Oleh:
Ananta Habib 181011250241
Ariska 191011200101
Penghindaran Pajak
Pajak merupakan satu dari beberapa sumber pendapatan negara yang terbesar, dengan 86,55% dari total pendapatan negara berasal dari pendapatan pajak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pendapatan pajak pada APBN 2019 sebesar 1.546,14 triliun rupiah dari total pendapatan negara 1.960,6 triliun rupiah (www.dpr.go.id).
Pajak sering dianggap menjadi suatu hal yang mengurangi profit perusahaan. Oleh karena itu, biasanya banyak yang berupaya untuk melakukan perlawanan terhadap pajak. Untuk meminimalisir kewajiban pajak, perusahaan biasa menggunakan berbagai cara, mulai dari memenuhi ketentuan perpajakan, hingga melanggar aturan perpajakan. Atau biasa disebut dengan istilah tax avoidance dan tax evasion atau penghindaran pajak.
Penghindaran pajak adalah suatu bentuk usaha untuk meringankan beban pajak individu atau badan tanpa melanggar peraturan yang ada (Mardiasmo, dalam Prakosa 2014). Penghindaran pajak merupakan suatu usaha yang dilakukan secara legal tanpa melanggar aturan perpajakan dalam meminimalisasi beban pajak dengan memanfaatkan celah kelemahan dari peraturan perpajakan. Seperti misal melaporkan pendapatan bersih tidak sebesar jumlah pendapatan sebenarnya. Hal ini bukan merupakan tindakan melawan hukum karena perusahaan hanya memanfaatkan celah kelemahan yang terdapat di dalam undang-undang perpajakan.
Penghindaran pajak di sisi lain, adalah istilah umum untuk upaya individu, perusahaan, perwalian, dan entitas lain untuk menghindari pajak dengan cara ilegal. Baik penghindaran pajak dan beberapa bentuk penghindaran pajak dapat dilihat sebagai bentuk ketidakpatuhan pajak, karena mereka menggambarkan berbagai kegiatan yang tidak menguntungkan bagi sistem pajak suatu negara. Menurut Joseph Stiglitz (1986), ada tiga prinsip penghindaran pajak: penundaan pajak, arbitrase pajak antar individu yang menghadapi kurung pajak yang berbeda, dan arbitrase pajak lintas aliran pendapatan yang menghadapi perlakuan pajak yang berbeda. Banyak perangkat penghindaran pajak mencakup kombinasi dari ketiga prinsip tersebut.
Jenis Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)
Praktik penghindaran pajak atau tax avoidance dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu Acceptable Tax Avoidance dan Unacceptable Tax Avoidance. Berikut penjelasannya:
Acceptable Tax Avoidance - Suatu upaya wajib pajak dalam menghindari pajak yang bisa diterima secara hukum. Praktik penghindaran pajak ini dianggap memiliki tujuan yang baik serta tidak dilakukan dengan transaksi palsu.
Unacceptable Tax Avoidance - Suatu upaya wajib pajak dalam menghindari pajak yang dilakukan bertentangan legalitas karena berdasarkan tujuan yang jahat dan dilakukan dengan transaksi palsu agar bisa menghindari kewajiban pembayaran pajak.
Yang perlu diketahui dari dua kategori tax avoidance ini, praktiknya bergantung pada hukum perpajakan setempat yang berlaku. Penghindaran pajak juga dapat dilakukan dengan menyalahgunakan fasilitas yang tidak seharusnya didapatkan seperti pajak UMKM Final 0,5% yang seharusnya diperuntukkan hanya untuk pelaku UMKM, namun banyak pengusaha nakal yang memanfaatkannya dengan cara memecah laporan keuangan perusahaannya.
Dampak Penghindaran Pajak
Walau pada praktiknya penghindaran pajak tidak dilakukan oleh semua perusahaan yang ada di Indonesia, namun sekecil apapun praktek tax avoidance ini dapat berdampak buruk bagi Indonesia secara umum. Dampak paling jelas adalah berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak.
Dan pengusaha yang sengaja melakukan penghindaran pajak ini tentu akan mendapatkan sanksi, baik berupa sanksi administratif hingga berupa sanksi pidana. Dalam beberapa kejadian, penghindaran pajak ini dikategorikan menjadi kejahatan korupsi pajak atau fraud, yang sudah jelas sanksi pidana adalah ganjaran bagi para pelaku yang terbukti melakukannya.