ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi dan seterusnya. Jadi bila kita ingin membahas epistemologi ilmu, maka harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu.
Inti pendekatan epistemologi adalah mempersoalkan bagaimana proses terjadinya ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya sarana ilmiah, sikap ilmiah, metode, kebenaran ilmiah. Pemikiran merupakan landasan utama dalam melakukan kegiatan ilmiah yang akan menggabungkan kemampuan akal dengan pengalaman dan data yang diperoleh selama melakukan kegiatan ilmiah.
Dalan hubungan ini muncul dua faham yaitu faham Rasionalisme dan Empirisme. Faham Rasionalisme menekankan pada peranan akal dalam memperoleh pengetahuan. Faham ini berpandangan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau rasio. Ilmu pengetahuan yang memenuhi syarat adalah yang diperoleh melalui kegiatan akal. Adapun ciri-ciri pokok faham Rasionalisme yaitu : (1) Adanya pendirian bahwa kebenaran yang hakiki itu secara langsung dapat diperoleh dengan menggunakan akal sebagai sarananya, (2) Adanya suatu penjabaran secara logis atau deduksi yang dimaksudkan untuk memberikan pembuktian seketat mungkin mengenai seluruh sisi bidang pengetahuan berdasarkan atas apa yang dianggap sebagai kebenaran-kebenaran hakiki tersebut di atas.
Faham rasionalisme awalnya dari faham idealisme, faham ini menggunakan metode deduktif, akal, apriori dan koherensi. Adapun faham yang menekankan pada pengalaman sebagai sumber pengetahuan manusia dinamakan faham Empirisme, faham ini berpandangan bahwa pengalaman manusia meliputi pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia.Â
Faham empirisme bersumber dari faham realisme yang menggunakan metode induktif dalam mencari kebenaran ilmiah. Kedua faham ini, tampak perbedaan yang sangat mencolok, sehingga ada usaha untuk mempersatukan kedua pandangan tersebut, maka muncul faham Kritisme yang dipelopori oleh Immanuel Kant. Faham kritisme berpandangan bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh adanya kerja sama antara bahan bahan yang bersifat pengalaman inderawi yang kemudian diolah oleh akal.Â
Kebenaran ilmiah membutuhkan data dan fakta yang akurat kemudian diolah dengan metode ilmiah , Manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan memiliki sarana berpikir ilmiah yang meliputi: logika, matematika, statistika dan bahasa. Logika sering diartikan sebagai pengetahuan tentang kaidah berpikir atau yang berusaha untuk menarik simpulan melalui kaidah-kaidah formal yang absah.
Logika mempelajari argumen, yakni wacana yang terdiri dari  pernyataan simpulan yang ditarik dari dua atau lebih pernyataan lain yang disebut premis. Logika bisa diartikan sebagai pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata yang dinyatakan dalam bahasa, dengan logika manusia bernalar.
Matematika adalah merupakan bahasa artifisial yang bersifat cermat dan terbebas dari unsur emosi. Matematika memberi sifat kuantitatif kepada pengetahuan keilmuan yang sekaligus sarana berpikir deduktif (penalaran deduktif). Penalaran deduktif merupakan suatu proses berpikir yang bertolak dari pemikiran yang bersifat umum menuju pada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu simpulan yang bersifat khusus.
Sarana berpikir ilmiah yang ketiga adalah statistika. Statistika membantu kita dalam penarikan simpulan secara induktif dari fakta empiris. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan dari yang bersifat khusus menuju kepada simpulan yang bersifat umum, penentuan kaidah umum berdasarkan hal-hal khusus. Sarana berpikir ilmiah yang keempat adalah bahasa, dengan adanya bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.Â
Malalui transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sesuatu objek tertentu meskipun objek itu secara faktual tidak berada di tempat di mana kegiatan berpikir itu dilakukan. Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut, dengan bahasa dimungkinkan untuk berpikir secara teratur dan sitematis.
Pendekatan Aksiologis
Melalui pendekatan aksiologis kita dimungkinkan untuk menjawab permasalahan menyangkut pertanyaan untuk apa pengetahuan itu?. Bagaimana hubungan antara ilmu dan nilai (moral)?. Inti dari pendekatan aksiologis adalah menjawab apakah manfaat ilmu pengetahuan dalam meningkatkan harkat dan martabat manusia serta pengembangan ilmu itu sendiri. Jawaban atas pertanyaan bagaimana hubungan antara ilmu dan nilai, masih menjadi perdebatan diantara para ahli.Â
Pandangan pertama menyatakan bahwa ilmu untuk ilmu, dalam arti ilmu bebas nilai. Pandangan kedua menyatakan bahwa ilmu tidak bebas nilai. Dua kelompok pendapat di atas didukung oleh aliran Positivisme dan Kritik Idiologi.
Aliran positivisme memandang bahwa ilmu pengetahuan akan dapat berkembang dengan pesat apabila tidak ada ikatan nilai apapun kecuali nilai ilmiah. Artinya pengembangan ilmu pengetahuan harus didasarkan atas nilai ilmiah yang mengandung arti bahwa ilmu pengertahuan itu memberikan hasil yang dipercaya, mempunyai dasar tertentu, objektif dan dapat diuji secara kritis.
Aliran Kritik Idiologi menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus  diarahkan kepada usaha suatu tujuan idiologi, karena terdapat hubungan yang erat antara ilmu dan nilai. Ilmu pengetahuan yang bebas nilai akan berbahaya pada eksistensi ilmu itu sendiri dan bagi kehidupan manusia. Untuk menjembatani perbedaan kedua aliran tersebut maka muncul aliran otonomi relasional yang menyatakan bahwa ilmu seharusnya tetap berkembang maju, tapi namun perlu dikaitkan dengan suatu tujuan yang memerlukan tanggung jawab, karena pada dasarnya ilmu merupakan alat bagi manusia didalam usaha memenuhi kebutuhan. Ilmu berkembang secara otonom sehingga ia dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H