Mohon tunggu...
Ananta Damarjati
Ananta Damarjati Mohon Tunggu... Wartawan -

Wartawan partikelir | Alumni Ponpes Kedunglo, Kediri |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Yang Belum Hilang dari Bus Antarkota

3 Oktober 2016   22:34 Diperbarui: 4 Oktober 2016   23:38 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum menyentuh hal lain, kembali lagi ke kereta api yang oleh perubahan demi perubahannya, kita sadari atau tidak, telah membunuh salah satu sisi yang paling hakiki dari diri kita, kemanusiaan. Sangat tidak kasat mata, namun dapat kita rasakan bersama bahwa ada yang hilang dari sebuah yang orang selalu katakan sebagai kemajuan.

Kurang lebih enam tahunan yang lalu, masih saya dapati sebuah potongan episode, ketika saya diantar menuju ke stasiun oleh bapak saya. Di sana, kami duduk bersama di peron menunggu keberangkatan. Ketika kereta tiba, bapak tidak bisa melepas pandangannya, hanya untuk memastikan dimana saya duduk.

Dalam rangkaian kereta, saya melihat bapak belum mau melepas saya dari sorotnya begitu saja, beliau menunggu, dengan sabar menunggu sampai kereta beranjak malas dengan kemauannya sendiri. Itu semua beliau lakukan hanya untuk melambaikan tangan, melambaikan tangan kepada saya. Dan saya yakin, bapak benar-benar tidak beranjak sampai kereta yang saya tumpangi benar-benar musnah  dari pandangannya.

Sekarang? Kereta api tidak menawarkan romantika semacam itu lagi. Sisi itu sudah terkubur dalam dan sangat rapat. Kereta api bukan lagi tempat yang tepat untuk menyadarkan orang bahwa lebih mudah untuk mengucap kalimat pertemuan daripada kalimat perpisahan, seperti tertuang dalam lirik White Lion.

Saya juga meyakini hal yang sama terhadap pesawat ataupun kapal laut yang bagi saya titik pijaknya sama saja dengan kereta api. Hal tersebut digeser dengan senyum ramah artifisial para pegawainya. Itupun muncul dari pegawai yang selain memang dituntut untuk ramah, sangat berpotensi juga untuk tidak mematuhinya. Anda belum pernah dimaki oleh petugas keamanan stasiun dan bandara, kan?

Bagi anda yang masih merindukan lambaian tangan dari keluarga, pacar, atau sahabat untuk melepas kepergian, dan bagi anda yang ingin melihat mereka sampai titik terjauh ketika anda telah benar-benar melesat lurus sebelum menuju tujuan. Bus masih menyimpan hal itu untuk ditawarkan kepada kita.

Akan anda temukan romantisme itu dalam bus. Disana akan anda temukan lagi doa-doa pelepas kepergian anda ke luar kota oleh orang-orang yang anda cintai. Ya, doa, satu kata dengan bentuk yang kaya dan bernilai tinggi. Kedalaman maknanya mampu melahirkan anak-anak makna baru yang tidak hanya berhasil melewati waktu, tetapi juga menembus demarkasi ruang.

Di sana anda akan menyadari bahwa White Lion benar-benar menyentuh perasaan pendengar yang secara langsung mengalami situasi yang sama dengan mantranya. It was easier to say hello than to say goodbye. Now the bus is leaving, once again, I bid farewell to you.

Sayangnya, anda hanya punya sedikit presentase untuk berkesempatan mendengar lagu bagus di dalam bus kota, terlebih Farewell To You nya White Lion. Versi koplonya pun nyaris tidak ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun