Melihat setiap gerakan dan gebrakan Basuki Tjahaya Purnama (BTP) atau sering dipanggil Ahok, maka orang akan selalu tertarik dengan setiap informasi yang disampaikan di manapun dia berada.
Selalu saja ada informasi atau ide -- ide yang "diluar kotak" yang selalu muncul dari Ahok. Hal yang terbaru yang  muncul adalah ekspresi ketika dia merasa kecewa dengan Direksi Pertamina dalam mengurus dan mengelola perusahaan minyak plat merah ini.Â
Disampaikan kekecewaan Ahok bagaimana Pertamina menjalankan strategi bisnisnya, hinga ke ranah pengelolaan internal seperti salary structure bagi Karyawan -- karyawanya.Â
Tentu saja ini membuka kotak Pandora yang selama ini tertutup rapat dan disimpan dari akses pihak -- pihak yang tidak menguntungkan. Bahkan, Ahok merasa disentil dengan dilaporkan kepada  Presiden dengan alasan mengganggu keharmonisan di dalam tubuh Pertamina.
Strategy Bisnis PertaminaÂ
Sebagai sebuah perusahaan yang dituntut untuk berlaba, maka strategy bisnis beserta eksekusinya merupakan sebuah hal krusial. Seorang Direktur akan diuji kompetensinya ketika mengelola strategy dan mengeksekusi strategy yang telah ditetapkan.  Namun apa daya Pertamina saat ini sedang  mengalami kerugian sebesar Rp 11,327 triliun pada semester I tahun 2020.Â
Memang Direksi pasti bisa menyampaikan alasan -- alasan terkait pandemi dan turunnya harga minyak secara nasional. Â Namun, anehnya mata publik selalu tertuju pada Komisaris Utama. Bahkan bila dilihat dari berbagai media yang ada, muncul adanya tuntutan bagi Ahok untuk mengundurkan diri karena dinilai tidak mampu.
Sebenarnya sesuai dengan tugas Komisaris sudah sangat jelas di dalam Pasal 114 Â Undang -- Undang No. 40 tentang Perseroan Terbatas, diantaranya ialah: Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, serta memberi nasihat kepada Direksi.Â
Adapun, pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi, Dewan Komisaris wajib melakukannya dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab demi kepentingan Perseroan.Â
Dewan Komisaris turut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas nya sebagaimana mestinya.Â
Jelas sekali komisaris tidak bisa disalahkan karena fungsi dan perannya tidak merumuskan dan melaksanakan strategy bisnis namun lebih ke sifat memberikan pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh dewan direktur.Â
Mungkin itulah yang membuat Ahok marah -- marah karena merasa tidak diperhatikan karena sarannya tidak diperhatikan, diantaranya sarannya untuk mengeksplorasi di dalam negeri, dan bukannya akuisisi ke luar negeri.Â
Ahok sendiri mensinyalir ada kemungkinan komisi -- komisi dalam proses itu. Bahkan yang lebih mengherankan lagi, akuisisi itu dibiayai oeh hutang, padahal bila eksplorasi di dalam negeri sudah banyak investor yang bersedia bekerja sama dengan Pertamina.
Sebagai komisaris, Ahok juga marah karena penggantian Direktur dia juga tidak mengetahuinya. Padahal kebijakan penggantian Direktur menjadi salah satu kebijakan yang strategis di dalam sebuah perusahaan. Rasanya saya sangat memahami kegusaran Ahok ketika dia didapuk sebagai Komisaris Utama di Pertamina.
Company Culture Â
Sebagai sebuah Perusahaan, maka pasti di dalam Pertamina telah ada sebuah culture atau budaya perusahaan yang telah terbangun. Usia Pertamina yang telah cukup tua pasti memiiki sebuah budaya perusahaan yang sangat kental. Budaya sendiri dibentuk tidak dalam waktu yang singkat.
