Selain itu, terdapat juga  syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan mengajuakan permohonan poligami sebagaimana diatur oleh Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan,
 Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 a. adanya persetujuan dari istri atau istri-istri;
 b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
 c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
 Yang mana persetujuan dari istri atau istri-istri dalam pasal tersebut tidak diperlukan lagi apabila,
- Istri atau istrinya tidak mungkin dimintai persetujuan;
- tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian;
- tidak ada ada kabar dari istri selama sekurang-kurangnya dua tahun;
- atau sebab lainnya yang menjadi penilaian hakim.
 Itulah beberapa alasan dan syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang ingin mengajuan poligami ke pengadilan. Yang kemudian, dalam hal ini Pengadilan Agama, akan menetapkan izin. Terhadap penetapan izin ini, pihak istri maupun suami dapat mengajukan banding atau kasasi.Dalam hal ketetapan pengadilan belum memiliki kekuatan hukum tetap atau tidak  diperoleh izin tersebut, maka Pegawai Pencatat Nikah dilarang mencatat perkawinan tersebut.
 Pengaturan yang sedemikian rupa oleh Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengenai poligami dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban umum dan kemaslahatan umat islam itu sendiri.  Sehingga hal-hal yang dimungkinkan menjadi penghambat dan penghalang terwujudnya tujuan perkawinan dapat diminimalisir sekecil mungkin. Selain itu, upaya ini merupakan salah satu langkah preventif untuk menjaga keutuhan keluarga.
Jadi, dapat disimpulkan dari yang telah diuraikan di atas bahwa asas perkawinan yang dianut oleh agama Islam adalah asas monogami tidak mutlak atau monogami terbuka yaitu suami dapat mempunyai lebih dari seorang istri, bila dikehendaki olehnya. Tetapi perlu diingat, asas ini perlu dimaknai secara bertanggung jawab. Dalam artian harus memperhatikan kemaslahatan para pihak yang ada di dalamnya. Maka dari itu, pemerintah telah mengaturnya dalam bentuk  peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum bagi para pihak terkait. Sehingga setidaknya dapat diminimalisir penghalang dalam mewujudkan tujuan perkawinan yaitu sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Daftar Pustaka
- Al-Quran  Terjemahan. 2015.Departemen  Agama  RI. Bandung:  CV  Darus Sunnah
- Â Pemerintah Indonesia. 1974. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lembaran Negara RI Tahun 1974, No. 1. Sekretariat Negara, Jakarta.
- Pemerintah Indonesia. 1991. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam .Sekretariat Negara. Jakarta.
- Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.Â
- Departemen dan Kebudayaan RI. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
- Marzuki. 2005. Poligami dan Hukum Islam. Yogyakarta: Jurnal Civics, Vol 2 no. 2.Â
- Makrum. 2016. Poligami dalam Perspektif Al-Quran. Pekalongan: Maghza Vol. 1, No. 2.Â
- Mukti Al-Alwi, Baso. 2013. Poligami Dalam Islam. Manado:Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah Vol 11, No 1.
- Hasyim, Dahlan. 2007. Tinjauan Teoritis Asas Monogami Tidak Mutlak Dalam Perkawinan. Bandung:Mimbar, Vol 23, No. 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H