Negara tempat tinggal
Perusahaan dapat memilih untuk menghindari pajak dengan mendirikan perusahaan atau anak perusahaan mereka di yurisdiksi lepas pantai. Individu juga dapat menghindari pajak dengan memindahkan tempat tinggal pajak mereka ke surga pajak, seperti Monako, atau dengan menjadi pelancong abadi. Mereka juga dapat mengurangi pajak mereka dengan pindah ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah.
Pajak berganda (Double Taxation)
Sebagian besar negara mengenakan pajak atas pendapatan yang diperoleh atau keuntungan yang direalisasikan di dalam negara tersebut terlepas dari negara tempat tinggal orang atau perusahaan tersebut. Sebagian besar negara telah menandatangani perjanjian pajak berganda bilateral dengan banyak negara lain untuk menghindari pajak dua kali bagi bukan penduduk —sekali di mana pendapatan diperoleh dan sekali lagi di negara tempat tinggal— namun, ada relatif sedikit perjanjian pajak berganda dengan negara-negara yang dianggap sebagai surga pajak. Untuk menghindari pajak, biasanya tidak cukup hanya dengan memindahkan aset seseorang ke surga pajak. Seseorang juga harus secara pribadi pindah ke surga pajak untuk menghindari pajak.
Badan hukum
Tanpa mengubah negara tempat tinggal, pajak pribadi dapat dihindari secara hukum dengan pembentukan badan hukum terpisah yang hartanya disumbangkan. Badan hukum yang terpisah seringkali berupa perusahaan, perwalian, atau yayasan. Ini juga dapat berlokasi di lepas pantai, seperti dalam kasus banyak yayasan swasta. Aset ditransfer ke perusahaan atau kepercayaan baru sehingga keuntungan dapat direalisasikan, atau pendapatan yang diperoleh, dalam badan hukum ini daripada diperoleh oleh pemilik aslinya. Jika aset kemudian ditransfer kembali ke individu, maka pajak keuntungan modal akan berlaku untuk semua keuntungan. Juga pajak penghasilan masih akan terutang atas gaji atau dividen yang ditarik dari badan hukum.
Ketidakjelasan hukum
Hasil pajak tergantung pada definisi istilah hukum yang biasanya kabur. Misalnya, ketidakjelasan perbedaan antara "pengeluaran bisnis" dan "pengeluaran pribadi" menjadi perhatian banyak pembayar pajak dan otoritas pajak. Secara lebih umum, setiap istilah undang-undang perpajakan memiliki cakupan yang tidak jelas, dan merupakan sumber potensial penghindaran pajak.
Suaka Pajak (Tax Havens)
Suaka pajak merupakan suatu tempat berlakunya suatu hukum dimana dapat dijadikan suaka atau tempat perlindungan pajak. Hal ini dikarenakan tempat tersebut menerapkan pajak yang rendah, hingga bisa dimanfaatkan untuk menghindari kewajiban pajak seseorang di negara asalnya dan menyediakan tempat untuk menyimpan aset mereka. Pada 2019, Tax Justice Network menerbitkan The Corporate Tax Haven Index (CTHI). Dalam index ini, berisi tentang daftar negara dan yurisdiksi suaka pajak yang diurutkan berdasar agresivitas dan luasan kontribusi untuk membantu perusahaan multinasional menghindari pembayaran pajak.
Transfer mispricing
Penetapan harga transfer yang curang, kadang-kadang disebut transfer mispricing, juga dikenal sebagai manipulasi harga transfer, mengacu pada perdagangan antara pihak terkait dengan harga yang dimaksudkan untuk memanipulasi pasar atau untuk menipu otoritas pajak.
Misalnya, jika perusahaan A, seorang petani makanan di Afrika, memproses produknya melalui tiga anak perusahaan: X (di Afrika), Y (di surga pajak, biasanya pusat keuangan lepas pantai) dan Z (di Indonesia). Sekarang, Perusahaan X menjual produknya ke Perusahaan Y dengan harga yang sangat rendah, menghasilkan laba yang rendah dan pajak yang rendah untuk Perusahaan X yang berbasis di Afrika. Perusahaan Y kemudian menjual produk tersebut kepada Perusahaan Z dengan harga yang sangat tinggi, hampir setinggi harga eceran dimana Perusahaan Z akan menjual produk akhir di Indonesia. Perusahaan Z, sebagai akibatnya, akan melaporkan laba yang rendah dan pajak yang rendah.
Tindakan Anti-Penghindaran
Atau bisa disebut aturan yang mencegah pengurangan pajak dengan pengaturan hukum, di mana pengaturan tersebut dilakukan semata-mata untuk mengurangi pajak, dan sebaliknya tidak akan dianggap sebagai tindakan yang wajar.
Di Indonesia, terdapat undang-undang mengenai perpajakan yang berlaku dengan banyak pencegahan yang telah dilakukan. Sistem dikotomi yang diterapkan secara jelas beserta rincian pada setiap pasal yang berlaku, diharapkan membatasi ruang gerak oknum wajib pajak yang masih berusaha memanfaatkan celah aturan. Meski demikian, masih banyak ditemukan bentuk pelanggaran yang terjadi karena memanfaatkan celah yang masih terbuka. Pemerintah terutama Direktorat Jenderal Pajak perlu membuat aturan yang lebih ketat dan cermat menutup celah agar banyak kasus tax avoidance digagalkan.
Indonesia juga turut serta dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) serta merasakan peningkatan kualitas pada sektor perpajakan karena adanya transparansi dari deklarasi negara G-20 membuka kerahasiaan bank pada 2009. Indonesia telah menyepakati lebih dari 6.100 pakta pertukaran informasi bilateral agar proses pengumpulan pajak menjadi lebih efisien.
Hal ini merupakan kabar baik bagi para pelaku dan pemilik UMKM. Karena dengan adanya transparansi pajak dan tax treaty, diharapkan akan memberi keadilan, kepastian hukum, dan menjaga iklim industri yang kompetitif antara usaha kecil dan perusahaan multinasional. Dan akan membuat persaingan yang sehat di dalam negeri karena semakin kecil peluang untuk melakukan penghindaran pajak.