Ahok mencoba membongkar budaya perusahaan dengan menggandeng KPK dan PPATK. Pertamina dan KPK bersinergi dalam melakukan optimalisasi asset dan menerapkan ISO 37001 dalam Sistem Management Anti Penyuapan (SMAP). Â Kabarnya dari system ini Pertamina berhasil menyelematkan assetnya senilai 9.5 trilyun. Â
Ahok bahkan sangat keras menyampaikan bahwa tidak boleh ada Karyawan Pertamina yang korupsi. Dia menyampaikan bahwa dia telah "menanmkan" orangnya untuk melakukan pengawasan.
Di sampung budaya anti korupsi, Ahok juga menginginkan Pertamina lebih professional dengan meneraokan merit system melalui lelang jabatan. Hal ini sebenarnya bukan hal baru karena  ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur maupun Gubernur DKI Jakarta, ia menerapkan lelang jabatan.Â
Sebuah budaya tranparansi yang sebenarnya sangat bagus diterapkan di sebuah perusahaan yang berisi orang -- orang professional. Ahok sangat jengkel karena Direktur Pertamina dirasakan sering melakukan lobby -- lobby politis kepada Kemnterian BUMN.
Perlu diperhatikan bahawa budaya perusahaan sangat ditentukan oleh Pimpinan perusahaan. Â Dalam teori pembentukan budaya organisasi, maka dijelaskan bahwa budaya organisasi adalah refleksi dari pemimpin organisasi tersebut.
Oleh karena itu, sifat pembentukan budaya organisasi adalah top-down. Jadi, apabila Ahok merasa budaya organisasi Pertamina harus dirubah secara lebih transpran dan anti korupsi, maka tidak ayal, itu akan menimbulkan sebuah perubahan organisasi yang sangat dahsyat.
Salah satu mantan pimpinan Kompas, Adi Agung Prasetyo, mengungkapkan bahwa budaya organisasi  itu seperti tuyul, tidak semua orang pernah melihatnya, namun semua orang meyakini bahwa tuyul itu keci dan gundul. Keyakinan itulah yang disebut budaya organisasi.Â
Gerakan Ahok melakukan transformasi budaya organisasi pasti menimbulkan disharmoni karena merusak budaya organisasi Pertamina yang selama ini diyakini. Tinggal publik menilai, budaya mana yang lebih baik.
Salary StructureÂ
Salah satu kekecewaaan Ahok adalah bagaimana Pertamina merumuskan salary structure. Ini tercernin dari ungkapan kerasnya bagaimana dia menemukan adanya Karyawan yang sudah tidak memiliki jabatan tertentu, bahkan tidak ada kerjaan lagi namun tetap digaji. Alasan internal yang ditemukan Ahok adalah karena karyawan tersebut adalah karyawan lama.Â
Publikpun terbelalak bagaimana angka gajinya juga disebutkan sebesar 75 juta rupiah. Wahh.....bisa dibayangkan respon publik, orang yang tidak punya pekerjaan di sebuah perusahaan, tapi masih dapat gaji...gede lagi. Â Apa yang disampaikan Ahok benar -- benar menggugah hati nurani publik, apalagi di tengah pandemi covid-19 saat ini.
Sebenarnya, apabila Ahok cukup cerdik, maka dia bisa mengusulkan untuk diperiksanya dokumen dan kebijakan salary structure oleh pemerintah. Pemerintah sendiri sebenarnya telah menetapkan pedoman bagaimana membuat struktur dan skala upah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 2017 tentang Stuktur dan Skala Upah. Lemparkan saja isunya ke pemerintah, karena sekalipun BUMN, Pertamina tetap harus patuh atas Peraturan itu.Â
Menurut saya, apa yang dilakukan Ahok masih dalam koridor akal sehat dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Semangatnya yang anti korupsi memang terciderai dengan hukuman yang diterimanya akibat perbuatan pelecehan atas agama. Â
Namun lepas dari semua perbuatan yang mengakibatkan dia dihukum, saya masih melihat Ahok adalah sosok yang paling tepat menggabungkan semangat profesionalisme di tengah suasana politis dan koruptif yang ada di BUMN. Maju terus Koh...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H