Â
Hukum yang membahagiakan
Tentu, tak berlebihan kalau kita kembali merindukan Prof. Tjip. Pemikirannya, yang merupakan hasil fertilisasi silang dari berbagai disiplin (sosial, budaya, antropologi, dll) telah menjadikan hukum yang semula 'an sich' nan membosankan menjadi cakrawala pemikiran yang mengasyikan. Terutama bagi kita, yang tidak langsung bersetubuh dengan term hukum secara keilmuan.
Dan saya rasa, warisan beliau fardlu kifayah untuk dipelajari semua orang yang peduli dengan masalah kemanusiaan. Terlebih akhir-akhir ini, banyak permasalahan negri kita yang idealnya diselesaikan secara progresif. Belakangan, saya pribadi turut senang, satu-dua kali nama beliau beserta pemikirannya disebut dalam isu-isu besar. Saking senangnya, saya merasa bahwa satu-dua kali saja tak pernah cukup.
Kegelisahan Prof. Tjip saya rasa akan selalu kontekstual bagi hukum Indonesia kalau kita masih saja meributkan UU yang notabene hanyalah tatanan atau bangunan statis. Negara hukum yang kita idam-idamkan tentu tak cukup kalau hanya ditegakkan dengan cara mengeja undang-undang sebagai tatanan rigid, yang hanya menyangkut urusan teknis-formal, hitam di atas putih semata.
Sebaliknya, sebagai proses yang dinamis, menuju negara hukum adalah juga menyertakan progresivitas yang sarat dengan greget, empati, determinasi, nurani, dan gairah-gairah lain sebagainya. Doktrin besi menyegala-galakan segalanya di bawah UU itu memang harus segera dilangkahi, untuk menjangkau hal-hal yang lebih luas, lalu terus melangkah mengikuti dinamika yang bergerak di sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H