Keamanan siber bukanlah masalah yang bisa diselesaikan; ia adalah risiko yang perlu dikelola. (Dan Geer)
Manusia tidak asing dengan kata perkembangan. Selama ribuan tahun spesies kita telah melakukan berbagai inovasi untuk menyesuaikan dengan kondisi kehidupan mereka pada saat itu. Di waktu modern kita yang sekarang, barang elektronik seperti ponsel dan laptop telah menjadi keperluan pokok untuk kehidupan sehari-hari manusia. Dengan berbagai perkembangan pada dunia teknologi, kita juga harus hati-hati dengan cara berkembang berdampingan dengan mereka.
Smartphone, laptop, ataupun tablet, adalah barang-barang elektronik yang dapat terkoneksi ke internet. Ketiga barang ini dapat diklasifikasikan sebagai gadget. Gadget adalah sebuah barang yang harus dimiliki di abad ke-21 ini. Hampir semua aspek kehidupan, mulai dari transaksi keuangan, komunikasi, hingga penyimpanan data pribadi, kini mengandalkan jaringan internet.
 Sayangnya, kemajuan ini juga diikuti oleh peningkatan risiko kejahatan siber, yang mengancam kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, baik individu maupun perusahaan, untuk memahami pentingnya keamanan siber dan langkah-langkah yang dapat dilakukan guna melindungi diri dari ancaman siber.
Jika dibandingkan dengan era sebelumnya, kini kejahatan siber semakin beragam dan canggih. Dahulu, serangan siber mungkin hanya berupa virus komputer sederhana yang menyebabkan gangguan ringan pada sistem. Namun, ancaman siber masa kini jauh lebih kompleks.Â
Seperti ransomware yang mengenkripsi data pengguna hingga mereka membayar sejumlah uang tebusan, atau phishing yang menipu korban untuk memberikan informasi sensitif seperti kata sandi dan nomor kartu kredit.Â
Bahkan, serangan yang bersifat masif seperti Distributed Denial of Service (DDoS) yang melumpuhkan server suatu situs web kini kerap terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis serangan semakin berkembang, mengharuskan kita untuk memperbarui upaya perlindungan agar bisa mengatasi ancaman yang lebih kompleks dan berbahaya.
Bayangkan seorang individu yang memiliki seluruh informasi pentingnya disimpan secara digital, mulai dari data keuangan hingga dokumen pribadi. Dengan kondisi tanpa perlindungan yang memadai, seluruh informasi tersebut dapat diakses oleh peretas dalam hitungan detik, yang berpotensi merusak reputasi, keuangan, dan bahkan keselamatan individu tersebut.
 Dampaknya tidak hanya pada kehilangan uang atau data, tetapi juga pada rasa aman dan kepercayaan terhadap teknologi. Seperti rumah yang tidak memiliki kunci, perangkat digital tanpa keamanan siber yang cukup akan mudah dimasuki oleh para penjahat.
 Ancaman siber tidak hanya mengintip data pribadi, tetapi juga dapat menyasar bisnis, pemerintah, dan infrastruktur publik yang krusial. Dalam skenario terburuk, peretasan ini dapat melumpuhkan sistem transportasi atau jaringan listrik, menciptakan kekacauan yang lebih luas. Semua ini dilakukan hanya dengan beberapa ketikan di sebuah keyboard.
Dalam keseharian, banyak orang masih melakukan tindakan-tindakan yang rentan terhadap ancaman siber, seperti menggunakan kata sandi yang mudah ditebak, mengabaikan pembaruan perangkat lunak, atau sembarangan mengklik tautan yang tidak dikenal. Penggunaan kata sandi yang lemah, misalnya, membuat akun lebih mudah diretas. Begitu juga dengan kebiasaan mengabaikan pembaruan perangkat lunak, yang justru membuka peluang bagi peretas untuk mengeksploitasi celah keamanan yang ada.Â
Selain itu, sering kali pengguna tidak menyadari bahaya mengklik tautan yang tidak dikenal, yang bisa mengakibatkan infeksi malware. Seringkali tautan ini tersamar sebagai link download gratis untuk sebuah layanan berbayar. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa tindakan sederhana pun bisa berdampak besar pada keamanan siber jika diabaikan.
Upaya untuk menjaga keamanan siber adalah tanggung jawab bersama, dan setiap individu atau organisasi perlu berperan aktif dalam hal ini. Edukasi mengenai keamanan siber harus mulai digalakkan, baik oleh pemerintah maupun perusahaan. Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan melalui kampanye yang membahas risiko dan cara mencegah ancaman siber.Â
Selain itu, perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan rutin kepada karyawannya tentang cara menjaga keamanan data dan mengenali potensi serangan siber. Di sisi lain, pemerintah perlu memperkuat regulasi dan hukuman bagi pelaku kejahatan siber agar menjadi pencegah bagi mereka yang berniat melakukan tindakan kriminal di dunia maya.
Keamanan siber bisa diibaratkan seperti pagar pelindung yang menjaga rumah dari para pencuri. Rumah yang memiliki pagar dan pengamanan lebih akan lebih sulit dimasuki oleh orang asing. Begitu pula perangkat atau sistem yang memiliki langkah-langkah keamanan, seperti kata sandi yang kuat, autentikasi dua faktor, dan perangkat lunak antivirus, akan lebih sulit ditembus oleh peretas.Â
Meski tidak ada yang bisa sepenuhnya menjamin keamanan, usaha untuk membangun "pagar" atau proteksi tambahan akan memperkecil peluang bagi ancaman siber untuk berhasil.
Di Indonesia, pentingnya keamanan siber semakin disadari, terutama dengan semakin banyaknya kasus peretasan data di instansi pemerintah dan lembaga bisnis. Seiring dengan meningkatnya adopsi digital, masyarakat Indonesia kini lebih sadar akan ancaman siber. Namun, meski ancaman ini terus berkembang, kesadaran masyarakat tentang pentingnya keamanan siber masih perlu ditingkatkan.Â
Berdasarkan laporan terbaru, kerugian global akibat kejahatan siber telah mencapai triliunan dolar per tahun, dan Indonesia juga menjadi salah satu negara yang rentan terhadap serangan ini. Kondisi ini menjadi dorongan bagi pemerintah dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk terus memperbaiki kebijakan dan regulasi terkait keamanan siber guna melindungi data pribadi dan sistem negara dari ancaman yang semakin canggih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H